BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang
Komunikasi merupakan proses yang
sangat khusus dan berarti dalam hubungan antar manusia. Pada profesi
keperawatan komunikasi menjadi lebih bermakna karena merupakan metoda utama
dalam mengimplementasikan proses keperawatan. Pengalaman ilmu untuk menolong
sesama memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang besar (Abdalati,
1989).
Untuk itu perawat memerlukan
kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang mencakup ketrampilan intelektual,
tehnical dan interpersonal yang tercermin dalam perilaku “caring” atau kasih
sayang / cinta (Johnson, 1989) dalam berkomunikasi dengan orang lain.
Perawat yang memiliki ketrampilan
berkomunikasi secara terapeutik tidak saja akan mudah menjalin hubungan rasa
percaya dengan klien, mencegah terjadinya masalah legal, memberikan kepuasan
profesional dalam pelayanan keperawatan dan meningkatkan citra profesi
keperawatan serta citra rumah sakit, tetapi yang paling penting adalah
mengamalkan ilmunya untuk memberikan pertolongan terhadap sesama manusia.
2.
Tujuan
1. Untuk
mengetahui komunikasi dalam proses keperawatan.
2. Untuk
mengetahui Komunikasi terapeutik dalam keperawatan.
3.
Rumusan
Masalah
a. Apakah
Pengaruh Hubungan Komunikasi Terapeutik Antara Perawat dengan
Klien ?
b. Bagaimana
Perbedaan Hubungan Sosial dan Komunikasi Terapeutik ?
c. Apa
Perilaku,Pikiran dan Perasaan Seseorang di Lihat dari Teori Johari
Window ?
d. Apakah
yang di maksud Peningkatan Kesadaran Diri ?
e. Apakah
Tugas Perawat pada Setiap Fase Hubungan ?
BAB II
PEMBAHASAN
PENGERTIAN
KOMUNIKASI TERAPEUTIK
Komunikasi terapeutik adalah suatu
pengalaman bersama antara perawat klien yang bertujuan untuk menyelesaikan
masalah klien yang mempengaruhi perilaku pasien. Hubungan perawat klien yang
terapeutik adalah pengalaman belajar bersama dan pengalaman dengan menggunakan
berbagai tekhnik komunikasi agar perilaku klien berubah ke arah positif
seoptimal mungkin. Untuk melaksanakan komunikasi terapeutik yang efektif
perawat harus mempunyai keterampilan yang cukup dan memahami tentang dirinya.
Tujuan
komunikasi terapeutik adalah :
a. Membantu klien untuk memperjelas
dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk
mengubah situasi yang ada bila klien pecaya pada hal yang diperlukan.
b. Mengurangi keraguan, membantu
dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan
mempertahankan kekuatan egonya.
c. Mempengaruhi orang lain,
lingkungan fisik dan dirinya sendiri.
Tujuan
terapeutik akan tercapai bila perawat memiliki karakteristik sebagai berikut
(Hamid,1998):
a. Kesadaran diri.
b. Klarifikasi nilai.
c. Eksplorasi perasaan.
d. Kemampuan untuk menjadi model
peran.
e. Motivasi altruistik.
f.
Rasa tanggung jawab dan etik.
C. Fungsi komunikasi terapetik
Fungsi komunikasi terapeutik adalah
untuk mendorong dan mengajarkan kerja sama antara perawat dan pasien melalui
hubungan perawat dan pasien. Perawat berusaha mengungkap perasaan,
mengidentifikasi dan mengkaji masalah serta mengevaluasi tindakan yang
dilakukan dalam perawatan (Purwanto, 1994).
Prinsip-prinsip
komunikasi adalah:
·
Klien harus merupakan fokus utama dari
interaksi
·
Tingkah laku professional mengatur
hubungan terapeutik
·
Membuka diri dapat digunakan hanya pada
saat membuka diri mempunyai tujuan terapeutik
·
Hubungan sosial dengan klien harus
dihindari
·
Kerahasiaan klien harus dijaga
·
Kompetensi intelektual harus dikaji
untuk menentukan pemahaman
·
Implementasi intervensi berdasarkan
teori
·
Memelihara interaksi yang tidak menilai,
dan hindari membuat penilaian tentang tingkah laku klien dan memberi nasihat
·
Beri petunjuk klien untuk
menginterprestasikan kembali pengalamannya secara rasional
·
Telusuri interaksi verbal klien melalui
statemen klarifikasi dan hindari perubahan subyek/topik jika perubahan isi
topik tidak merupakan sesuatu yang sangat menarik klien.
Komponen
Komunikasi Terapeutik
Model struktural dari komunikasi
mengidentifikasi lima komponen fungsional berikut (Hamid, 1998):
a.Pengirim : yang menjadi asal dari
pesan.
b.Pesan :suatu unit informasi yang
dipindahkan dari pengirimkepada penerima.
c.Penerima : yang mempersepsikan
pesan, yang perilakunya dipengaruhi oleh pesan.
d.Umpan balik : respon dari
penerima pesan kepada pengirim pesan.
e.Konteks : tatanan di mana
komunikasi terjadi.
Jika perawat mengevaluasi proses
komunikasi dengan menggunakan lima elemen struktur ini maka masalah-masalah
yang spesifik atau kesalahan yang potensial dapat diidentifikasi.
Menurur Roger, terdapat beberapa
karakteristik dari seorang perawat yang dapat memfasilitasi tumbuhnya hubungan
yang terapeutik.Karakteristik tersebut antara lain:
a. Kejujuran (trustworthy); Kejujuran merupakan
modal utama agar dapat melakukan komunikasi yang bernilai terapeutik, tanpa
kejujuran mustahil dapat membina hubungan saling percaya. Klien hanya akan
terbuka dan jujur pula dalam memberikan informasi yang benar hanya bila yakin
bahwa perawat dapat dipercaya.
b. Tidak membingungkan dan cukup ekspresif; Dalam
berkomunikasi hendaknya perawat menggunakan kata-kata yang mudah dimengerti
oleh klien. Komunikasi nonverbal harus mendukung komunikasi verbal yang
disampaikan. Ketidaksesuaian dapat menyebabkan klien menjadi bingung.
c.Bersikap positif; Bersikap positif dapat
ditunjukkan dengan sikap yang hangat, penuh perhatian dan penghargaan terhadap
klien. Roger menyatakan inti dari hubungan terapeutik adalah kehangatan,
ketulusan, pemahaman yang empati dan sikap positif.
d.Empati bukan simpati; Sikap empati sangat
diperlukan dalam asuhan keperawatan, karena dengan sikap ini perawat akan mampu
merasakan dan memikirkan permasalahan klien seperti yang dirasakan dan
dipikirkan oleh klien. Dengan empati seorang perawat dapat memberikan
alternatif pemecahan masalah bagi klien, karena meskipun dia turut merasakan
permasalahan yang dirasakan kliennya, tetapi tidak larut dalam masalah tersebut
sehingga perawat dapat memikirkan masalah yang dihadapi klien secara objektif.
Sikap simpati membuat perawat tidak mampu melihat permasalahan secara objektif
karena dia terlibat secara emosional dan terlarut didalamnya.
e. Mampu melihat permasalahan klien dari kacamata
klien; Dalam memberikan asuhan keperawatan perawat harus berorientasi pada
klien, (Taylor, dkk ,1997). Untuk itu agar dapat membantu memecahkan masalah
klien perawat harus memandang permasalahan tersebut dari sudut pandang klien.
Untuk itu perawat harus menggunakan terkhnik active listening dan kesabaran
dalam mendengarkan ungkapan klien. Jika perawat menyimpulkan secara
tergesa-gesa dengan tidak menyimak secara keseluruhan ungkapan klien akibatnya
dapat fatal, karena dapat saja diagnosa yang dirumuskan perawat tidak sesuai
dengan masalah klien dan akibatnya tindakan yang diberikan dapat tidak membantu
bahkan merusak klien.
f. Menerima klien apa adanya; Jika seseorang
diterima dengan tulus, seseorang akan merasa nyaman dan aman dalam menjalin
hubungan intim terapeutik. Memberikan penilaian atau mengkritik klien
berdasarkan nilai-nilai yang diyakini perawat menunjukkan bahwa perawat tidak
menerima klien apa adanya.
g. Sensitif terhadap perasaan klien; Tanpa kemampuan
ini hubungan yang terapeutik sulit terjalin dengan baik, karena jika tidak
sensitif perawat dapat saja melakukan pelanggaran batas, privasi dan
menyinggung perasaan klien.
h. Tidak mudah terpengaruh oleh masa lalu klien
ataupun diri perawat sendiri; Seseorang yang selalu menyesali tentang apa yang
telah terjadi pada masa lalunya tidak akan mampu berbuat yang terbaik hari ini.
Sangat sulit bagi perawat untuk membantu klien, jika ia sendiri memiliki
segudang masalah dan ketidakpuasan dalam hidupnya.
Fase
Hubungan Komunikasi Terapeutik.
(1) fase preinteraksi
(2) fase perkenalan atau orientasi
(3) fase kerja
(4) fase terminasi.
1.
Pengaruh
Hubungan Komunikasi Terapeutik Antara Perawat dengan Klien
Hubungan
terapeutik perawat-klien adalah pengalaman belajar bersama dan pengalaman untuk
memperbaiki emosi klien. Dalam hubungan ini perawat memakai diri sendiri dan
teknik pendekatan yang khusus dalam bekerja dengan klien untuk memberi
pengertian dan merubah perilaku klien.
Secara umum tujuan hubungan
terapeutik adalah untuk perkembangan klien (Stuart dan Sundeen, 1987; 96),
yaitu:
1. Kesadaran diri, penerimaan diri dan penghargaan
diri yang meningkat
2. Pengertian yang jelas tentang identitas diri dan
integritas diri ditingkatkan
3.Kemampuan untuk membina hubungan intim
interdependen, pribadi dengan kecakapan menerima dan memberi kasih sayang.
4.Meningkatkan fungsi dan kemampuan untuk memenuhi
kebutuhan dan mencapai tujuan pribadi yang realistis.
Untuk mencapai tujuan di atas,
berbagai aspek kehidupan klien akan diekspresikan selama berhubungan dengan
perawat. Perawat akan mendorong klien untuk mengekspresikan perasaan, pikiran
dan persepsi serta dihubungkan dengan perilaku yang tampak (hasil observasi dan
laporan). Area yang diidentifikasi sebagai konflik dan kecemasan perlu
diklarifikasi. Penting bagi perawat untuk mengidentifikasi kemampuan klien dan
mengoptimalkan kemampuan melakukan hubungan sosial dan keluarga. Komunikasi
akan menjadi baik dan perilaku maladaptif akan berubah jika klien sudah mencoba
pola perilaku dan koping baru yang konstruktif.
Status klien dalam hubungan
terapeutik perawat-klien sudah berubah dari dependen menjadi interdependen.
Pada waktu yang lalu, perawat mengambil keputusan untuk klien, saat ini perawat
memberi alternatif dan membantu klien dalam proses pemecahan masalah (Cook dan Fontaine,
1987; 14).
Di dalam hubungan terapeutik
perawat-klien, perawat memakai dirinya secara terapeutik dalam membantu klien,
perlu mengenal dirinya, termasuk perilaku, perasaan, pikiran dan nilai agar
asuhan yang diberikan tetap berkualitas dan menguntungkan klien.
Makalah ini akan menguraikan
bagaimana meningkatkan kesadaran diri perawat agar berkembang kualitasnya dalam
memberikan asuhan keperawatan yang mencakup uraian tentang tahap hubungan
perawat-klien, sifat hubungan dan teknik komunikasi dalam berhubungan.
2.
Perbedaan
Hubungan Sosial dan Komunikasi Terapeutik
Komunikasi
Sosial
|
Komunikasi Terapeutik
|
· Definisi
Komunikasi
adalah pemindahan informasi dari satu orang ke orang lain terlepas percaya
atau tidak (Harold Koont dan CYRIL o’Donell).
Komunikasi adalah proses pengoperasian
lambang-lambang yang mengandung pengertian antara individu-individu (William
Ablig).
·
Tujuan
1. Mampu
memahami perilaku orang lain
2. Mengenali
perilaku bila setuju dan tidak setuju
3. Memahami
perlunya memberi pujian
4. Menciptakan
hubungan personal yang baik
5. Memperoleh
informasi tentang situasi atau sikap tertentu
6. Untuk
menentukan suatu kesanggupan
7. Untuk
meneliti pola kesehatan
8. Mendorong
untuk bertindak
9. Memberi
nasehat
·
Komponen Komunikasi
1.
Komunikator : Penyampaian
informasi atau sumber informasi.
2.Komunikan
: Penerima informasi, pemberi respon terhadap stimulus.
3.Pesan
: Gagasan, pendapat, stimulus, fakta, informasi.
4.Media
: Saluran yang dipakai untuk menyampaikan pesan.
5.Kegiatan
“Encoding” : Perumusan pesan oleh komunikator.
6.Kegiatan
“Decoding” : Penafsiran pesan oleh komunikan.
|
·
Definisi
Komunikasi terapeutik adalah suatu pengalaman
bersama antara perawat klien yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah klien
yang mempengaruhi perilaku pasien.
·
Tujuan
a. Kesadaran diri.
b. Klarifikasi nilai.
c. Eksplorasi perasaan.
d. Kemampuan untuk menjadi model
peran.
e. Motivasi altruistik.
f. Rasa tanggung jawab dan etik.
·
Lima komponen fungsional berikut
(Hamid, 1998) :
1. Pengirim
: yang menjadi asal dari pesan
2. Pesan
: suatu unit informasi yang dipindahkan dari pengirim kepada penerima
3. Penerima
: yang mempersepsikan pesan, yang perilakunya diengaruhi oleh pesan.
4. Umpan
balik : respon dari penerimaan pesan kepada pengirim pesan
5. Konteks
: tatanan di mana komunikasi terjadi
|
3. Perilaku,Pikiran dan Perasaan
Seseorang di Lihat dari Teori Johari Window
Jendela Johari (Johari Window)
adalah konsep komunikasi yang diperkenalkan oleh Joseph Luth dan Harry Ingram
(karenanya disebut Johari). Jendela Johari pada dasarnya menggambarkan tingkat
saling pengertian antarorang yang berinteraksi. Jendela Johari ini mencerminkan
tingkat keterbukaan seseorang yang dibagi dalam empat kuadran, Kuadran-kuadran
tersebut bisa dijelaskan sebagai berikut:
•
Open
Menggambarkan keadaan atau hal yang
diketahui diri sendiri dan orang lain. Hal-hal tersebut meliputi sifat-sifat,
perasaan-perasaan, dan motivasi-motivasinya. Orang yang “Open” bila bertemu
dengan seseorang akan selalu membuka diri dengan menjabat tangan atau secara
formal memperkenalkan diri bila berjumpa dengan seseorang. Diri yang terbuka,
mengetahui kelebihan dan kekurangan diri sendiri demikian juga orang lain
diluar dirinya dapat mengenalinya.
•
Blind
Disebut “Blind” karena orang itu
tidak mengetahui tentang sifat-sifat, perasaan-perasaan dan
motivasi-motivasinya sendiri padahal orang lain melihatnya. Sebagai contoh, ia
bersikap seolah-olah seorang yang sok akrab, padahal orang lain melihatnya
begitu berhati-hati dan sangat tertutup, tampak formal dan begitu menjaga jarak
dalam pergaulan. Orang ini sering disebut sebagai seseorang yang buta karena
dia tidak dapat melihat dirinya sendiri, tidak jujur dalam menampilkan dirinya
namun orang lain dapat melihat ketidak tulusannya.
•
Hidden
Ada hal-hal atau bagian yang saya
sendiri tahu, tetapi orang lain tidak. Hal ini sering teramati, ketika
seseorang menjelaskan mengenai keadaan hubungannya dengan seseorang. “Saya
ingat betul bagaimana rasanya dikhianati pada waktu itu, padahal aku begitu
mempercayainya”. Luka hati masa lalunya tidak diketahui orang lain, tetapi ia
sendiri tak pernah melupakannya.
•
Unknown
Dikatakan “Unknown”, karena baik
yang bersangkutan, maupun orang lain dalam kelompoknya tidak mengetahui hal itu
secara individu. Sepertinya semua serba misterius
Jendela Johari juga bisa menjelaskan tingkat
keterbukaan seseorang terhadap dirinya sendiri maupun orang lain.
Orang
tipe I:
Merupakan orang yang terbuka.
Terbuka kepada orang lain dan terbuka untuk orang lain menilai dan memberi
masukan tentang dirinya.
Orang
tipe II :
Merupakan orang yang menyembunyikan
sebagian dari kebenaran tentang dirinya. Artinya ada hal-hal atau bagian yang
dia sendiri tahu tapi orang lain tidak. Contohnya orang yang sakit hati dengan
orang lain. Orang lain belum tentu tahu, tapi dia tahu.
Orang
tipe III:
Merupakan orang yang buta. Disebut
buta karena orang itu tidak tahu tentang sifat-sifat, perasaan-perasaan dan
motivasi-motivasinya sendiri padahal orang lain melihatnya. Contohnya adalah
orang yang sok akrab, padahal orang lain melihat dia sebagai seorang yang
sangat berhati-hati dan tertutup, formal dan begitu menjaga jarak dalam
pergaulan.
Orang
tipe IV:
Merupakan orang tipe paling
tertutup. Tidak mau membuka dirinya keluar maupun menerima
pendapat/masukan/feedback dari luar. Panggilan yang tepat untuk yang yang
demikian adalah orang yang misterius.
Johari Window atau Jendela Johari
merupakan salah satu cara untuk melihat dinamika dari self-awareness, yang
berkaitan dengan perilaku, perasaan, dan motif kita. Model yang diciptakan oleh
Joseph Luft dan Harry Ingham di tahun 1955 ini berguna untuk mengamati cara
kita memahami diri kita sendiri sebagai bagian dari proses komunikasi.
Johari Awareness Model terdiri dari
sebuah persegi yang terbagi menjadi empat kuadran, yaitu OPEN, BLIND, HIDDEN,
dan UNKNOWN.
- Kuadran 1 (Open) merujuk kepada perilaku,
perasaan, dan motivasi yang diketahui oleh diri kita sendiri dan orang lain.
(Quadrant 1, the open quadrant, refers to behavior, feelings, and motivation
known to self and others)
- Kuadran 2 (Blind) merujuk kepada perilaku,
perasaan, dan motivasi yang diketahui oleh orang lain, tetapi tidak diketahui
oleh diri kita sendiri. (Quadrant 2, the blind quadrant, refers to behavior,
feelings, and motivation known to others but not to self)
- Kuadran 3 (Hidden) merujuk kepada perilaku,
perasaan, dan motivasi yang diketahui oleh diri kita sendiri, tetapi tidak
diketahui oleh orang lain. (Quadrant 3, the hidden quadrant, refers to
behavior, feelings, and motivation known to self but not to others)
- Kuadran 4 (Unknown) merujuk kepada perilaku,
perasaan, dan motivasi yang tidak diketahui, baik oleh diri kita sendiri
ataupun oleh orang lain. (Quadrant 4, the unknown quadrant, refers to behavior,
feelings, and motivation known neither to self nor others)
Tes Jendela Johari dilakukan dengan
memberi daftar berisi 55 kata sifat kepada subyek tes. Dari 55 kata sifat
tersebut, subyek tes akan diminta untuk memilih lima atau enam kata sifat yang
paling mencerminkan diri mereka. Anggota peer dari subyek tes ini kemudian akan
diberikan daftar yang sama dan diminta untuk memilih lima atau enam kata sifat
yang menurut mereka paling menggambarkan pribadi sang subyek tes. Hasil
tersebut akan dicek silang dan dimasukkan dalam kuadran-kuadran yang tersedia.
Ke 55 kata sifat tersebut adalah: able, accepting,
adaptable, bold, brave, calm, caring, cheerful, clever, complex, confident,
dependable, dignified, energetic, extroverted, friendly, giving, happy,
helpful, idealistic, independent, ingenious, intelligent, introverted, kind,
knowledgeable, logical, loving, mature, modest, nervous, observant, organized,
patient, powerful, proud, quiet, reflective, relaxed, religious, responsive,
searching, self-assertive, self-conscious, sensible, sentimental, shy, silly,
spontaneous, sympathetic, tense, dan trustworthy.
Joseph Luft berpendapat bahwa kita
harus terus meningkatkan self-awareness kita dengan mengurangi ukuran dari
Kuadran 2-area Blind kita. Kuadran 2 merupakan area rapuh yang berisikan apa
yang orang lain ketahui tentang kita, tapi tidak kita ketahui, atau lebih kita
anggap tidak ada dan tidak kita pedulikan. Mengurangi are Blind kita juga
berarti bahwa kita memberbesar Kuadran 1 kita-area Open, yang dapat berarti
bahwa self-awareness serta hubungan interpersonal kita mungkin akan mengalami
peningkatan.
4. Peningkatan Kesadaran Diri
Perawat merupakan profesi yang
menolong manusia untuk beradaptasi secara positif terhadap stres yang dialami.
Pertolongan yang diberikan harus bersifat terapeutik.
Instrumen utama yang dipakai adalah
DIRI PERAWAT SENDIRI. Analisa diri sendiri merupakan dasar utama untuk dapat
memberikan asuhan yang berkualitas
Fokus Analisa Diri :
1.
Kesadaran diri
- Perawat
perlu menjawab pertanyaan “Siapa saya”
- Perawat
harus dapat mengkaji perasaan, perilakunya secara pribadi maupun sebagai
pemberi perawatan.
- Kesadaran
diri akan membuat perawat menerima perbedaan dan keunikan klien.
- “ JOHARI WINDOW” menggambarkan tentang perilaku,
fikiran, perasaan seseorang sebagai berikut :
Diketahui oleh diri sendiri dan orang lain
ü Hanya
diketahui oleh orang lain
ü Hanya
diketahui oleh diri sendiri
ü Tidak
diketahui oleh siapapun
3 Prinsip Johari Window
1.
Perubahan satu kuadran akan mempengaruhi kuadran yang lain.
2. Jika
kuadran 1 paling kecil, bermakna komunikasi buruk dan kesadaran diri kurang.
3.
Kuadran 1 paling besar , bermakna individu memiliki kesadaran diri
tinggi.
Cara meningkatkan kesadaran diri :
1.
Mempelajari diri sendiri
2.
Belajar dari orang lain
3.
Membuka Diri
Klarifikasi Nilai :
Perawat sebaiknya mempunyai sumber kepuasan yang
cukup , sehingga tidak menggunakan klien sebagai sumber kepuasan dan
keamanannya.
Eksplorasi Perasaan :
Perawat perlu terbuka dan sadar akan perasaannya ,
dengan demikian perawat akan mendapat informasi tentang :
1. Bagaimana responnya pada klien
2.
Bagaimana penampilannya pada klien
Kemampuan Menjadi Model :
Perawat yang memiliki masalah pribadi misalnya :
hubungan interpersonal yang terganggu akan berdampak pada hubungannya dengan
klien.
5. Tugas Perawat pada Setiap Fase
Hubungan
FASE
PRA INTERAKSI
Fase pra interaksi dimulai sebelum
kontak pertama dengan klien. Perawat mengeksplorasi perasaan, fantasi dan
ketakutannya sehingga kesadaran dan kesiapan perawat untuk melakukan hubungan
dengan klien dapat dipertanggungjawabkan.
Perawat yang sudah berpengalaman
dapat menganalisa diri sendiri serta nilai tambah pengalamannya berguna agar
lebih efektif dalam memberikan asuhan keperawatan. Ia seharusnya mempunyai
konsep diri yang stabil dan harga diri yang adekuat, mempunyai hubungan yang
konstruktif dengan orang lain dan berpegang pada kenyataan dalam menolong klien
(Stuart dan Sundeen, 1987; 105).
Pemakaian diri secara terapeutik
berarti memaksimalkan pemakaian kekuatan dan meminimalkan pengaruh kelemahan
diri dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien.
·
Prainteraksi
• Eksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutan sendiri
• Analisa kekuatan-kelemahan profesional
• Dapatkan data tentang klien jika mungkin
• Rencanakan pertemuan pertama
Orientasi
• Tentukan alasan klien minta pertolongan
• Bina rasa percaya, penerimaan dan komunikasi
terbuka
• Rumuskan kontrak pertama
• Eksplorasi pikiran, perasaan dan perilaku klien
• Identifikasi masalah klien
• Rumuskan tujuan dengan klien
FASE
ORIENTASI
Fase ini dimulai pada saat
pertemuan pertama dengan klien. Hal utama yang perlu dikaji adalah alasan klien
minta pertolongan yang akan mempengaruhi terbinanya hubungan perawat-klien.
Dalam memulai hubungan, tugas utama
perawat adalah membina rasa percaya, penerimaan dan pengertian, komunikasi yang
terbuka dan perumusan kontrak dengan klien. Elemen-elemen kontrak (lihat Tabel
3) perlu diuraikan dengan jelas kepada klien sehingga kerjasama dapat dilakukan
secara optimal. Diharapkan klien berperan serta secara penuh dalam kontrak, tetapi
pada kondisi tertentu misalnya pada klien dengan gangguan realitas, maka
kontrak dilakukan sepihak dan perawat perlu mengulang kontrak jika kontak
relitas klien meningkat.
Tugas perawat adalah mengeksplorasi
pikiran, perasaan, perbuatan klien dan mengidentifikasi masalah serta
merumuskan tujuan bersama klien.
Elemen
Kontrak Perawat-Klien Pada tahap Orientasi
• Nama individu (perawat dan klien)
• Peran perawat dan klien
• Tanggung jawab perawat dan klien
• Tujuan hubungan
• Tempat pertemuan
• Waktu pertemuan
• Situasi terminasi
• Kerahasiaan
FASE
KERJA
Pada fase kerja perawat dan klien
mengeksplorasi stressor yang tepat dan mendorong perkembangan kesadaran diri
dengan menghubungkan persepsi, pikiran, perasaan dan perbuatan klien. Perawat
membantu klien mengatasi kecemasan, meningkatkan kemandirian dan tanggung jawab
diri sendiri serta mengembangkan mekanisme koping yang konstruktif. Perubahan
perilaku maladaptif menjadi adaptif merupakan fokus fase ini.
FASE
TERMINASI
Terminasi merupakan fase yang sangat
sulit dan penting dari hubungan terapeutik. Rasa percaya dan hubungan intim
yang terapeutik sudah terbina dan berada pada tingkat optimal. Keduanya
(perawat dan klien) akan merasakan kehilangan. Terminasi dapat terjadi pada
saat perawat mengakhiri tugas pada unit tertentu atau klien pulang.
Apapun alasan terminasi, tugas
perawat pada fase ini adalah menghadapi realitas perpisahan yang tidak dapat
diingkari. Klien dan perawat bersama-sama meninjau kembali proses keperawatan
yang telah dilalui dan pencapaian tujuan. Perasaan marah, sedih, penolakan
perlu dieksplorasi dan diekspresikan.
Fase terminasi harus diatasi dengan
memakai konsep proses kehilangan. Proses terminasi yang sehat akan memberi
pengalaman positif dalam membantu klien mengembangkan koping untuk perpisahan.
Reaksi klien dalam menghadapi terminasi dapat bermacam cara. Klien mungkin
mengingkari perpisahan atau mengingkari manfaat hubungan. Klien dapat
mengekspresikan perasaan marah dan bermusuhannya dengan tidak menghadiri
pertemuan atau bicara yang dangkal. Terminasi mendadak dan tanpa persiapan
mungkin dipersepsikan klien sebagai penolakan atau perilaku klien kembali pada
perilaku sebelumnya dengan harapan perawat tidak akan mengakhiri hubungan
kerena klien masih memerlukan bantuan.
Perawat
dapat menyampaikan atau mengkaji pesan secara non verbal antara lain:
1. Vokal: nada, kualitas, keras atau lembut,
kecepatan yang semuanya menggambarkan suasana emosi.
2. Gerakan: refleks, postur, ekspresi muka, gerakan
yang berulang atau gerakan-gerakan yang lain. Khusus gerakan dan ekspresi muka
dapat diartikan sebagai suasana hati.
3. Jarak (space): jarak dalam berkomunikasi dengan
orang lain menggambarkan tingkat keintiman hubungan.
4. Sentuhan: dikatakan sangat penting tetapi perlu
mempertimbangkan aspek budaya dan kebiasaan setempat.
·
SIKAP
PERAWAT DALAM BERKOMUNIKASI
Perawat hadir secara utuh (fisik
dan psikologis) pada waktu berkomunikasi dengan klien. Perawat tidak cukup
hanya mengetahui teknik komunikasi dan isi komunikasi tetapi yang sangat
penting adalah sikap atau penampilan dalam berkomunikasi.
·
KEHADIRAN
DIRI SECARA FISIK
Egan (1975, dikutip oleh Kozier dan Erb, 1983; 372)
mengidentifikasi 5 sikap atau cara untuk menghadirkan diri secara fisik, yaitu:
1. Berhadapan. Arti dari posisi ini adalah ”saya
siap untuk anda”.
2. Mempertahankan kontak mata. Kontak mata pada
level yang sama berarti menghargai klien dan menyatakan keinginan untuk tetap
berkomunikasi.
3. Membungkuk ke arah klien. Posisi ini menunjukkan
keinginan untuk mengatakan atau mendengar sesuatu.
4. Mempertahankan sikap terbuka. Tidak melipat kaki
atau tangan menunjukkan keterbukaan untuk berkomunikasi.
5. Tetap relaks. Tetap dapat mengontrol keseimbangan
antara ketegangan dan relaksasi dalam memberi respon terhadap klien.
Sikap fisik dapat pula disebut sebagai perilaku non
verbal yang perlu dipelajari pada setiap tindakan keperawatan. Beberapa
perilaku non verbal yang dikemukakan oleh Clunn (1991; 168-173) yang perlu
diketahui dalam merawat anak adalah:
1.
Gerakan mata.
Gerakan mata dapat dipakai untuk
memberikan perhatian. Kontak mata berkembang pada anak sejak lahir. Kontak mata
antara ibu dan bayi merupakan cara interaksi dan kontak sosial. Perawat perlu
mengetahui perkembangan kontak mata, misalnya usia 2 bulan bayi tersenyum jika
kontak mata dengan ibu. Bayi dan anak memperlihatkan reaksi yang tinggi
terhadap rangsangan visual (Mahler, dikutip oleh Clunn, 1991; 171).
Kontak mata dan ekspresi muka adalah alat pertama
yang dipakai untuk pendidikan dan sosialisasi. Anak sangat mengerti akan
ekspresi ibu yang marah, sedih atau tidak setuju.
2.
Ekspresi muka
Ekspresi muka umumnya dipakai
sebagai bahasa non verbal namun banyak dipengaruhi oleh budaya. Orang yang
tidak percaya pasti akan tampak dari ekspresi muka tanpa ia sadari.
3.
Sentuhan
Sentuhan merupakan cara interaksi
yang mendasar. Konsep diri didasari oleh asuhan ibu yang memperlihatkan
perasaan menerima dan mengakui. Ikatan kasih sayang dibentuk oleh pandangan,
suara dan sentuhan yang menjadi elemen penting dalam pembentukan ego, perpisahan
dan kemandirian (Rubin, dikutip oleh Clunn, 1991, 173).
Sentuhan sangat penting bagi anak
sebagai alat komunikasi dan memperlihatkan kehangatan, kasih sayang yang pada
kemudian hari (dewasa) mengembangkan hal yang sama baginya.
·
KEHADIRAN
DIRI SECARA PSIKOLOGIS
Kehadiran diri secara psikologis
dapat dibagi dalam 2 dimensi yanitu dimensi respon dan dimensi tindakan (Truax,
Carkhoff dan Benerson, dikutip oleh Stuart dan Sundeen, 1987; 126).
·
Dimensi Respon
Dimensi respon terdiri dari respon
perawat yang ikhlas, menghargai, empati dan konkrit. Dimensi respon sangat
penting pada awal berhubungan dengan klien untuk membina hubungan saling
percaya dan komunikasi yang terbuka. Respon ini harus terus dipertahankan
sampai pada akhir hubungan.
1.
Keikhlasan
Perawat menyatakan melalui
keterbukaan, kejujuran, ketulusan dan berperan aktif dalam berhubungan demgan
klien. Perawat berespon dengan tulus, tidak berpura-pura, mengekspresikan
perasaan yang sebenarnya dan spontan.
2.
Menghargai
Perawat menerima klien apa adanya.
Sikap perawat harus tidak menghakimi, tidak mengkritik, tidak mengejek dan
tidak menghina. Rasa menghargai dapat dikomunikasikan melalui: duduk diam
bersama klien yang menangis, minta maaf atas hal yang tidak disukai klien dan
menerima permintaan klien untuk tidak menanyakan pengalaman tertentu.
3.
Empati
Empati merupakan kemampuan masuk
dalam kehidupan klien agar dapat merasakan pikiran dan perasaannya. Perawat
memandang melalui pandangan klien, merasakan melalui perasaan klien dan
kemudian mengidentifikasi masalah klien serta membantu klien mengatasi masalah
tersebut. Melalui penelitian, Mansfield (dikutip oleh Stuart dan Sundeen, 1987;
129) mengidentifikasi perilaku verbal dan non verbal yang menunjukkan tingkat
empati yang tinggi sebagai berikut:
• Memperkenalkan diri kepada klien.
• Kepala dan badan membungkuk ke arah klien.
• Respon verbal terhadap pendapat klien, khususnya
pada kekuatan dan sumber daya klien.
• Kontak mata dan berespon pada tanda non verbal
klien misalnya nada suara, gelisah, ekspresi wajah.
• Tunjukkan perhatian, minat, kehangatan, melalui
ekspresi wajah.
• Nada suara konsisten dengan ekspresi wajah dan
respon verbal.
4. Konkrit
Perawat menggunakan terminologi
yang spesifik, bukan yang abstrak. Hal ini perlu untuk menghindarkan keraguan
dan ketidakjelasan. Ada 3 kegunaannya, yaitu:
• Mempertahankan respon perawat terhadap perasaan
klien
• Memberi penjelasan yang akurat oleh perawat
• Mendorong klien memikirkan masalah yang spesifik.
·
Dimensi Tindakan
Dimensi tindakan tidak dapat
dipisahkan dengan dimensi respon. Tindakan yang dilaksanakan harus dalam
konteks kehangatan dan pengertian. Perawat senior sering segera masuk dimensi
tindakan tanpa membina hubungan yang adekuat sesuai dengan dimensi respon.
Dimensi respon membawa klien pada tingkat penilikan diri yang tinggi dan
kemudian dilanjutkan dengan dimensi tindakan.
Dimensi tindakan terdiri dari
konfrontasi, kesegeraan, keterbukaan, emotional chatarsis dan bermain peran
(Stuart dan Sundeen, 1987; 131)
1.
Konfrontasi.
Konfrontasi merupakan ekspresi
perasaan perawat tentang perilaku klien ynag tidak sesuai. Carkhoff (dikutip
oleh Stuart dan Sundeen, 1987; 131), mengidentifikasi 3 katagori konfrontasi,
yaitu:
a. Ketidaksesuaian antara konsep diri klien
(ekspresi klien tentang dirinya) dan ideal diri klien (keinginan klien)
b. Ketidaksesuaian antara ekspresi non verbal dan
perilaku klien.
c. Ketidaksesuaian antara pengalaman klien dan pengalaman
perawat.
Konfrontasi berguna untuk
meningkatkan kesadaran klien terhadap kesesuaian perasaan, sikap, kepercayaan
dan perilaku. Konfrontasi dilakukan secara asertif, bukan marah atau agresif.
Sebelum melakukan konfrontasi
perawat perlu mengkaji antara lain: tingkat hubungan saling percaya, waktu yang
tepat, tingkat kecemasan klien dan kekuatan koping klien. Konfrontasi sangat
diperlukan pada klien yang telah mempunyai kesadaran diri tetapi perilakunya
belum berubah.
2.
Kesegeraan
Kesegeraan berfokus pada interaksi dan hubungan
perawat-klien saat ini. Perawat sensitif terhadap perasaan klien dan
berkeinginan membantu dengan segera.
3.
Keterbukaan
Perawat harus terbuka memberikan informasi tentang
dirinya, ideal diri, perasaan, sikap dan nilai yang dianutnya. Perawat membuka
diri tentang pengalaman yang berguna untuk terapi klien. Tukar pengalaman ini
memberi keuntungan pada klien untuk mendukung kerjasama dan memberi sokongan.
Melalui penelitian ditemukan bahwa peningkatan
keterbukaan antara perawat-klien dapat menurunkan tingkat kecemasan
perawat-klien (Johnson, dikutip oleh Stuart dan Sundeen, 1987; 134).
4.
Emotional Chatarsis
Emotional chatarsis terjadi jika
klien diminta bicara tentang hal yang sangat mengganggu dirinya. Ketakutan,
perasaan dan pengalaman dibuka dan menjadi topik diskusi antara perawat-klien.
Perawat harus dapat mengkaji
kesiapan klien mendiskusikan masalahnya. Jika klien mengalami kesukaran
mengekspresikan perasaannya, perawat dapat membantu dengan mengekspresikan
perasaannya jika berada pada situasi klien.
5.
Bermain Peran
Bermain peran adalah melakukan
peran pada situasi tertentu. Hal ini berguna untuk meningkatkan kesadaran dalam
berhubungan dan kemampuan melihat situasi dari pandangan orang lain. Bermain
peran menjembatani anatara pikiran serta perilaku dan klien akan merasa bebas
mempraktekkan perilaku baru pada lingkungan yang aman.
Ringkasan dimensi respon dan
tindakan dapat dilihat pada Tabel 4. Perawat senantiasa harus mencoba berbagai
teknik, cara dan sikap yang dapat meningkatkan efektivitas komunikasi dan
hubungan perawat-klien.
BAB III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
·
Kemampuan menerapkan teknik komunikasi
terapeutik memerlukan latihan dan kepekaan serta ketajaman perasaan, karena
komunikasi terjadi tidak dalam kemampuan tetapi dalam dimensi nilai, waktu dan
ruang yang turut mempengaruhi keberhasilan komunikasi yang terlihat melalui
dampak terapeutiknya bagi klien dan juga kepuasan bagi perawat.
·
Tujuan
komunikasi terapeutik adalah :
a. Membantu klien untuk memperjelas
dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk
mengubah situasi yang ada bila klien pecaya pada hal yang diperlukan.
b. Mengurangi keraguan, membantu
dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan
mempertahankan kekuatan egonya.
c. Mempengaruhi orang lain,
lingkungan fisik dan dirinya sendiri.
·
Tugas
prwt dlm tiap-tiap fase
Prainteraksi :Mengekplorasi perasaan, harapan,
dan rasa takut diri sendiri.
Menganalisa
kemamp. & kekurangan diri
Mengumpulkan
data klien (bila mungkin)
Merencanakan
pertemuan pertama dgn klien
Orientasi :Mengidentifikasi alasan klien
meminta bantuan
Membangun
trust, menerima, dan membuka komunikasi
Bersama-sama
membuat kontrak
Mengekplorasi
pikiran, perasaan, dan tindakan klien
Mengidentifikasi
masalah klien
Menetapkan tujuan dgn klien
Kerja :Mengekplorasi stressor yg
berkaitan
Meningkatkan
insight dan
mekanisme koping klien
Terminasi :Mereview perkembangan terapi dan
tujuan yg tercapai
Mengekplorasi
perasaan satu sama lain;rejeksi,
kehilangan,
kesedihan, dan kemarahan dan dihubungan dgn perilaku.
·
Hambatan
Komunikasi Terapeutik.
1.
Resisten.
2.
Transferens.
3. Kontertransferens.
2. Saran
Dengan
adanya makalah ini diharapkan pembaca dapat memahami bahwa pentingnya
komunikasi dalam kehidupan kita sehari – hari terutama dalam proses pembangunan
dan dalam proses keperawatan dan diharapkan juga bagi pembaca agar dapat
menggunakan bahasa yang sesuai dalam pergaulan sehari – hari, khususnya bagi
pembaca yang berprofesi sebagai seorang perawat atau tenaga medis lainnya agar
dapat berkomunikasi yang baik dengan pasien guna untuk menjalin kersama dengan
pasien dalam melakukan proses keperawatan yang bertujuan untuk kesehatan pasien
serta berkomunikasi dengan baik terhadap rekan kerja dan siapapun yang terdapat
di tempat kita bekerja.
Daftar Pustaka
Jalaluddin Rakhmat, Psikologi
Komunikasi.Cetakan 2004
Koentjoro. 1989. Konsep Pengenalan Diri dalam AMT.
Makalah. Dalam Modul Pelatihan AMT. Jurusan Psikologi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar