Sabtu, 24 November 2012

Makalah Tindakan Perioperatif


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Tindakan operasi atau pembedahan, baik elektif maupun kedaruratan adalah peristiwa kompleks yang menegangkan. Kebanyakan prosedur bedah dilakukan di kamar operasi rumah sakit, meskipun beberapa prosedur yang lebih sederhana tidak memerlukan hospitalisasi dan dilakukan di klinik-klinik bedah dan unit bedah ambulatori. Individu dengan masalah kesehatan yang memerlukan intervensi pembedahan mencakup pula pemberian anastesi atau pembiusan yang meliputi anastesi lokal, regional atau umum. 
Sejalan dengan perkembangan teknologi yang kian maju. Prosedur tindakan pembedahan pun mengalami kemajuan yang sagat pesat. Dimana perkembangan teknologi mutakhir telah mengarahkan kita pada penggunaan prosedur bedah yang lebih kompleks dengan penggunaan teknik-teknik bedah mikro (micro surgery techniques) atau penggunaan laser, peralatan by Pass yang lebih canggih dan peralatan monitoring yang kebih sensitif. Kemajuan yang sama juga ditunjukkan dalam bidang farmasi terkait dengan penggunaan obat-obatan anstesi kerja singkat, sehingga pemulihan pasien akan berjalan lebih cepat.? Kemajuan dalam bidang teknik pembedahan dan teknik anastesi tentunya harus diikuti oleh peningkatan kemampuan masing-masing personel (terkait dengan teknik dan juga komunikasi psikologis) sehingga outcome ?yang diharapkan dari pasien bisa tercapai.          
Perubahan tidak hanya terkait dengan hal-hal tersebut diatas. Namun juga diikuti oleh perubahan pada pelayanan. Untuk pasien-pasien dengan kasus-kasus tertentu, misalnya : hernia. Pasien dapat mempersiapkan diri dengan menjalani pemeriksaan dignostik dan persiapan praoperatif lain sebelum masuk rumah sakit. Kemudian jika waktu pembedahannya telah tiba, maka pasien bisa langsung mendatangi rumah sakit untuk dilakukan prosedur pembedahan. Sehingga akan mempersingkat waktu perawatan pasien di rumah sakit.
Keperawatan perioperatif merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan pasien. Istilah perioperatif adalah suatu istilah gabungan yang mencakup tiga fase pengalaman pembedahan, yaitu? preoperative phase, intraoperative phase dan post operative phase. Masing- masing fase di mulai pada waktu tertentu dan berakhir pada waktu tertentu pula dengan urutan peristiwa yang membentuk pengalaman bedah dan masing-masing mencakup rentang perilaku dan aktivitas keperawatan yang luas yan dilakukan oleh perawat dengan menggunakan proses keperawatan dan standar praktik keperawatan. Disamping perawat kegiatan perioperatif ini juga memerlukan dukungan dari tim kesehatan lain yang berkompeten dalam perawatan pasien sehingga kepuasan pasien dapat tercapai sebagai suatu bentuk pelayanan prima.
Tindakan operasi atau pembedahan merupakan pengalaman yang sulit bagi hapir semua pasien. Berbagai kemungkinan buruk bisa saja terjadi yang akan membahayakan bagi pasien. Maka tak heran jika seringkali pasien dan keluarganya menunjukkan sikap yang agak berlebihan dengan kecemasan yang mereka alami. Kecemasan yang mereka alami biasanya terkait dengan segala macam prosedur asing yang harus dijalani pasien dan juga ancaman terhadap keselamatan jiwa akibat segala macam prosedur pembedahan dan tindakan pembiusan. Perawat mempunyai peranan yang sangat penting dalam setiap tindakan pembedahan baik pada masa sebelum, selama maupun setelah operasi. Intervensi keperawatan yang tepat diperlukan untuk mempersiapkan klien baik secara fisik maupun psikis. Tingkat keberhasilan pembedahan sangat tergantung pada setiap tahapan yang dialami dan saling ketergantungan antara tim kesehatan yang terkait (dokter bedah, dokter anstesi dan perawat) di samping peranan pasien yang kooperatif selama proses perioperatif.
Ada tiga faktor penting yang terkait dalam pembedahan, yaitu penyakit pasien, jenis pembedahan yang dilakukan dan pasien sendiri. Dari ketiga faktor tersebut faktor pasien merupakan hal yang paling penting, karena bagi penyakit tersebut tidakan pembedahan adalah hal yang baik/benar. Tetapi bagi pasien sendiri pembedahan mungkin merupakan hal yang paling mengerikan yang pernah mereka alami. Mengingat hal terebut diatas, maka sangatlah pentig untuk melibatkan pasien dalam setiap langkah – langkah  perioperatif.  Tindakan perawatan perioperatif yang berkesinambungan dan tepat akan sangat berpengaruh terhadap suksesnya pembedahan dan kesembuhan pasien.

B.     Tujuan
1.      Mengetahui Pengertian keperawatan perioperatif
2.      Bisa mengimplemantasikan teori keperawatan perioperatif
3.      Mengetahui standar operasional dari keperawatan perioperatif




BAB II
DASAR TEORI DAN PEMBAHASAN
A.    Pengertian
Istilah yang digunakan untuk menggambarkan fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan pasien.
“PERIOPERATIF”
Suatu istilah gabungan yang mencakup tiga fase pengalaman pembedahan: praoperatif intraoperatif, dan pascaoperatif.
Perawatan perioperatif adalah periode sebelum, selama dan sesudah operasi berlangsung. Keperawatan perioperatif adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan pasien. Keperawatan perioperatif adalah fase penatalaksanaan pembedahan yang merupakan pengalaman yang unik bagi pasien.
Keperawatan perioperatif adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan pasien. ( Keperawatan medikal-bedah : 1997 )
Kata perioperatif adalah suatu istilah gabungan yang mencangkup 3 fase pengalaman pembedahan yaitu praoperatif, intraoperatif, dan pascaoperatif.


B.     Tipe Pembedahan
PEMBEDAHAN : INDIKASI DAN KLASIFIKASI 
Tindakan pembedahan dilakukan dengan berbagai indikasi, diantaranya adalah : 
1. Diagnostik : biopsi atau laparotomi eksplorasi 
2. Kuratif : Eksisi tumor atau mengangakat apendiks yang mengalami inflamasi 
3. Reparatif : Memperbaiki luka multipel 
4. Rekonstruktif/Kosmetik : mammoplasty, atau bedah platik 
5. Palliatif : seperti menghilangkan nyeri atau memperbaiki masalah, contoh : pemasangan selang gastrostomi yang dipasang untuk mengkomponsasi terhadap ketidakmampuan menelan makanan. 
Menurut urgensi dilakukan tindakan pembedahan, maka tindakan pembedahan dapat diklasifikasikan menjadi 5 tingkatan, yaitu : 
1. Kedaruratan/Emergency 
Pasien membutuhkan perhatian segera, gangguan mungkin mengancam jiwa. Indikasi dilakukan pembedahan tanpa di tunda. Contoh : perdarahan hebat, obstruksi kandung kemih atau usus, fraktur tulang tengkorak, luka tembak atau tusuk, luka bakar sanagat luas. 
2. Urgen 
Pasien membutuhkan perhatian segera. Pembedahan dapat dilakukan dalam 24-30 jam. Contoh : infeksi kandung kemih akut, batu ginjal atau batu pada uretra. 
3. Diperlukan 
Pasien harus menjalani pembedahan. Pembedahan dapat direncanakan dalam bebeapa minggu atau bulan. Contoh : Hiperplasia prostat tanpa obstruksi kandung kemih. Gangguan tyroid, katarak. 
4. Elektif 
Pasien harus dioperasi ketika diperlukan. Indikasi pembedahan, bila tidak dilakukan pembedahan maka idak terlalu membahayakan. Contoh : perbaikan Scar, hernia sederhana, perbaikan vaginal. 
5. Pilihan 
Keputusan tentang dilakukan pembedahan diserahkan sepenuhnya pada pasien. Indikasi pembedahan merupakan pilihan pribadi dan biasanya terkait dengan estetika. Contoh : bedah kosmetik. 
Sedangkan menurut faktor resikonya, tindakan pembedahan di bagi menjadi : 
1. Minor 
Menimbulkan trauma fisik yang minimal dengan resiko kerusakan yang minim. Contoh : incisi dan drainage kandung kemih, sirkumsisi 
2. Mayor 
Menimbulkan trauma fisik yang luas, resiko kematian sangat serius. Contoh : Total abdominal histerektomi, reseksi colon, dll. 

C.    Tipe Anastesi
Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an-"tidak, tanpa"  dan aesthētos, "persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Istilah anestesi digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun 1846.
Beberapa tipe anestesi adalah:
§  Pembiusan total — hilangnya kesadaran total
§  Pembiusan lokal — hilangnya rasa pada daerah tertentu yang diinginkan (pada sebagian kecil daerah tubuh).
§  Pembiusan regional — hilangnya rasa pada bagian yang lebih luas dari tubuh oleh blokade selektif pada jaringan spinal atau saraf yang berhubungan dengannya
Pembiusan lokal atau anestesi lokal adalah salah satu jenis anestesi yang hanya melumpuhkan sebagian tubuh manusia dan tanpa menyebabkan manusia kehilangan kesadaran. Obat bius jenis ini bila digunakan dalam operasi pembedahan, maka setelah selesai operasi tidak membuat lama waktu penyembuhan operasi.
Anestesi dilakukan oleh dokter spesialis anestesi atau anestesiologis. Dokter spesialis anestesiologi selama pembedahan berperan memantau tanda-tanda vital pasien karena sewaktu-waktu dapat terjadi perubahan yang memerlukan penanganan secepatnya.
Empat rangkaian kegiatan yang merupakan kegiatan sehari-hari dokter anestesi adalah:
§  Mempertahankan jalan napas
§  Memberi napas bantu
§  Membantu kompresi jantung bila berhenti
§  Membantu peredaran darah
§  Mempertahankan kerja otak pasien.
Bermacam obat bius yang digunakan dalam anestesi saat ini seperti:

Gejala siuman (awareness)

Sering terjadi pasien ternyata dapat merasa dan sadar dari pengaruh bius akibat obat pembius yang tidak bekerja dengan efektif. Secara statistik, Dr. Peter Sebel        , ahli anestesi dari Universitas Emory yang dikutip Timeterbitan 3          November 1997 mengungkapkan bahwa dari 20 juta pasien yang dioperasi setiap tahunnya di Amerika Serikat, 40.000 orang mengalami gejala siuman tersebut. Untuk mengatasi masalah ini, dalam pertemuan tahunan sekitar bulan Oktober 1997, Persatuan Dokter Ahli Anestesi Amerika ditawari suatu alat yang disebut Bispectral Index Monitor yang akan memberi peringatan bahwa pasien yang sedang dioperasi mengalami gejala siuman atau menjelang "bangun dari tidurnya".Penemu alat tersebut adalah Dr. Nassib Chamoun, seorang dokter ahli saraf (neurologist) asal Yordania. Dengan menggunakan prinsip kerja dari alat yang sudah ada, yaitu piranti yang disebut EEG (Electroencephalography). Alat yang ditemukan Dr. Chamoun itu mampu memonitor potensi listrik yang ditimbulkan oleh aktivitas "jaringan otak manusia".
Alat ini dapat menunjukkan derajat kondisi siuman pasien yang sedang menjalani suatu pembedahan. Angka "100" menunjukkan pasien dalam keadaan "siuman sepenuhnya". Bila jarum menunjukkan angka "60" berarti pasien dalam kondisi "siap untuk dioperasi". Angka "0" menandakan pasien mengalami "koma yang dalam".
Dengan mengamati derajat siuman dari alat ini, dokter anestesi dapat menambahkan obat pembiusan apabila diperlukan, atau memberikan dosis perawatan kepada pasien yang telah mengalami kondisi ideal untuk dilakukanoperasi. Di samping itu, dokter bedah dapat dengan tenang menyelesaikan operasinya sesuai rencana yang telah ditetapkan.
D.    Legal Aspek Pembedahan
Di abad ini kita dihadapkan kepada berbagai tantangan dan masalah-masalah baru dalam berbagai bidang. Bidang yang dahulunya tidak menjadi persoalan, kini mulai mendesak menuntut pengaturannya oleh hukum, karena melalui sanksi etik dirasakan kurang kuat. Yang dimaksudkan di sini adalah bidang hukum kedokteran-keperawatan yang di negara kita masih sangat muda usianya.
Kemajuan yang pesat dari ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran-keperawatan telah menggoyahkan fondasi tradisional dari hubungan dokter-perawat-pasien-rumah sakit sehingga diperlukan aspek legalitas dalam pelayanan kesehatan.
Informed Consent atau Persetujuan Tindakan Medis (PTM) merupakan ijin tertulis yang dibuat secara sadar dan sukarela dari pasien sebelum dilakukan tindakan medis terhadapnya. Ijin tersebut melindungi klien terhadap kelalaian dan melindungi ahli bedah terhadap tuntutan dari suatu lembaga hukum.
Tanggung jawab perawat dalam hal ini adalah untuk memastikan bahwa PTM telah didapat secara sukarela dari klien oleh dokter. The right of information and second opinion merupakan salah satu bentuk HAM klien dalam bidang pelayanan kesehatan yang harus dihargai oleh tim kesehatan. Sehingga, sebelum menyatakan kesanggupan atau penolakannya, klien harus mendapatkan informasi sejelas-jelasnya dan alternatif-alternatif yang dapat diambila oleh klien. Informasi yang perlu dijelaskan antara lain : kemungkinan resiko, komplikasi, perubahan bentuk tubuh, kecacatan, dan pengangkatan bagian tubuh yang dapat terjadi selama operasi.
PTM diperlukan pada saat :
-         prosedur invasif
-         menggunakan anesthesia
-         prosedur non-bedah yang resikonya lebih dari sekedar resiko ringan (arteriogram)
-         terapi radiasi dan kobalt.
Yang dapat memberikan PTM :
1.       klien yang sudah cukup umur
2.      anggota keluarga yang bertanggung jawab atau wali sah apabila klien belum cukup umur, tidak sadar, atau tidak kompeten
3.      individu di bawah umur dengan kondisi khusus (menikah).

KRITERIA UNTUK PTM YANG SAH

1. Persetujuan diberikan dengan sukarela : persetujuan yang absah harus diberikan dengan bebas tanpa tekanan
2. Subjek tidak kompeten : definisi legal, individu yang tidak otonom dan tidak dapat membrikan atau menyimpan persetujuan (klien RM, koma)
3. Subjek yang di-informed : formulir consent harus tertulis meskipun hukum tidak membutuhkan dokumentasi tertulis (prosedur dan resiko, manfaat dan alternatif, dll)
4. Subjek mampu memahami : informasi harus tertulis dan diberikan dalam bahasa yang dapat dimengerti oleh klien. Pertanyaan harus dijawab untuk memfasilitasi pemahaman jika materinya membingungkan.
E.     Pre Operasi
FASE PRAOPERATIF         
Dimulai ketika keputusan untuk intervensi bedah dibuat dan berakhir ketika pasien dikirim ke meja operasi
Fase Praoperatif
Merupakan ijin tertulis yang ditandatangani oleh klien untuk melindungi dalam proses operasi yang akan dilakukan. Prioritas pada prosedur pembedahan yang utama adalah inform consent yaitu pernyataan persetujuan klien dan keluarga tentang tindakan yang akan dilakukan yang berguna untuk mencegah ketidaktahuan klien tentang prosedur yang akan dilaksanakan dan juga menjaga rumah sakit serta petugas kesehatan dari klien dan keluarganya mengenai tindakan tersebut. Pada periode pre operatif yang lebih diutamakan adalah persiapan psikologis dan fisik sebelum operasi.
Peran perawat dimulai ketika keputusan untuk intervensi pembedahan dibuat dan berakhir ketika klien dikirim ke meja operasi.
Lingkup aktivitas perawat :
-         pengkajian dasar klien (di rumah sakit atau di rumah)
-         wawancara praoperatif
-         persiapan anestesia
-         persiapan pembedahan
PENDAHULAN
Keperawatan pre operatif merupakan tahapan awal dari keperawatan perioperatif. Kesuksesan tindakan pembedahan secara keseluruhan sangat tergantung pada fase ini. Hal ini disebabkan fase ini merupakan awalan yang menjadi landasan untuk kesuksesan tahapan-tahapan berikutnya. Kesalahan yang dilakukan pada tahap ini akan berakibat fatal pada tahap berikutnya. Pengakajian secara integral dari fungsi pasien meliputi fungsi fisik biologis dan psikologis sangat diperlukan untuk keberhasilan dan kesuksesan suatu operasi.
b. PERSIAPAN KLIEN DI UNIT PERAWATAN
I. PERSIAPAN FISIK
Persiapan fisik pre operasi yang dialami oleh pasien dibagi dalam 2 tahapan, yaitu :
a. Persiapan di unit perawatan
b. Persiapan di ruang operasi
Berbagai persiapan fisik yang harus dilakukan terhadap pasien sebelum operasi antara lain:
a.                        Status kesehatan fisik secara umum
Sebelum dilakukan pembedahan, penting dilakukan pemeriksaan status kesehatan secara umum, meliputi identitas klien, riwayat penyakit seperti kesehatan masa lalu, riwayat kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik lengkap, antara lain status hemodinamika, status kardiovaskuler, status pernafasan, fungsi ginjal dan hepatik, fungsi endokrin, fungsi imunologi, dan lain-lain. Selain itu pasien harus istirahat yang cukup, karena dengan istirahat dan tidur yang cukup pasien tidak akan mengalami stres fisik, tubuh lebih rileks sehingga bagi pasien yang memiliki riwayat hipertensi, tekanan darahnya dapat stabil dan bagi pasien wanita tidak akan memicu terjadinya haid lebih awal.
b.                       Status Nutrisi
Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan berat badan, lipat kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar protein darah (albumin dan globulin) dan keseimbangan nitrogen. Segala bentuk defisiensi nutrisi harus di koreksi sebelum pembedahan untuk memberikan protein yang cukup untuk perbaikan jaringan. Kondisi gizi buruk dapat mengakibatkan pasien mengalami berbagai komplikasi pasca operasi dan mengakibatkan pasien menjadi lebih lama dirawat di rumah sakit. Komplikasi yang paling sering terjadi adalah infeksi pasca operasi, dehisiensi (terlepasnya jahitan sehingga luka tidak bisa menyatu), demam dan penyembuhan luka yang lama. Pada kondisi yang serius pasien dapat mengalami sepsis yang bisa mengakibatkan kematian.
c.                                          Keseimbangan cairan dan elektrolit
Balance cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan input dan output cairan. Demikaian juga kadar elektrolit serum harus berada dalam rentang normal. Kadar elektrolit yang biasanya dilakuakan pemeriksaan diantaranya dalah kadar natrium serum (normal : 135 -145 mmol/l), kadar kalium serum (normal : 3,5-5 mmol/l) dan kadar kreatinin serum (0,70-1,50 mg/dl). Keseimbangan cairan dan elektrolit terkait erat dengan fungsi ginjal. Dimana ginjal berfungsi mengatur mekanisme asam basa dan ekskresi metabolit obat-obatan anastesi. Jika fungsi ginjal baik maka operasi dapat dilakukan dengan baik. Namun jika ginjal mengalami gangguan seperti oliguri/anuria, insufisiensi renal akut, nefritis akut maka operasi harus ditunda menunggu perbaikan fungsi ginjal. Kecuali pada kasus-kasus yang mengancam jiwa.
d.   Kebersihan lambung dan kolon
Lambung dan kolon harus di bersihkan terlebih dahulu. Intervensi keperawatan yang bisa diberikan diantaranya adalah pasien dipuasakan dan dilakukan tindakan pengosongan lambung dan kolon dengan tindakan enema/lavement. Lamanya puasa berkisar antara 7 sampai 8 jam (biasanya puasa dilakukan mulai pukul 24.00 WIB). Tujuan dari pengosongan lambung dan kolon adalah untuk menghindari aspirasi (masuknya cairan lambung ke paru-paru) dan menghindari kontaminasi feses ke area pembedahan sehingga menghindarkan terjadinya infeksi pasca pembedahan. Khusus pada pasien yang menbutuhkan operasi CITO (segera), seperti pada pasien kecelakaan lalu lintas. Maka pengosongan lambung dapat dilakukan dengan cara pemasangan NGT (naso gastric tube).
e. Pencukuran daerah operasi
Pencukuran pada daerah operasi ditujukan untuk menghindari terjadinya infeksi pada daerah yang dilakukan pembedahan karena rambut yang tidak dicukur dapat menjadi tempat bersembunyi kuman dan juga mengganggu/menghambat proses penyembuhan dan perawatan luka. Meskipun demikian ada beberapa kondisi tertentu yang tidak memerlukan pencukuran sebelum operasi, misalnya pada pasien luka incisi pada lengan. Tindakan pencukuran (scheren) harus dilakukan dengan hati-hati jangan sampai menimbulkan luka pada daerah yang dicukur. Sering kali pasien di berikan kesempatan untuk mencukur sendiri agar pasien merasa lebih nyaman.          
Daeran yang dilakukan pencukuran tergantung pada jenis operasi dan daerah yang akan dioperasi. Biasanya daerah sekitar alat kelamin (pubis) dilakukan pencukuran jika yang dilakukan operasi pada daerah sekitar perut dan paha. Misalnya : apendiktomi, herniotomi, uretrolithiasis, operasi pemasangan plate pada fraktur femur, hemmoroidektomi. Selain terkait daerah pembedahan, pencukuran pada lengan juga dilakukan pada pemasangan infus sebelum pembedahan.
f.     Personal Hygine
Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan operasi karena tubuh yang kotor dapat merupakan sumber kuman dan dapat mengakibatkan infeksi pada daerah yang dioperasi. Pada pasien yang kondisi fisiknya kuat diajurkan untuk mandi sendiri dan membersihkan daerah operasi dengan lebih seksama. Sebaliknya jika pasien tidak mampu memenuhi kebutuhan personal hygiene secara mandiri maka perawat akan memeberikan bantuan pemenuhan kebutuhan personal hygiene.
g.    Pengosongan kandung kemih
Pengosongan kandung kemih dilakukan dengan melakukan pemasangan kateter. Selain untuk pengongan isi bladder tindakan kateterisasi juga diperluka untuk mengobservasi balance cairan.
h. Latihan Pra Operasi
Berbagai latihan sangat diperlukan pada pasien sebelum operasi, hal ini sangat penting sebagai persiapan pasien dalam menghadapi kondisi pasca operasi, seperti: nyeri daerah operasi, batuk dan banyak lendir pada tenggorokan. 
Latihan yang diberikan pada pasien sebelum operasi antara lain:
1. Latihan nafas dalam
2. Latiihan batuk efektif
3. latihan gerak sendi
1. Latihan Nafas Dalam
Latihan nafas dalam sangat bermanfaat bagi pasien untuk mengurangi nyeri setelah operasi dan dapat membantu pasien relaksasi sehingga pasien lebih mampu beradaptasi dengan nyeri dan dapat meningkatkan kualitas tidur. Selain itu teknik ini juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan oksigenasi darah setelah anastesi umum. Dengan melakukan latihan tarik nafas dalam secara efektif dan benar maka pasien dapat segera mempraktekkan hal ini segera setelah operasi sesuai dengan kondisi dan kebutuhan pasien.
Latihan nafas dalam dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
Pasien tidur dengan posisi duduk atau setengah duduk (semifowler) dengan lutut ditekuk dan perut tidak boleh tegang.
Letakkan tangan diatas perut-Hirup udara - sebanyak-banyaknya dengan menggunakan hidung dalam kondisi mulut tertutup rapat.
Tahan nafas beberapa saat (3-5 detik) kemudian - secara perlahan-lahan, udara dikeluarkan sedikit demi sedikit melalui mulut.
Lakukan hal ini berulang kali (15 kali) - Lakukan - latihan dua kali sehari praopeartif.
1.    Latihan Batuk Efektif                                 
Latihan batuk efektif juga sangat diperlukan bagi klien terutama klien yang mengalami operasi dengan anstesi general. Karena pasien akan mengalami pemasangan alat bantu nafas selama dalam kondisi teranstesi. Sehingga ketika sadar pasien akan mengalami rasa tidak nyaman pada tenggorokan. Dengan terasa banyak lendir kental di tenggorokan. Latihan batuk efektif sangat bermanfaat bagi pasien setalah operasi untuk mengeluarkan lendir atau sekret tersebut.
Pasien dapat dilatih melakukan teknik batuk efektif dengan cara :
Pasien condong ke depan dari posisi
- semifowler, jalinkan jari-jari tangan dan letakkan melintang diatas incisi sebagai bebat ketika batuk.    
Kemudian pasien nafas dalam
- seperti cara nafas dalam (3-5 kali)  
Segera lakukan batuk spontan,
- pastikan rongga pernafasan terbuka dan tidak hanya batuk dengan mengadalkan kekuatan tenggorokan saja karena bisa terjadi luka pada tenggorokan.
Hal ini bisa menimbulkan ketidaknyamanan, namun tidak
- berbahaya terhadap incisi.
Ulangi lagi sesuai kebutuhan.-
Jika - selama batuk daerah operasi terasa nyeri, pasien bisa menambahkan dengan menggunakan bantal kecil atau gulungan handuk yang lembut untuk menahan daerah operasi dengan hati-hati sehingga dapat mengurangi guncangan tubuh saat batuk.
3. Latihan Gerak Sendi
Latihan gerak sendi merupakan hal sangat penting bagi pasien sehingga setelah operasi, pasien dapat segera melakukan berbagai pergerakan yang diperlukan untuk mempercepat proses penyembuhan.
Pasien/keluarga pasien seringkali mempunyai pandangan yang keliru tentang pergerakan pasien setalah operasi. Banyak pasien yang tidak berani menggerakkan tubuh karena takut jahitan operasi sobek atau takut luka operasinya lama sembuh. Pandangan seperti ini jelas keliru karena justru jika pasien selesai operasi dan segera bergerak maka pasien akan lebih cepat merangsang usus (peristaltik usus) sehingga pasien akan lebih cepat kentut/flatus. Keuntungan lain adalah menghindarkan penumpukan lendir pada saluran pernafasan dan terhindar dari kontraktur sendi dan terjadinya dekubitus. Tujuan lainnya adalah memperlancar sirkulasi untuk mencegah stasis vena dan menunjang fungsi pernafasan optimal. Intervensi ditujukan pada perubahan posisi tubuh dan juga Range of Motion (ROM). Latihan perpindahan posisi dan ROM ini pada awalnya dilakukan secara pasif namun kemudian seiring dengan bertambahnya kekuatan tonus otot maka pasien diminta melakukan secara mandiri.
Status kesehatn fisik merupakan faktor yang sangat penting bagi pasien yang akan mengalami pembedahan, keadaan umum yang baik akan mendukungh dan mempengaruhi proses penyembuhan. Sebaliknya, berbagai kondisi fisiologis dapat mempengaruhi proses pembedahan. Demikian juga faktor usis/penuaan dapat mengakibatkan komplikasi dan merupakan faktor resiko pembedahan. Oleh karena itu sangatlah penting untuk mempersiapkan fisik pasien sebelum dilakukan pembedahan/operasi.
Faktor resiko terhadap pembedahan antara lain :
a.                       Usia
Pasien dengan usia yang terlalu muda (bayi/anak-anak) dan usia lanjut mempunyai resiko lebih besar. Hal ini diakibatkan cadangan fisiologis pada usia tua sudah sangat menurun. sedangkan pada bayi dan anak-anak disebabkan oleh karena belum matur-nya semua fungsi organ.
b.                       Nutrisi
Kondisi malnutris dan obesitas/kegemukan lebih beresiko terhadap pembedahan dibandingakan dengan orang normal dengan gizi baik terutama pada fase penyembuhan. Pada orang malnutisi maka orang tersebut mengalami defisiensi nutrisi yang sangat diperlukan untuk proses penyembuhan luka. Nutrisi-nutrisi tersebut antara lain adalah protein, kalori, air, vitamin C, vitamin B kompleks, vitamin A, Vitamin K, zat besi dan seng (diperlukan untuk sintesis protein).
Pada pasien yang mengalami obesitas. Selama pembedahan jaringan lemak, terutama sekali sangat rentan terhadap infeksi. Selain itu, obesitas meningkatkan permasalahan teknik dan mekanik. Oleh karenanya dehisiensi dan infeksi luka, umum terjadi. Pasien obes sering sulit dirawat karena tambahan beraat badan; pasien bernafas tidak optimal saat berbaaring miring dan karenanya mudah mengalami hipoventilasi dan komplikasi pulmonari pascaoperatif. Selain itu, distensi abdomen, flebitis dan kardiovaskuler, endokrin, hepatik dan penyakit biliari terjadi lebih sering pada pasien obes.
c.                        Penyakit Kronis
Pada pasien yang menderita penyakit kardiovaskuler, diabetes, PPOM, dan insufisiensi ginjal menjadi lebih sukar terkait dengan pemakian energi kalori untuk penyembuhan primer. Dan juga pada penyakit ini banyak masalah sistemik yang mengganggu sehingga komplikasi pembedahan maupun pasca pembedahan sangat tinggi.
d.                       Ketidaksempurnaan respon neuroendokrin
Pada pasien yang mengalami gangguan fungsi endokrin, seperti dibetes mellitus yang tidak terkontrol, bahaya utama yang mengancam hidup pasien saat dilakukan pembedahan adalah terjadinya hipoglikemia yang mungkin terjadi selama pembiusan akibat agen anstesi. Atau juga akibat masukan karbohidrat yang tidak adekuart pasca operasi atau pemberian insulin yang berlebihan. Bahaya lain yang mengancam adalah asidosis atau glukosuria. Pasien yang mendapat terapi kortikosteroid beresiko mengalami insufisinsi adrenal. Pengguanaan oabat-obatan kortikosteroid harus sepengetahuan dokter anastesi dan dokter bedahnya.
e.    Merokok
Pasien dengan riwayat merokok biasanya akan mengalami gangguan vaskuler, terutama terjadi arterosklerosis pembuluh darah, yang akan meningkatkan tekanan darah sistemiknya.
e.                        Alkohol dan obat-obatan
Individu dengan riwayat alkoholic kronik seringkali menderita malnutrisi dan masalah-masalah sistemik, sperti gangguan ginjal dan hepar yang akan meningkatkan resiko pembedahan. Pada kasus kecelakaan lalu lintas yang seringkali dialami oleh pemabuk. Maka sebelum dilakukan operasi darurat perlu dilakukan pengosongan lambung untuk menghindari asprirasi dengan pemasangan NGT.

II. PERSIAPAN PENUNJANG
Persiapan penunjang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari tindakan pembedahan. Tanpa adanya hasil pemeriksaan penunjang, maka dokter bedah tidak meungkin bisa menentukan tindakan operasi yang harus dilakukan pada pasien. Pemeriksaan penunjang yang dimaksud adalah berbagai pemeriksaan radiologi, laboratorium maupun pemeriksaan lain seperti ECG, dan lain-lain.
Sebelum dokter mengambil keputusan untuk melakukan operasi pada pasien, dokter melakukan berbagai pemeriksaan terkait dengan keluhan penyakit pasien sehingga dokter bisa menyimpulkan penyakit yang diderita pasien. Setelah dokter bedah memutuskan untuk dilakukan operasi maka dokter anstesi berperan untuk menentukan apakan kondisi pasien layak menjalani operasi. Untuk itu dokter anastesi juga memerlukan berbagai macam pemrikasaan laboratorium terutama pemeriksaan masa perdarahan (bledding time) dan masa pembekuan (clotting time) darah pasien, elektrolit serum, Hemoglobin, protein darah, dan hasil pemeriksaan radiologi berupa foto thoraks dan EKG.
Dibawah ini adalah berbagai jenis pemeriksaan penunjang yang sering dilakukan pada pasien sebelum operasi (tidak semua jenis pemeriksaan dilakukan terhadap pasien, namun tergantung pada jenis penyakit dan operasi yang dijalani oleh pasien). Pemeriksaan penunjang antara lain:
a.                        Pemeriksaan Radiologi dan diagnostik, seperti: Foto thoraks, abdomen, foto tulang (daerah fraktur), USG (Ultra Sono Grafi), CT scan (computerized Tomography Scan), MRI (Magnrtic Resonance Imagine), BNO-IVP, Renogram, Cystoscopy, Mammografi, CIL (Colon in Loop), EKG/ECG (Electro Cardio Grafi), ECHO, EEG (Electro Enchephalo Grafi), dll.
b.                       Pemeriksaan Laboratorium, berupa pemeriksan darah: hemoglobin, angka leukosit, limfosit, LED (laju enap darah), jumlah trombosit, protein total (albumin dan globulin), elektrolit (kalium, natrium, dan chlorida), CT, BT, ureum kretinin, BUN, dll. Bisa juga dilakukan pemeriksaan pada sumsun tulang jika penyakit terkaut dengan kelainan darah.
c.                        Biopsi, yaitu tindakan sebelum operasi berupa pengambilan bahan jaringan tubuh untuk memastikan penyakit pasien sebelum operasi. Biopsi biasanya dilakukan untuk memastikan apakah ada tumor ganas/jinak atau hanya berupa infeksi kronis saja.
d.                       Pemeriksaan Kadar Gula Darah (KGD)
Pemeriksaan KGD dilakukan untuk mengetahui apakah kadar gula darah pasien dalan rentang normal atau tidak. Uji KGD biasanya dilakukan dengan puasa 10 jam (puasa jam 10 malam dan diambil darahnya jam 8 pagi) dan juga dilakukan pemeriksaan KGD 2 jam PP (ppst prandial).
e.                        Dan lain-lain

III. PEMERIKSAAN STATUS ANASTESI
Pemeriksaaan status fisik untuk dilakukan pembiuasan dilakukan untuk keselamatan selama pembedahan. Sebelum dilakukan anastesi demi kepentingan pembedahan, pasien akan mengalami pemeriksaan status fisik yang diperlukan untuk menilai sejauh mana resiko pembiusan terhadap diri pasien. Pemeriksaan yang biasa digunakan adalah pemeriksaan dengan menggunakan metode ASA (American Society of Anasthesiologist). Pemeriksaan ini dilakukan karena obat dan teknik anastesi pada umumnya akan mengganggu fungsi pernafasan, peredaran darah dan sistem saraf. Berikut adalah tabel pemeriksaan ASA.
ASA grade Status fisik Mortality (%)
I.                         Tidak ada gangguan organik, biokimia dan psikiatri. Misal: penderita dengan herinia ingunalis tanpa kelainan lain, orang tua sehat, bayi muda yang sehat 0,05
II.                     Gangguan sistemik ringan sampai sedang yang bukan diseababkan oleh penyakit yang akan dibedah. Misal: penderita dengan obesitas, penderita dengan bronkitis dan penderita dengan diabetes mellitus ringan yang akan mengalami appendiktomi 0,4
III.                   Penyakit sistemik berat; misalnya penderita diabetes mellitus dengan komplikasi pembuluh darah dan datang dengan appendisitis akut. 4,5
IV.                   Penyakit/gangguan sistemik berat yang menbahayakan jiwa yang tidak selalu dapat diperbaiki dengan pembedahan, misalnya : insufisiensi koroner atau infark miokard 25
V.                      Keadaan terminal dengan kemungkinan hidup kecil, pembedahan dilakukan sebagai pilihan terakhir. Misal: penderita syok berat karena perdarahan akibat kehamilan di luar rahim pecah. 50

IV. INFORM CONSENT
Selain dilakukannya berbagai macam pemeriksaan penunjang terhadap pasien, hal lain yang sangat penting terkait dengan aspek hukum dan tanggung jawab dan tanggung gugat, yaitu Inform Consent. Baik pasien maupun keluarganya harus menyadari bahwa tindakan medis, operasi sekecil apapun mempunyai resiko. Oleh karena itu setiap pasien yang akan menjalani tindakan medis, wajib menuliskan surat pernyataan persetujuan dilakukan tindakan medis (pembedahan dan anastesi).
Meskipun mengandung resiko tinggi tetapi seringkali tindakan operasi tidak dapat dihindari dan merupakan satu-satunya pilihan bagi pasien. Dan dalam kondisi nyata, tidak semua tindakan operasi mengakibatkan komplikasi yang berlebihan bagi klien. Bahkan seringkali pasien dapat pulang kembali ke rumah dalam keadaan sehat tanpa komplikasi atau resiko apapun segera setelah mengalami operasi. Tentunya hal ini terkait dengan berbagai faktor seperti: kondisi nutrisi pasien yang baik, cukup istirahat, kepatuhan terhadap pengobatan, kerjasama yang baik dengan perawat dan tim selama dalam perawatan.
Inform Consent sebagai wujud dari upaya rumah sakit menjunjung tinggi aspek etik hukum, maka pasien atau orang yang bertanggung jawab terhdap pasien wajib untuk menandatangani surat pernyataan persetujuan operasi. Artinya apapun tindakan yang dilakukan pada pasien terkait dengan pembedahan, keluarga mengetahui manfaat dan tujuan serta segala resiko dan konsekuensinya. ?Pasien maupun keluarganya sebelum menandatangani surat pernyataan tersut akan mendapatkan informasi yang detail terkait dengan segala macam prosedur pemeriksaan, pembedahan serta pembiusan yang akan dijalani. Jika petugas belum menjelaskan secara detail, maka pihak pasien/keluarganya berhak untuk menanyakan kembali sampai betul-betul paham. Hal ini sangat penting untuk dilakukan karena jika tidak meka penyesalan akan dialami oleh pasien/keluarga setelah tindakan operasi yang dilakukan ternyata tidak sesuai dengan gambaran keluarga.
     
Berikut ini merupakan contoh form inform consent :
PERNYATAAN
PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIS/OPERASI NAMA PASIEN : (L/P)
No. RM :
UNIT RAWAT?? :
Saya yang bertnda tangan di bawah ini :
Nama : .................
Umur : .................. tahun
Jenis kelamin? : ................
Alamat : .................
Suami/istri/ayah/ibu /keluarga٭ dari pasien yang bernama: ......................................................
1. Menyatakan SETUJU/TIDAK SETUJU٭ bahwa pasien tersebut akan dilakukan tindakan medis operasi dalam rangka penyembuhan pasien.
2. Saya mengerti dan memahami tujuan serta resiko/komplikasi yang mungkin terjadi dari tindakan medis/operasi yang dilakukan terhadap pasien dan oleh karena itu bila terjadi sesuatu diluar kemapuan dokter sebagai manusia dan dalam batas-batas etik kedokteran sehingga terjadi kematian/kecacatan pada pasien maka saya tidak akan menuntut siapapun baik dokter maupun Rumah Sakit.
3. Saya juga menyetujui dilakukannya tindakan pembiusan baik lokal maupun umum dalam kaitannya dengan tindakan medis/operasi tersebut. Saya juga mengerti dan memahami tujuan dan kemungkinan resiko akibat pembiusan yang dapat terjadi sehingga bila terjadi sesuatu diluar kemampuan dokter sebagai manusia ddan dalam batas-batas etik kedokteran sehingga terjadi kematian/kecacatan pada pasien maka saya tidak akan menuntut siapapun baik dokter maupu Rumah sakit.
                                                                                       Yogyakarta, ........................2012
                                                                                                   Mengetahui,
                                                                                       Saya yang menyatakan,
Dokter yang merawat,                                                   Suami/istri/ayah/ibu /keluarga٭

_____________________
(tanda tangan dan nama lengkap)                                 (tanda tangan dan nama lengkap)

Saksi dari Rumah Sakit, Saksi dari keluarga,

___________________________________________________
(tanda tangan dan nama lengkap) (tanda tangan dan nama lengkap)
٭ coret yang tidak perlu
III. PERSIAPAN MENTAL/PSIKIS
Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam proses persiapan operasi karena mental pasien yang tidak siap atau labil dapat berpengaruh terhadap kondisi fisiknya.
Tindakan pembedahan merupakan ancaman potensial maupun aktual pada integeritas seseorang yang dapat membangkitkan reaksi stres fisiologis maupun psikologis (Barbara C. Long)
Contoh perubahan fisiologis yang muncul akibat kecemasan/ketakutan antara lain:
1. Pasien dengan riwayat hipertensi jika mengalami kecemasan sebelum operasi dapat mengakibatkan pasien sulit tidur dan tekanan darahnya akan meningkat sehingga operasi bisa dibatalkan.
2. Pasien wanita yang terlalu cemas menghadapi operasi dapat mengalami menstruasi lebih cepat dari biasanya, sehingga operasi terpaksa harus ditunda
Setiap orang mempunyai pandangan yang berbeda dalam menghadapi pengalaman operasi sehingga akan memberikan respon yang berbeda pula, akan tetapi sesungguhnya perasaan takut dan cemas selalu dialami setiap orang dalam menghadapi pembedahan. Berbagai alasan yang dapat menyebabkan ketakutan/kecemasan pasien dalam menghadapi pembedahan antara lain:
a. Takut nyeri setelah pembedahan
b. Takut terjadi perubahan fisik, menjadi buruk rupa dan tidak berfungsi normal (body image)
c. Takut keganasan (bila diagnosa yang ditegakkan belum pasti)
d. Takut/cemas mengalami kondisi yang dama dengan orang lan yang mempunyai penyakit yang sama.
e. Takut/ngeri menghadapi ruang operasi, peralatan pembedahan dan petugas.
f. Takut mati saat dibius/tidak sadar lagi.
g. Takut operasi gagal.
Ketakutan dan kecemasan yang mungkin dialami pasien dapat dideteksi dengan adanya perubahan-perubahan fisik seperti: meningkatnya frekuensi nadi dan pernafasan, gerakan-gerakan tangan yang tidak terkontrol, telapak tangan yang lembab, gelisah, menayakan pertanyaan yang sama berulang kali, sulit tidur, sering berkemih. Perawat perlu mengkaji mekanisme koping yang biasa digunakan oleh pasien dalam menghadapi stres. Disamping itu perawat perlu mengkaji hal-hal yang bisa digunakan untuk membantu pasien dalam menghadapi masalah ketakutan dan kecemasan ini, seperti adanya orang terdekat, tingkat perkembangan pasien, faktor pendukung/support system.
Untuk mengurangi dan mengatasi kecemasan pasien, perawat dapat menanyakan hal-hal yang terkait dengan persiapan operasi, antara lain :
a.                        Pengalaman operasi sebelumnya
b.                       Pengertian pasien tentang tujuan/alasan tindakan operasi
c.                        Pengetahuan pasien tentang persiapan operasi baik fisik maupun penunjang.
d.                       Pengetahuan pasien tentang situasi/kondisi kamar operasi dan petugas kamar operasi.
e.                        Pengetahuan pasien tentang prosedur (pre, intra, post operasi)
f.                        Pengetahuan tentang latihan-latihan yang harus dilakukan sebelum operasi dan harus dijalankan setalah operasi, seperti : latihan nafas dalam, batuk efektif, ROM, dll.
Persiapan mental yang kurang memadai dapat mempengaruhi pengambilan keputusan pasien dan keluarganya. Sehingga tidak jarang pasien menolak operasi yang sebelumnya telah disetujui dan biasanya pasien pulang tanpa operasi dan beberapa hari kemudian datang lagi ke rumah sakit setalah merasa sudah siap dan hal ini berarti telah menunda operasi yang mestinya sudah dilakukan beberapa hari/minggu yang lalu. Oleh karena itu persiapan mental pasien menjadi hal yang penting untuk diperhatikan dan didukung oleh keluarga/orang terdekat pasien.
Persiapan mental dapat dilakukan dengan bantuan keluarga dan perawat. Kehadiran dan keterlibatan keluarga sangat mendukung persiapan mental pasien. Keluarga hanya perlu mendampingi pasien sebelum operasi, memberikan doa dan dukungan pasien dengan kata-kata yang menenangkan hati pasien dan meneguhkan keputusan pasien untuk menjalani operasi.
Peranan perawat dalam memberikan dukungan mental dapat dilakukan dengan berbagai cara:
a.                        Membantu pasien mengetahui tentang tindakan-tindakan yang dialami pasien sebelum operasi, memberikan informasi pada pasien tentang waktu operasi, hal-hal yang akan dialami oleh pasien selama proses operasi, menunjukkan tempat kamar operasi, dll. Dengan mengetahui berbagai informasi selama operasi maka diharapkan pasien mejadi lebih siap menghadapi operasi, meskipun demikian ada keluarga yang tidak menghendaki pasien mengetahui tentang berbagai hal yang terkait dengan operasi yang akan dialami pasien.
b.                       Memberikan penjelasan terlebih dahulu sebelum setiap tindakan persiapan operasi sesuai dengan tingkat perkembangan. Gunakan bahasa yang sederhana dan jelas. Misalnya: jika pasien harus puasa, perawat akan menjelaskan kapan mulai puasa dan samapai kapan, manfaatnya untuk apa, dan jika diambil darahnya, pasien perlu diberikan penjelasan tujuan dari pemeriksaan darah yang dilakukan, dll. Diharapkan dengan pemberian informasi yang lengkap, kecemasan yang dialami oleh pasien akan dapat diturunkan dan mempersiapkan mental pasien dengan baik
c.                        Memberi kesempatan pada pasien dan keluarganya untuk menanyakan tentang segala prosedur yang ada. Dan memberi kesempatan pada pasien dan keluarga untuk berdoa bersama-sama sebelum pasien di antar ke kamar operasi.
d.                       Mengoreksi pengertian yang saah tentang tindakan pembedahan dan hal-hal lain karena pengertian yang salah akan menimbulkan kecemasan pada pasien.
e. Kolaborasi dengan dokter terkait dengan pemberian obat pre medikasi, seperti valium dan diazepam tablet sebelum pasien tidur untuk menurunkan kecemasan dan pasien dapat tidur sehingga kebutuhan istirahatnya terpenuhi.
Pada saat pasien telah berada di ruang serah terima pasien di kamar operasi, petugas kesehatan di situ akan memperkenalkan diri sehingga membuat pasien merasa lebih tenang. Untuk memberikan ketenangan pada pasien, keluarga juga diberikan kesempatn untuk mengantar pasien samapi ke batas kamar operasi dan diperkenankan untuk menunggu di ruang tunggu yang terletak di depan kamar operasi.
OBAT-OBATAN PRE MEDIKASI
Sebelum operasi dilakukan pada esok harinya. Pasien akan diberikan obat-obatan permedikasi untuk memberikan kesempatan pasien mendapatkan waktu istirahat yang cukup. Obat-obatan premedikasi yang diberikan biasanya adalah valium atau diazepam. Antibiotik profilaksis biasanya di berikan sebelum pasien di operasi. Antibiotik profilaksis yang diberikan dengan tujuan untuk mencegah terjadinya infeksi selama tindakan operasi, antibiotika profilaksis biasanya di berikan 1-2 jam sebelum operasi dimulai dan dilanjutkan pasca beda 2- 3 kali. Antibiotik yang dapat diberikan adalah ceftriakson 1gram dan lain-lain sesuai indikasi pasien.
A.                     PERSIAPAN PASIEN DI KAMAR OPERASI
Persiapan operasi dilakukan terhadap pasien dimulai sejak pasien masuk ke ruang perawatan sampai saat pasien berada di kamar operasi sebelum tindakan bedah dilakukan. Persiapan di ruang serah terima diantaranya adalah prosedur administrasi, persiapan anastesi dan kemudian prosedur drapping.
Di dalam kamar operasi persiapan yang harus dilakukan terhdap pasien yaitu berupa tindakan drapping yaitu penutupan pasien dengan menggunakan peralatan alat tenun (disebut : duk) steril dan hanya bagian yang akan di incisi saja yang dibiarkan terbuka dengan memberikan zat desinfektan seperti povide iodine 10% dan alkohol 70%.
Prinsip tindakan drapping adalah:
1.                  Seluruh anggota tim operasi harus bekerja sama dalam pelaksanaan prosedur drapping.
2.                  Perawat yang bertindak sebagai instrumentator harus mengatahui dengan baik dan benar prosedur dan prinsip-prinsip drapping.
3.                  Sebelum tindakan drapping dilakukan, harus yakin bahwa sarung tangan tang digunakan steril dan tidak bocor.
4.                  Pada saat pelaksanaan tindakan drapping, perawat bertindak sebagai omloop harus berdiri di belakang instrumentator untuk mencegah kontaminasi.
5.                  Gunakan duk klem pada setiap keadaaan dimana alat tenun mudah bergeser.
• Drape yang terpasang tidak boleh dipindah-pindah sampai operasi selesai dan harus di jaga kesterilannya.
6.                  Jumlah lapisan penutup yang baik minimal 2 lapis, satu lapis menggunkan kertas water prof atau plastik steril dan lapisan selanjutnya menggunakan alat tenun steril.
Teknik Drapping:
1.                    Letakkan drape di tempat yang kering, lantai di sekitar meja operasi harus kering
2.     Jangan memasang drape dengan tergesa-gesa, harus teliti dan memepertahankan prinsip steril
3.     Pertahankan jarak antara daerah steril dengan daerah non steril
4.     Pegang drape sedikit mungkin
5.      Jangan melintasi daerah meja operasi yang sudah terpasang drape/alat tenun steril tanpa perlindungan gaun operasi.
6.     Jaga kesterilan bagian depan gaun operasi, berdiri membelakangi daerah yang tidak steril.
7.     Jangan melempar drape terlalu tinggi saat memasang drape (hati-hati menyentuh lampu operasi)
8.     Jika alat tenun yang akan dipasang terkontaminasi. Maka perawat onloop bertugas menyingkirkan alat tenun tersebut.
9.     Hindari tangan yang sudah steril menyentuh daerah kulit pasien yang belum tertutup.
10.     Setelah semua lapisan alat tenun terbentang dari kaki sampai bagian kepala meja operasi, jangan menyentuh hal-hal yang tidak perlu.
11.     Jika ragu-ragu terhdap kesterilan alat tenun, lebih baik alat tenun tersebut dianggap terkontaminasi.
Tindakan keperawatan pre operetif merupakan tindakan yang dilakukan oleh perawat dalam rangka mempersiapkan pasien untuk dilakukan tindakan pembedahan dengan tujuan untuk menjamin keselamatan pasien intraoperatif. Persiapan fisik maupun pemeriksaan penunjang serta pemeriksaan mental sangat diperlukan karena kesuksesan suatu tindakan pembedahan klien berawal dari kesuksesan persiapan yang dilakukan selama tahap persiapan.
12.     Kesalahan yang dilakukan pada saat tindakan preoperatif apapun bentuknya dapat berdampak pada tahap-tahap selanjutnya, untuk itu diperlukan kerjasama yang baik antara masing-masing komponen yang berkompeten untuk menghasilkan outcome yang optimal, yaitu kesembuhan pasien secara paripurna.

F.     Intra Operasi
Keperawatan intra operatif merupakan bagian dari tahapan keperawatan perioperatif. Aktivitas yang dilakukan pada tahap ini adalah segala macam aktivitas yang dilakukan oleh perawat di ruang operasi. Aktivitas di ruang operasi oleh perawat difokuskan pada pasien yang menjalani prosedur pembedahan untuk perbaikan, koreksi atau menghilangkan masalah-masalah fisik yang mengganggu pasien. Tentunya pada saat dilakukan pembedahan akan muncul permasalahan baik fisiologis maupun psikologis pada diri pasien. Untuk itu keperawatan intra operatif tidak hanya berfokus pada masalah fisiologis yang dihadapi oleh pasien selama operasi, namun juga harus berfokus pada masalah psikologis yang dihadapi oleh pasien. Sehingga pada akhirnya akan menghasilkan outcome berupa asuhan keperawatan yang terintegrasi.
Untuk menghasilkan hasil terbaik bagi diri pasien, tentunya diperlukan tenaga kesehatan yang kompeten dan kerja sama yang sinergis antara masing-masing anggota tim. Secara umum anggota tim dalam prosedur pembedahan ada tiga kelompok besar, meliputi pertama, ahli anastesi dan perawat anastesi yang bertugas memberikan agen analgetik dan membaringkan pasien dalam posisi yang tepat di meja operasi, kedua ahli bedah dan asisten yang melakukan scrub dan pembedahan dan yang ketiga adalah perawat intra operatif.
Perawat intra operatif bertanggung jawab terhadap keselamatan dan kesejahteraan (well being) pasien. Untuk itu perawat intra operatif perlu mengadakan koordinasi petugas ruang operasi dan pelaksanaan perawat scrub dan pengaturan aktivitas selama pembedahan. Peran lain perawat di ruang operasi adalah sebagai RNFA (Registered Nurse First Assitant). Peran sebagai RNFA ini sudah berlangsung dengan baik di negara-negara amerika utara dan eropa. Namun demikian praktiknya di indonesia masih belum sepenuhnya tepat. Peran perawat sebagai RNFA diantaranya meliputi penanganan jaringan, memberikan pemajanan pada daerah operasi, penggunaan instrumen, jahitan bedah dan pemberian hemostatis.
Untuk menjamin perawatan pasien yang optimal selama pembedahan, informasi mengenai pasien harus dijelaskan pada ahli anastesi dan perawat anastesi, serta perawat bedah dan dokter bedahnya. Selain itu segala macam perkembangan yang berkaitan dengan perawatan pasien di unit perawatan pasca anastesi (PACU) seperti perdarahan, temuan yang tidak diperkirakan, permasalahan cairan dan elektrolit, syok, kesulitan pernafasan harus dicatat, didokumentasikan dan dikomunikasikan dengan staff PACU.

B. PRINSIP-PRINSIP UMUM
a. Prinsip asepsis ruangan
Antisepsis dan asepsis adalah suatu usaha untuk agar dicapainya keadaan yang memungkinkan terdapatnya kuman-kuman pathogen dapat dikurangi atau ditiadakan, baik secara kimiawi, tindakan mekanis atau tindakan fisik. Termasuk dalam cakupan tindakan antisepsis adalah selain alat-alat bedah, seluruh sarana kamar operasi, semua implantat, alat-alat yang dipakai personel operasi (sandal, celana, baju, masker, topi dan lain-lainnya) dan juga cara membersihkan/melakukan desinfeksi dari kulit/tangan
b. Prinsip asepsis personel
Teknik persiapan personel sebelum operasi meliputi 3 tahap, yaitu : Scrubbing (cuci tangan steril), Gowning (teknik peggunaan gaun operasi), dan Gloving (teknik pemakaian sarung tangan steril). Semua anggota tim operasi harus memahami konsep tersebut diatas untuk dapat memberikan penatalaksanaan operasi secara asepsis dan antisepsis sehingga menghilangkan atau? meminimalkan angka kuman. Hal ini diperlukan untuk meghindarkan bahaya infeksi yang muncul akibat kontaminasi selama prosedur pembedahan (infeksi nosokomial).
Disamping sebagai cara pencegahan terhadap infeksi nosokomial, teknik-teknik tersebut juga digunakan untuk memberikan perlindungan bagi tenaga kesehatan terhadap bahaya yang didapatkan akibat prosedur tindakan. Bahaya yang dapat muncul diantranya penularan berbagai penyakit yang ditularkan melalui cairan tubuh pasien (darah, cairan peritoneum, dll) seperti HIV/AIDS, Hepatitis dll.
c. Prinsip asepsis pasien
Pasien yang akan menjalani pembedahan harus diasepsiskan. Maksudnya adalah dengan melakukan berbagai macam prosedur yang digunakan untuk membuat medan operasi steril. Prosedur-prosedur itu antara lain adalah kebersihan pasien, desinfeksi lapangan operasi dan tindakan drapping.
e.    Prinsip asepsis instrumen
Instrumen bedah yang digunakan untuk pembedahan pasien harus benar-benar berada dalam keadaan steril. Tindakan yang dapat dilakukan diantaranya adalah perawatan dan sterilisasi alat, mempertahankan kesterilan alat pada saat pembedahan dengan menggunakan teknik tanpa singgung dan menjaga agar tidak bersinggungan dengan benda-benda non steril.

C.                                                        FUNGSI KEPERAWATAN INTRA OPERATIF
Selain sebagai kepala advokat pasien dalam kamar operasi yang menjamin kelancaran jalannya operasi dan menjamin keselamatan pasien selama tindakan pembedahan. Secara umum fungsi perawat di dalam kamar operasi seringkali dijelaskan dalam hubungan aktivitas-aktivitas sirkulasi dan scrub (instrumentator).
Perawat sirkulasi berperan mengatur ruang operasi dan melindungi keselamatan dan kebutuhan pasien dengan memantau aktivitas anggota tim bedah dan memeriksa kondisi di dalam ruang operasi. Tanggung jawab utamanya meliputi memastikan kebersihan, suhu yang sesuai, kelembapan, pencahayaan, menjaga peralatan tetap berfungsi dan ketersediaan berbagai material yang dibutuhkan sebelum, selama dan sesudah operasi. Perawat sirkuler juga memantau praktik asepsis untuk menghindari pelanggaran teknik asepsis sambil mengkoordinasi perpindahan anggota tim yang berhubungan (tenaga medis, rontgen dan petugas laboratorium). Perawat sirkuler juga memantau kondisi pasien selama prosedur operasi untuk menjamin keselamatan pasien.
Aktivitas perawat sebagai scrub nurse ?termasuk melakukan desinfeksi lapangan pembedahan dan drapping, mengatur meja steril, menyiapkan alat jahit, diatermi dan peralatan khusus yang dibutuhkan untuk pembedahan. Selain itu perawat scrub ?juga membantu dokter bedah selama prosedur pembedahan dengan melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan seperti mengantisipasi instrumen yang dibutuhkan, spon, kassa, drainage dan peralatan lain serta terus mengawasi kondisi pasien ketika pasien dibawah pengaruh anastesi. Saat luka ditutup perawat harus mengecek semua peralatan dan material untuk memastikan bahwa semua jarum, kassa dan instrumen sudah dihitung lengkap
Kedua fungsi tersebut membutuhkan pemahaman, pengetahuan dan ketrampilan perawat tentang anatomi, perawatan jaringan dan prinsip asepsis, mengerti tentang tujuan pembedahan, pemahaman dan kemampuan untuk mengantisipasi kebutuhan-kebutuhan dan untuk bekerja sebagai anggota tim yang terampil dan kemampuan untuk menangani segala situasi kedaruratan di ruang operasi.

D.                                                        AKTIVITAS KEPERAWATAN SECARA UMUM
Aktivitas keperawatan yang dilakukan selama tahap intra operatif meliputi 4 hal, yaitu:
a. Safety Management
b. Monitoring Fisiologis
c. Monitoring Psikologis
d. Pengaturan dan koordinasi Nursing Care
Safety Management
Tindakan ini merupakan suatu bentuk jaminan keamanan bagi pasien selama prosedur pembedahan. Tindakan yang dilakukan untuk jaminan keamanan diantaranya adalah:
1.      Pengaturan posisi pasien
Pengaturan posisi pasien bertujuan untuk memberikan kenyamanan pada klien dan memudahkan pembedahan. Perawat perioperatif mengerti bahwa berbagai posisi operasi berkaitan dengan perubahan-perubahan fisiologis yang timbul bila pasien ditempatkan pada posisi tertentu. Faktor penting yang harus diperhatikan ketika mengatur posisi di ruang operasi adalah:
a.    Daerah operasi
b.    Usia
c.    Berat badan pasien
d.   Tipe anastesi
e.    Nyeri: normalnya nyeri dialami oleh pasien yang mengalami gangguan pergerakan, seperti artritis.
Posisi yang diberikan tidak boleh mengganggu sirkulasi, respirasi, tidak melakukan penekanan yang berlebihan pada kulit dan tidak menutupi daerah atau medan operasi.
Hal-hal yang dilakukan oleh perawat terkait dengan pengaturan posisi pasien meliputi:
a.       Kesejajaran fungsional
Maksudnya adalah memberikan posisi yang tepat selama operasi. Operasi yang berbeda akan membutuhkan posisi yang berbeda pula. Contoh:            
• Supine (dorsal recumbent): hernia, laparotomy, laparotomy eksplorasi, appendiktomi, mastectomy atau pun reseksi usus.
   
• Pronasi : operasi pada daerah punggung dan spinal. Misal: Lamninectomy
• Trendelenburg: dengan menempatkan bagian usus diatas abdomen, sering digunakan untuk operasi pada daerah abdomen bawah atau pelvis.
• Lithotomy: posisi ini mengekspose area perineal dan rectal dan biasanya digunakan untuk operasi vagina. Dilatasi dan kuretase dan pembedahan rectal seperti : Hemmoiroidektomy
• Lateral : digunakan untuk operasi ginjal, dada dan pinggul. .
b. Pemajanan area pembedahan
-Pemajanan daerah bedah maksudnya adalah daerah mana yang akan dilakukan tindakan pembedahan. Dengan pengetahuan tentang hal ini perawat dapat mempersiapkan daerah operasi dengan teknik drapping
c. Mempertahankan posisi sepanjang prosedur operasi
Posisi pasien di meja operasi selama prosedur pembedahan harus dipertahankan sedemikian rupa. Hal ini selain untuk mempermudah proses pembedahan juga sebagai bentuk jaminan keselamatan pasien dengan memberikan posisi fisiologis dan mencegah terjadinya injury.
2. Memasang alat grounding ke pasien
3. Memberikan dukungan fisik dan psikologis pada klien untuk menenagkan pasien selama operasi sehingga pasien kooperatif.
4. Memastikan bahwa semua peralatan yang dibutuhkan telah siap seperti : cairan infus, oksigen, jumlah spongs, jarum dan instrumen tepat.
Monitoring Fisiologis
Pemantauan fisiologis yang dilakukan meliputi :
1.      Melakukan balance cairan
Penghitungan balance cairan dilakuan untuk memenuhi kebutuhan cairan pasien. Pemenuhan balance cairan dilakukan dengan cara menghitung jumlah cairan yang masuk dan yang keluar (cek pada kantong kateter urine) kemudian melakukan koreksi terhadap imbalance cairan yang terjadi. Misalnya dengan pemberian cairan infus.
2.      Memantau kondisi cardiopulmonal
Pemantaun kondisi kardio pulmonal harus dilakukan secara kontinu untuk melihat apakah kondisi pasien normal atau tidak. Pemantauan yang dilakukan meliputi fungsi pernafasan, nadi dan tekanan darah, saturasi oksigen, perdarahan dll.
3.      Pemantauan terhadap perubahan vital sign
Pemantauan tanda-tanda vital penting dilakukan untuk memastikan kondisi klien masih dalam batas normal. Jika terjadi gangguan harus dilakukan intervensi secepatnya.
Dukungan Psikologis (sebelum induksi dan bila pasien sadar)
Dukungan psikologis yang dilakukan antara lain :
1. Memberikan dukungan emosional pada pasien
2. Berdiri di dekat klien dan memberikan sentuhan selama prosedur induksi
3. Mengkaji status emosional klien
4. Mengkomunikasikan status emosional klien? kepada tim kesehatan (jika ada perubahan)
Pengaturan dan Koordinasi Nursing Care
Tindakan yang dilakukan antara lain :
1. Memanage keamanan fisik pasien
2. Mempertahankan prinsip dan teknik asepsis
E. TIM OPERASI
Setelah kita tahu tentang aktivitas keperawatan yang dilakukan di kamar operasi, maka sekarang kita akan membahas anggota tim yang terlibat dalam operasi. Anggota tim operasi secara umum dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu anggota tim steril dan anggota tim non steril. Berikut adalah bagan anggota tim operasi.
Steril :
a. Ahli bedah
b. Asisten bedah
c. Perawat Instrumentator (Scub nurse)
Non Steril :
a. Ahli anastesi
b. Perawat anastesi
c. Circulating nurse
d. Teknisi (operator alat, ahli patologi dll.)
Surgical Team
Perawat steril bertugas :
a.    Mempersiapkan pengadaan alat dan bahan yang diperlukan untuk operasi
b.    Membatu ahli bedah dan asisten saat prosedur bedah berlangsung
c.    Membantu persiapan pelaksanaan alat yang dibutuhkan seperti jatrum, pisau bedah, kassa dan instrumen yang dibutuhkan untuk operasi.
Perawat sirkuler bertugas :
a.  Mengkaji, merencanakan, mengimplementasikan dan mengevaluasi aktivitas keperawatan yang dapat memenuhi kebutuhan pasien.
b.  Mempertahankan lingkungan yang aman dan nyaman
c.  Menyiapkan bantuan kepada tiap anggota tim menurut kebutuhan.
d. Memelihara komunikasi antar anggota tim di ruang operasi.
e.  Membantu mengatasi masalah yang terjadi.

F. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan pada tahap intra operatif yang biasanya muncul adalah:
Resiko infeksi
-  b.d prosedur invasif (luka incisi)
Resiko injury b,d kondisi lingkungan eksternal misal struktrur lingkungan, pemajanan peralatan, instrumentasi dan penggunaan obat-obatan anastesi.

G. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi tindakan keperawatan yang bisa dilakukan antara lain :
1.        Memberikan dukungan emosional
Kesejahteraan emosional pasien harus dijaga selama operasi. Sebelum dianastesi perawat bertanggung jawab untuk membuat pasien nyaman dan tidak cemas. Bila pasien sadar atau bangun selama prosedur pembedahan. Perawat bertugas menjelaskan prosedur tindakan yang dilakukan, memberikan dukungan psikologis dan menyakinkan pasien. Ketika pasien sadar dari pengaruh anastesi, penjelasan dan pendidikan kesehatan perlu dilakukan. Hal ini dilakukan terhadap semua pasien, terutama pada operasi dengan sistem anastesi lokal maupun regional. Pemantauan kondisi pasien akan mempengaruhi kondisi fisik dan kerja sama pasien.
2.        Mengatur posisi yang sesuai untuk pasien
Posisi yang sesuai diperlukan untuk memudahkan pembedahan dan juga untuk menjamin keamanan fisiologis pasien. Posisi yang diberikan pada saat pembedahan disesuaikan dengan kondisi pasien. Lihat keterangan di atas.
3.        Mempertahankan keadaan asepsis selam pembedahan
Perawat bertanggung jawab untuk mempertahankan keadaan asepsis selama operasi berlangsung. Perawat bertanggung jawab terhadap kesterilan alat dan bahan yang diperlukan dan juga bertanggung jawab terhdap seluruh anggota tim operasi dalam menerapkan prinsip steril. Jika ada sesuatu yang diangggap tidak steril menyentuh daerah steril, maka instrumen yang terkontaminasi harus segera diganti.
4.        Menjaga kestabilan temperatur pasien
Temperatur di kamar operasi dipertahankan pada suhu standar kamar operasi dan kelembapannya diatur untuk mengahmabat pertumbuhan bakteri. Pasien biasanya merasa kedinginan di kamar operasi jika tidak diberik selimut yang sesuai. Kehilangan panas pada pasien berasal dari kulit dan daerah yang terbuka untuk dilakukan operasi. Ketika jaringan tidak tertutup kulit akan terekspose oleh udara, sehingga terjadi kehiilangan panas akan berlebihan. Pasien harus dijaga sehangat mungkin untuk meminimalkan kehilangan panas tanpa menyebabkan vasodilatasi yang justru menyebabkan bertambahnya perdarahan.
5.        Memonitor terjadinya hipertermi malignan
Monitoring kejadian hipertermi maligan diperlukan untuk mencegah terjadinya komplikasi berupa kerusakan sistem saraf pusat atau bahkan kematian. Monitoring secara kontinu diperlukan untuk menentukan tindakan pencegahan dan penanganan sedini mungkin sehingga tidak menimbulkan komplikasi yang dapat merugikan pasien.
6.        Membantu penutupan luka operasi
Langkah terakhir dalam prosedur pembedahan adalah penutupan luka operasi. Penutupan luka dilakukan lapis demi lapis dengan menggunakan benag yang sesuai dengan jenis jaringan. Penutupan kulit menggunakan benang bedah untuk mendekatkan tepi luka sampai dengan terjadi penyembuhan luka operasi. Luka yang terkontaminasi dapat terbuka seluruhnya atau sebagian saja. Ahli bedah memilih metode dan tipe jahitan atau penutupan luka beedasarkan daerah operasi, ukuran dan dalamnya luka operasi serta usia dan kondisi pasien. Setelah luka operasi dijahit kemudian dibalut dengan kassa steril untuk mencegah kontaminasi luka, mengabsorpsi drainage, dan membantu penutupan incisi. Jika penyembuhan luka terjadi tanpa komplikasi, jahitan biasanya bisa dibuka setelah 7 sampai dengan 10 hari tergantung letak lukanya.
7.        Membantu drainage
Drain ditempatkan pada luka operasi untuk mengalirkan darah, serum,debris dari tempat operasi yang bila tidak dikeluarkan dapat memperlambat penyembuhan luka dan menyebabkan terjadinya infeksi. Ada beberapa tipe drain bedah yang dipilih berdasarkan ukuran luka. Perawat bertanggung jawab mengkaji bahwa drain berfungsi dengan baik. Darain bisaasanya dicabut bila produk drain sudah berkurang dalam jumlah yang signifikan. Dan bentuk produk sudah serous, tidak dalam bentuk darah lagi.
8.        Memindahkan pasien dari ruang opersai ke ruang pemulihan/ICU
Sesudah operasi, tim operasi akan memberikan pasien pakain yang bersih, kemudian memindahkan pasien dari meja operasi ke barankard. Selama pembedahan ini tim operasi meghindari membawa pasien pasien tanpa pakaian, karena disamping memalukan bagi pasien juga merupakan salah satu predisposisi terrjadinya kehilangan panas, infeksi respirasi dan shock, mencegah luka operasi terkontaminasi serta kenyamanan pasien. Hindari juga memindahkan pasien dengan tiba-tiba dan perubahan posisi yang terlalu sering yang merupakan predisposisi terjadinya hipotensi. Perubahan posisi pada pasien harus dilakukan secara bertahap, misalnya dari litotomi ke posisi horizontal kemudian kearah supinasi dan lateral. Saat memindahkan pasien post operasi harus dilakukan ekstra hati-hati dan mendapatkan bantuan yang adekuat dari staff. Sesudah memindahkan pasien ke barnkard, pasien ditutup dengan selimut dan dipasang sabuk pengaman. Pengaman tempat tidur (side rail) harus selalu dipasang untuk keamanan pasien, karena pasien biasanya akan mengalami periode gelisah saat dipindahkan dari ruang operasi.

H. KOMPLIKASI
Komplikasi selama operasi bisa muncul sewaktu-waktu selama tindakan pembedahan. Komplikasi yang paling sering muncul adalah hipotensi, hipotermi dan hipertermi malignan.
1.        Hipotensi
Hipotensi yeng terjadi selama pembedahan, biasanya dilakukan dengan pemberian obat-obatan tertentu (hipotensi di induksi). Hipotensi ini memang diinginkan untuk menurunkan tekanan darah pasien dengan tujuan untuk menurunkan jumlah perdarahan pada bagian yang dioperasi, sehingga menungkinkan operasi lebih cepat dilakukan dengan jumlah perdarahan yang sedikit. Hipotensi yang disengaja ini biasanya dilakukan melalui inhalasi atu suntikan medikasi yang mempengaruhi sistem saraf simpatis dan otot polos perifer. Agen anastetik inhalasi yang biasa digunakan adalah halotan.
Oleh karena adanya hipotensi diinduksi ini, maka perlu kewaspadaan perawat untuk selalu memantau kondisi fisiologis pasien, terutama fungsi kardiovaskulernya agar hipotensi yang tidak diinginkan tidak muncul, dan bila muncul hipotensi yang sifatnya malhipotensi bisa segera ditangani dengan penanganan yang adekuat.
2.             Hipotermi
Hipotermia adalah keadaan suhu tubuh dibawah 36,6 oC (normotermi : 36,6 ? 37,5 oC). Hipotermi yang tidak diinginkan mungkin saja dialami pasien sebagai akibat suhu rendah di kamar operasi (25 ? 26,6 oC), infus dengan cairan yang dingin, inhalasi gas-gas dingin, kavitas atau luka terbuka pada tubuh, aktivitas otot yang menurun, usia lanjut atau obat-obatan yang digunakan (vasodilator, anastetik umum, dan lain-lain).
Pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari hipotermi yang tidak diinginkan adalah atur suhu ruangan kamar operasi pada suhu ideal? (25 ? 26,6 oC) jangan lebih rendah dari suhu tersebut, caiaran intravena dan irigasi dibuat pada suhu 37 oC, gaun operasi pasien dan selimut yang basah harus segera diganti dengan gaun dan selimut yang kering. Penggunaann topi operasi juga dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya hipotermi. Penatalaksanaan pencegahan hipotermi ini dilakukan tidak hanya pada saat periode intra operatif saja, namun juga sampai saat pasca operatif.
3.             Hipertermi Malignan
Hipertermi malignan sering kali terjadi pada pasien yang dioperasi. Angka mortalitasnya sangat tinggi lebih dari 50%. Sehingga diperlukan penatalaksanaan yang adekuat. Hipertermi malignan terjadi akibat gangguan otot yang disebabkan oleh agen anastetik. Selama anastesi, agen anastesi inhalasi (halotan, enfluran) dan relaksan otot (suksinilkolin) dapat memicu terjadinya hipertermi malignan.
Ketika diinduksi agen anastetik, kalsium di dalam kantong sarkoplasma akan dilepaskan ke membran luar yang akan menyebabkan terjadinya kontraksi. Secara normal, tubuh akan melakukan mekanisme pemompaan untuk mengembalikan kalsium ke dalam kantong sarkoplasma. Sehingga otot-otot akan kembali relaksasi. Namun pada orang dengan hipertermi malignan, mekanisme ini tidak terjadi sehingga otot akan terus berkontraksi dan tubuh akan mengalami hipermetabolisme. Akibatnya akan terjadi hipertermi malignan dan kerusakan sistem saraf pusat         .
Untuk menghindari mortalitas, maka segera diberikan oksigen 100%, natrium dantrolen, natrium bikarbonat dan agen relaksan otot. lakukan juga monitoring terhadap kondisi pasien meliputi tanda-tanda vital, EKG, elektrolit dan analisa gas darah.

G.    Post Operasi
A. PENDAHULUAN
Keperawatan post operatif adalah periode akhir dari keperawatan perioperatif. Selama periode ini proses keperawatan diarahkan pada menstabilkan kondisi pasien pada keadaan equlibrium fisiologis pasien, menghilangkan nyeri dan pencegahan komplikasi. Pengkajian yang cermat dan intervensi segera membantu pasien kembali pada fungsi optimalnya dengan cepat, aman dan nyaman.
Upaya yang dapat dilakukan diarahkan untuk mengantisipasi dan mencegah masalah yang kemungkinan mucul pada tahap ini. Pengkajian dan penanganan yang cepat dan akurat sangat dibutuhkan untuk mencegah komplikasi yang memperlama perawatan di rumah sakit atau membayakan diri pasien. Memperhatikan hal ini, asuhan keperawatan post operatif sama pentingnya dengan prosedur pembedahan itu sendiri.
B. TAHAPAN KEPERAWATAN POST OPERATIF
Perawatan post operatif meliputi beberapa tahapan, diantaranya adalah :
1. Pemindahan pasien dari kamar operasi ke unit perawatan pasca anastesi (recovery room)
2. Perawatan post anastesi di ruang pemulihan (recovery room)
3. Transportasi pasien ke ruang rawat
4. Perawatan di ruang rawat
1. PEMINDAHAN PASIEN DARI KAMAR OPERASI KE RUANG PEMULIHAN
Pemindahan pasien dari kamar operasi ke ruang pemulihan atau unit perawatan pasca anastesi (PACU: post anasthesia care unit) memerlukan pertimbangan-pertimbangan khusus. Pertimbangan itu diantaranya adalah letak incisi bedah, perubahan vaskuler dan pemajanan. Letak incisi bedah harus selalu dipertimbangkan setiap kali pasien pasca operatif dipidahkan. Banyak luka ditutup dengan tegangan yang cukup tinggi, dan setiap upaya dilakukan untuk mencegah regangan sutura lebih lanjut. Selain itu pasien diposisikan sehingga ia tidak berbaring pada posisi yang menyumbat drain dan selang drainase.
Hipotensi arteri yang serius dapat terjadi ketika pasien digerakkan dari satu posisi ke posisi lainnya. Seperti posisi litotomi ke posisi horizontal atau dari posisi lateral ke posisi terlentang. Bahkan memindahkan pasien yang telah dianastesi ke brankard dapat menimbulkan masalah gangguan vaskuler juga. Untuk itu pasien harus dipindahkan secara perlahan dan cermat. Segera setelah pasien dipindahkan ke barankard atau tempat tidur, gaun pasin yang basah (karena darah atau cairan lainnnya) harus segera diganti dengan gaun yang kering untuk menghindari kontaminasi. Selama perjalanan transportasi tersebut pasien diselimuti dan diberikan pengikatan diatas lutut dan siku serta side rail harus dipasang untuk mencegah terjadi resiko injury.
Selain hal tersebut diatas untuk mempertahankan keamanan dan kenyamanan pasien. Selang dan peralatan drainase harus ditangani dengan cermat agar dapat berfungsi dengan optimal.
Gambar1. pasien di transportasikan dari kamar operasi ke ruang pemulihan
Proses transportasi ini merupakan tanggung jawab perawat sirkuler dan perawat anastesi dengan koordinasi dari dokter anastesi yang bertanggung jawab.

2.                  PERAWATAN POST ANASTESI DI RUANG PEMULIHAN (RECOVERY ROOM)
Setelah selesai tindakan pembedahan, paseien harus dirawat sementara di ruang pulih sadar (recovery room : RR) sampai kondisi pasien stabil, tidak mengalami komplikasi operasi dan memenuhi syarat untuk dipindahkan ke ruang perawatan (bangsal perawatan).
PACU atau RR biasanya terletak berdekatan dengan ruang operasi. Hal ini disebabkan untuk mempermudah akses bagi pasien untuk (1) perawat yang disiapkan dalam merawat pasca operatif (perawat anastesi) (2) ahli anastesi dan ahli bedah (3) alat monitoring dan peralatan khusus penunjang lainnya.
Alat monitoring yang terdapat di ruang ini digunakan untuk memberikan penilaian terhadap kondisi pasien. Jenis peralatan yang ada diantaranya adalah alat bantu pernafasan : oksigen, laringoskop, set trakheostomi, peralatan bronkhial, kateter nasal, ventilator mekanik dan peralatan suction. Selain itu di ruang ini juga harus terdapat alat yang digunakan untuk memantau status hemodinamika dan alat-alat untuk mengatasi permasalahan hemodinamika, seperti : apparatus tekanan darah, peralatan parenteral, plasma ekspander, set intravena, set pembuka jahitan, defibrilator, kateter vena, torniquet. Bahan-bahan balutan bedah, narkotika dan medikasi kegawatdaruratan, set kateterisasi dan peralatan drainase.
Selain alat-alat tersebut diatas, pasien post operasi juga harus ditempatkan pada tempat tidur khusus yang nyaman dan aman serta memudahkan akses bagi pasien, seperti : pemindahan darurat. Dan dilengkapi dengan kelengkapan yang digunakan untuk mempermudah perawatan. Seperti tiang infus, side rail, tempat tidur beroda, dan rak penyimpanan catatan medis dan perawatan. Pasien tetap berada dalam PACU sampai pulih sepenuhnya dari pegaruh anastesi, yaitu tekanan darah stabil, fungsi pernafasan adekuat, saturasi oksigen minimal 95% dan tingkat kesadaran yang baik. Kriteria penilaian yang digunakan untuk menentukan kesiapan pasien untuk dikeluarkan dari PACU adalah :
Fungsi pulmonal yang tidak- terganggu
Hasil oksimetri nadi menunjukkan saturasi oksigen yang- adekuat
Tanda-tanda vital stabil, termasuk tekanan darah-
Orientasi - pasien terhadap tempat, waktu dan orang
Haluaran urine tidak- kurang dari 30 ml/jam
Mual dan muntah dalam kontrol -
Nyeri - minimal
Berikut di bawah adalah form pengkajian post anasteshia
RUANG PEMULIHAN POST ANASTESI
PENILAIAN
Nama : Nilai Akhir :
Ruangan : Ahli bedah/Anasteshia :
Tanggal : Perawat R.R :
Area pengkajian Score Saat penerimaan Setelah
1 jam 2 jam 3 jam
Respirasi : 2
Kemampuan nafas dalam dan batuk 1  
Upaya bernafas terbatas (dsipneu)
Tidak adan upaya nafas spontan 0
Sirkulasi (tekanan sisteolik) 2
80 % dari pre  anastesi 1
50 % dari pre anastesi 0
< 50 % dari pre anastesi
Tingkat Kesadaran : 2
Orientasi  baik dan respon verbal positif 1
Terbangun ketika dipanggil namanya 0
Tidak ada respon
Warna kulit : 2
Warna dan penampilan kulit normal 1
Pucat, agak kehitaman, keputihan.  Ikterik 0
Sianosis  

Aktivitas : 2
Mampu  menggerakkan semua ekstrimitas 1
Mampu menggerakkan hanya 2 ekstrimitas 0
Tak mampu mengontrol ektrimitas
Total
Keterangan :
Pasien bisa dipindahkan ke ruang perawatan dari ruang PACU/RR jika nilai pengkajian post anastesi > 7-8.
TUJUAN PERAWATAN PASIEN DI PACU adalah:
1.                  Mempertahankan jalan nafas
Dengan mengatur posisi, memasang suction dan pemasangan mayo/gudel.
2.                  Mempertahankan ventilasi/oksigenasi
Ventilasi dan oksigenasi dapat dipertahankan dengan pemberian bantuan nafas melalui ventilaot mekanik atau nasal kanul
3.                  Mempertahakan sirkulasi darah
Mempertahankan sirukais darah dapat dilakukan dengan pemberian caiaran plasma ekspander
4.                  Observasi keadaan umum, observasi vomitus dan drainase
Keadaan umum dari pasien harus diobservasi untuk mengetahui keadaan pasien, seperti kesadaran dan sebagainya. Vomitus atau muntahan mungkin saja terjadi akibat penagaruh anastesi sehingga perlu dipantau kondisi vomitusnya. Selain itu drainase sangat penting untuk dilakukan obeservasi terkait dengan kondisi perdarahan yang dialami pasien.
5.                  Balance cairan
Harus diperhatikan untuk mengetahui input dan output caiaran klien. Cairan harus balance untuk mencegah komplikasi lanjutan, seperti dehidrasi akibat perdarahan atau justru kelebihan cairan yang justru menjadi beban bagi jantung dan juga mungkin terkait dengan fungsi eleminasi pasien.
6.                  Mempertahanakn kenyamanan dan mencegah resiko injury
Pasien post anastesi biasanya akan mengalami kecemasan, disorientasi dan beresiko besar untuk jatuh. Tempatkan pasien pada tempat tidur yang nyaman dan pasang side railnya. Nyeri biasanya sangat dirasakan pasien, diperlukan intervensi keperawatan yang tepat juga kolaborasi dengan medi terkait dengan agen pemblok nyerinya.
Hal-hal yang harus diketahui oleh perawat anastesi di ruang PACU adalah :
1.                  Jenis pembedahan
Jenis pembedahan yang berbeda tentunya akan berakibat pada jenis perawatan post anastesi yang berbeda pula. Hal ini sangat terkait dengan jenis posisi yang akan diberikan pada pasien.?
2.                  Jenis anastesi
Perlu diperhatikan tentang jenis anastesi yang diberikan, karena hal ini penting untuk pemberian posisi kepada pasien post operasi. Pada pasien dengan anastesi spinal maka posisi kepala harus agak ditinggikan untuk mencegah depresi otot-otot pernafasan oleh obat-obatan anastesi, sedangkan untuk pasien dengan anastesi umum, maka pasien diposisika supine dengan posisi kepala sejajar dengan tubuh.
3.                  Kondisi patologis klien
Kondisi patologis klien sebelum operasi harus diperhatikan dengan baik untuk memberikan informasi awal terkait dengan perawatan post anastesi. Misalnya : pasien mempunyai riwayat hipertensi, maka jika pasca operasi tekanan darahnya tinggi, tidak masalah jika pasien dipindahkan ke ruang perawatan asalkan kondisinya stabil. Tidak perlu menunggu terlalu lama.
4.                  Jumlah perdarahan intra operatif
Penting bagi perawata RR untuk mengetahui apa yang terjadi selama operasi (dengan melihat laporan operasi) terutama jumlah perdarahan yang terjadi. Karena dengan mengetahui jumlah perdarahan akan menentukan transfusi yang diberikan.
5.                  Pemberian tranfusi selama operasi
Apakah selama operasi pasien telah diberikan transfusi atau belum, jumlahnya berapa dan sebagainya. Hal ini diperlukan untuk menentukan apakah pasien masih layak untuk diberikan transfusi ulangan atau tidak.
6.                  Jumlah dan jenis terapi cairan selama operasi
Jumlah dan jenis cairan operasi harus diperhatikan dan dihitung dibandingkan dengan keluarannya. Keluaran urine yang terbatas < 30 ml/jam kemungkinan menunjukkan gangguan pada fungsi ginjalnya.?
7.                  Komplikasi selama pembedahan
Komplikasi yang paling sering muncul adalah hipotensi, hipotermi dan hipertermi malignan. Apakah ada faktor penyulit dan sebagainya.

3.                  TRANSPORTASI PASIEN KE RUANG RAWAT
Transportasi pasien bertujuan untuk mentransfer pasien menuju ruang rawat dengan mempertahankan kondisi tetap stabil. Jika anda dapat tugas mentransfer pasien, pastikan score post anastesi 7 atau 8 yang menunjukkan kondisi pasien sudah cukup stabil. Waspadai hal-hal berikut : henti nafas, vomitus, aspirasi selama transportasi.
Faktor-faktor yang harus diperhatikan pada saat transportasi klien :
a.                   Perencanaan
Pemindahan klien merupakan prosedur yang dipersiapkan semuanya dari sumber daya manusia sampai dengan peralatannya.
b.                  Sumber daya manusia (ketenagaan)
bukan sembarang orang yang bisa melakukan prosedur ini. Orang yang boleh melakukan proses transfer pasien adalah orang yang bisa menangani keadaan kegawatdaruratan yang mungkin terjadi sselama transportasi. Perhatikan juga perbandingan ukuran tubuh pasien dan perawat. Harus seimbang.
c.                   Eguipment (peralatan)
Peralatan yang dipersipkan untuk keadaan darurat, misal : tabung oksigen, sampai selimut tambahan untuk mencegah hipotermi harus dipersiapkan dengan lengkap dan dalam kondisi siap pakai.
d.                  Prosedur
Untuk beberapa pasien setelah operasi harus ke bagian radiologi dulu dan sebagainya. Sehingga hendaknya sekali jalan saja. Prosedur-prosedur pemindahan pasien dan posisioning pasien harus benar-benar diperhatikan demi keamanan dan kenyamanan pasien.
e.                   Passage (jalur lintasan)
Hendaknya memilih jalan yang aman, nyaman dan yang paling singkat. Ekstra waspada terhadap kejadian lift yang macet dan sebagainya.

4.                  PERAWATAN DI RUANG RAWAT
Ketika pasien sudah mencapai bangsal, maka hal yang harus kita lakukan, yaitu :
a. Monitor tanda-tanda vital dan keadaan umum pasien, drainage, tube/selang, dan komplikasi. Begitu pasien tiba di bangsal langsung monitor kondisinya. Pemerikasaan ini merupakan pemmeriksaan pertama yang dilakukan di bangsal setelah post operasi.
b.                  Manajemen Luka
Amati kondisi luka operasi dan jahitannya, pastikan luka tidak mengalami perdarahan abnormal. Observasi discharge untuk mencegah komplikasi lebih lanjut. Manajemen luka meliputi perawatan luka sampai dengan pengangkatan jahitan.
c.                   Mobilisasi dini
Mobilisasi dini yang dapat dilakukan meliputi ROM, nafas dalam dan juga batuk efektif yang penting untuk mengaktifkan kembali fungsi neuromuskuler dan mengeluarkan sekret dan lendir.
d.                  Rehabilitasi
Rehabilitasi diperlukan oleh pasien untuk memulihkan kondisi pasien kembali. Rehabilitasi dapat berupa berbagai macam latihan spesifik yang diperlukan untuk memaksimalkan kondisi pasien seperti sedia kala.
e.                   Discharge Planning
Merencanakan kepulangan pasien dan memberikan informasi kepada klien dan keluarganya tentang hal-hal yang perlu dihindari dan dilakukan sehubungan dengan kondis/penyakitnya post operasi.
Ada 2 macam discharge planning :
a. Untuk perawat: berisi point-point discahrge planing yang diberikan kepada klien (sebagai dokumentasi)
b. Untuk pasien: dengan bahasa yang bisa dimengerti pasien dan lebih detail.
Contoh nota discharge planning pada pasien post tracheostomy:
1. Untuk perawat: pecegahan infeksi pada area stoma
2. Untuk klien: tutup lubang operasi di leher dengan kassa steril (sudah disiapkan)
Dalam merencanakan kepulangan pasien, kita harus mempertimbangkan 4 hal berikut:
1.                  Home care preparation
Memodifikasi lingkungan rumah sehingga tidak mengganggu kondisi klien. Contoh : klien harus diatas kursi roda/pakai alat bantu jalan, buat agar lantai rumah tidak licin. Kita harus juga memastikan ada yang merawat klien di rumah.
2.                  Client/family education
Berikan edukasi tentang kondisi klien. Cara merawat luka dan hal-hal yang harus dilakukan atau dihindari kepada keluarga klien, terutama orang yang merawat klien.
3.                  Psychososial preparation
Tujuan dari persiapan ini adalah untuk memastikan hubungan interpersonal sosial dan aspek psikososial klien tetap terjaga.
4.                  Health care resources
Pastikan bahwa klien atau keluarga mengetahui adanya pusat layanan kesehatan yang terdekat dari rumah klien, seperti rumah sakit, puskesmas dan lain-lain. Jadi jika dalam keadaan darurat bisa segera ada pertolongan.









BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Kerawatan perioperatif adalah periode sebelum, selama dan sesudah operasi berlangsung, yang mana tugas seorang perawat yaitu memberikan kenyamanan terhadap pasien supaya saat dilaksanakannya operasi hingga paska operasi sampai pemulihan pasien, sampai pasien sembuh,  pasien merasa nyaman dan tercukupi kebutuhan – kebutuhannya.
       Dalam fase penyembuhan apabila pasien sudah diperbolehkan pulang tugas perawat yaitu memberikan penyuluhan tindakan perawatan diri pasien, terhadap keluarga dan pasien itu sendiri, supaya terjaga kesehatan pasien dan terawat dengan baik, sehingga pasien sehat seperti sediakala.

B.     Saran
                          Hendaknya mahasiswa dapat benar – benar memahami dan mewujud nyatakan peran perawat yang prefesional, serta dapat melaksanakan tugas – tugas dengan penuh tanggung jawab, dan selalu mengembangkan ilmu keperawatan.










DAFTAR PUSTAKA

Effendy, Christantie dan Ag. Sri Oktri Hastuti. 2005 . Kiat Sukses menghadapi Operasi. Yogyakarta : Sahabat Setia
Sjamsulhidayat, R. dan Wim de Jong. 1998. Buku Ajar Imu Bedah Edisi revisi, Jakarta : EGC.
http://athearobiansyah.blogspot.com/2008/01/keperawatan-perioperatif.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar