Kamis, 15 Januari 2015

Penelitian Kualitatif

A. definisi penelitian kualtatif
menurut bogdan dan taylor cit moleong (2010), menjelaskan metode kualitatif merupakan sebuah prosedu penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maunpun lisan dari orang-orang maupun perilaku yang diamati,
meloeng juga mendifinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah suatu penelitian ilmiah, yang bertujuan untuk memahami suatu fenomena,\
ciri-ciri penelitian kualitatif
1. mempunyai setting yang alami sebagai sumber data
2. meupakan penelitian deskriftif
3. lebih memperhatikan proses daripada produk
4. menganalisis data secara konduktif
5. menitikberatkan pada makna bukan sekedar perilaku yang tampak
tujuan penelitian kualitatif (WHO)
1. mengeksplorasi masalah kesehatan
2. mengidentifikasi strategi intervensi dan terget populasi
3. mengedentifikasi presepsi lokal
4. meneliti kelayakan, akseptabilitas
5. mengembangkan kegiatan dan materi komunikasi, intervensi
6. mengidentifikasi msalah masalah dalam intervensi
7. membantu interprestasi
8. merancang instrumen penelitian

Rabu, 14 Januari 2015

Lagi suka dengerin lagunya Taylor Swift - 22,, Like this !!!


IT FEELS LIKE A PERFECT NIGHT TO DRESS UP LIKE HIPSTERS
AND MAKE FUN OF OUR EXES, AH AH, AH AH.
IT FEELS LIKE A PERFECT NIGHT FOR BREAKFAST AT MIDNIGHT
TO FALL IN LOVE WITH STRANGERS, AH AH, AH AH.

YEAH,
WE’RE HAPPY FREE CONFUSED AND LONELY AT THE SAME TIME
IT’S MISERABLE AND MAGICAL, OH, YEAH
TONIGHT’S THE NIGHT WHEN WE FORGET ABOUT THE DEADLINES
IT’S TIME

OH OH!
I DON’T KNOW ABOUT YOU
BUT I’M FEELING 22
EVERYTHING WILL BE ALRIGHT
IF YOU KEEP ME NEXT TO YOU
YOU DON’T KNOW ABOUT ME
BUT I’LL BET YOU WANT TO
EVERYTHING WILL BE ALRIGHT
IF WE JUST KEEP DANCING LIKE WE’RE
22
22

IT SEEMS LIKE ONE OF THOSE NIGHTS,
THIS PLACE IS TOO CROWDED.
TOO MANY COOL KIDS, AH AH, AH AH (WHO’S TAYLOR SWIFT ANYWAY, EW?)
IT SEEMS LIKE ONE OF THOSE NIGHTS,
WE DITCH THE WHOLE SCENE AND END UP DREAMING
INSTEAD OF SLEEPING.

YEAH,
WE’RE HAPPY FREE CONFUSED AND LONELY IN THE BEST WAY
IT’S MISERABLE AND MAGICAL, OH, YEAH
TONIGHT’S THE NIGHT WHEN WE FORGET ABOUT THE HEARTBREAKS
IT’S TIME

OH OH!
I DON’T KNOW ABOUT YOU
BUT I’M FEELING 22
EVERYTHING WILL BE ALRIGHT
IF YOU KEEP ME NEXT TO YOU
YOU DON’T KNOW ABOUT ME
BUT I’LL BET YOU WANT TO
EVERYTHING WILL BE ALRIGHT (ALRIGHT)
IF WE JUST KEEP DANCING LIKE WE’RE
22
22
I DON’T KNOW ABOUT YOU
22
22

IT FEELS LIKE ONE OF THOSE NIGHTS,
WE DITCH THE WHOLE SCENE.
IT FEELS LIKE ONE OF THOSE NIGHTS,
WE WON’T BE SLEEPING.
IT FEELS LIKE ONE OF THOSE NIGHTS,
YOU LOOK LIKE BAD NEWS,
I GOTTA HAVE YOU,
I GOTTA HAVE YOU.

I DON’T KNOW ABOUT YOU
BUT I’M FEELING 22
EVERYTHING WILL BE ALRIGHT
IF YOU KEEP ME NEXT TO YOU
YOU DON’T KNOW ABOUT ME (YOU DON’T KNOW ABOUT ME)
BUT I’LL BET YOU WANT TO
EVERYTHING WILL BE ALRIGHT
IF WE JUST KEEP DANCING LIKE WE’RE
22
22
22, YEAH, YEAH
22, YEAH, YEAH

IT FEELS LIKE ONE OF THOSE NIGHTS,
WE DITCH THE WHOLE SCENE
IT FEELS LIKE ONE OF THOSE NIGHTS,
WE WON’T BE SLEEPING
IT FEELS LIKE ONE OF THOSE NIGHTS,
YOU LOOK LIKE BAD NEWS,
I GOTTA HAVE YOU,
I GOTTA HAVE YOU.

Askep Kritis Varises Esofagus

ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS PADA PASIEN VARISES ESOFAGUS
Dosen : Arif Adi Setiawan S.Kep,Ns, CPT







Nama : Amona Ratna Ayu Maya Sari
NIM : 04.11.2979
Kelas : E/KP/VII

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
SURYA GLOBAL YOGYAKARTA
2014




ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS VARISES ESOFAGUS
A. PENGERTIAN
Varises esofagus adalah penyakit yang ditandai dengan pembesaran abnormal pembuluh darah vena di esofagus bagian bawah. Esofagus adalah saluran yang menghubungkan antara kerongkongan dan lambung (buku panduan kerja mahasiwa STIK Muhammadiyah Pontianak).
Varises esofagus adalah konisi yang biasanya berhubungan dengan sirosis dan hipertensi portal dimana vena di esofagus kecil menjadi distensi serta ruptur akibat dari peningkatan tekanan dalam sistem portal (Yasmin Asih dkk, 1998)
Varises esofagus adalah penyakit yang ditandai dengan pembesaran abnormal pembuluh darah vena di esofagus bagian bawah. Varises esofagus terjadi jika aliran darah menuju hati terhalang. Aliran tersebut akan mencari jalan lain, yaitu ke pembuluh darah di esofagus, lambung, atau rektum yang lebih kecil dan lebih mudah pecah. (buku ajar patologi vol.2)
Menurut kelompok varises esofagus adalah pembesaran abnormal pada pembuluh darah vena. Akibat ketidakseimbangan antara tekanan aliran darah dan kemampuan pembuluh darah maka muncul lah pembesaran abnormal pada pembuluh darah vena.
Anatomi Fisiologi Esofagus
Oesophagus (kerongkongan) merupakan salah satu organ pencernaan (Gastro Intestinal Tract) yg membentang dr pharyngoesophageal junction (batas pharynx dan oesophagus) sampai orificium cardiaca gaster. Oesophagus merupakan saluran yang menghubungkan antara pharynx (Laringopharynx/ Hipopharynx) dg gaster (stomaxh/ pylorus/ ventriculus). Makanan di oesophagus hanya lewat, bergerak nya makanan di dalam oesophagus menuju gaster ini dipengaruhi oleh adanya gerakan peristaltic dr oesophagus itu sendiri.



Pembagian Oesophagus
Oesophagus terletak setinggi Vertebrae Cervical VI sampai discus intervertebralis antara Vertebrae Thoracalis X dan Vertebrae Thoracalis XI.



Oesophagus terbagi atas 3 pars, yaitu oesophagus pars cervical, oesophagus pars thoracica dan oesophagus pars abdominalis.

- Oesophagus pars cervical membentang dr pharyngoesophageal junction hingga tepi bawah Vertebra Cervical VII.

- Sedangkan oesophagus pars thoracica membentang dr Vertebrae Thoracica I sampai pd hiatus oesophagus pd diaphragma yang terletak setinggi Vertebrae Thoracica X.
- Sedangkan oesophagus pars abdominalis membentang dr hiatus oesophagus sampai pd orificium cardiaca gaster. Dg kata lain, oesophagus pars abdominalis memiliki skeletopi setinggi Vertebrae Thoracica X hingga Discus Intervertebralis antara Vertebrae thoracica X dan Vertebrae thoracica XI.

Margo Oesophagus
Oesophagus memiliki 2 margo, yaitu margo dextra dan margo sinistra. Margo dextra oesophagus melanjut sbg curvature minor gaster. Sedangkan margo sinistra oesohagus dipisahkan dg fundus gaster oleh incisura cardiac gaster.



Syntopi Oesophagus
- Dextra : ekstremitas superior omentum minus
- Sinistra : lig. Gastrophrenica
- Ventral : truncus vagalis sinistra, lobus hepatis sinistra, arcus aorta, trachea,
- Dorsal : R.oesophageales vasa. Gastrica sinistra, truncus vagalis dextra, vasa phrenica inferior sinistra, crus diaphragm sinistra dan n. sphlancnici.



Penyempitan Oesophagus
Oesophagus memiliki 3 tempat penyempitan, antara lain pd Sphincter oesophageal (pharyngoesophageal junction), di belakang dr arcus aorta, dan pd hiatus oesophagus saat menembus diaphragm.

Vaskularisasi Oesophagus
- Oesophagus bagian 1/3 proximal (oral) divaskularisasi oleh a. thyroidea inferior
- Oesophagus bagian 1/3 medial divaskularisasi oleh cabang dr aorta descendens
- Oesophagus bagian 1/3 distal (anal) divaskularisasi oleh Rr. Oesophageales a. gastric sinistra

Innervasi Oesophagus
Oesophagus diinervasi persarafan simpatis oleh truncus sympaticus dan persarafan parasimpatis oleh n. Vagus (n. X)

Sumber : Diktat Anatomi, Situs Abdominis, ed.2011, Laboratorium Anatomi FK UNISSULA


B. ETIOLOGI
Berbagai penyakit terlibat dalam aliran darah vena porta dan menghasilkan peningkatan tekanan vena porta sehingga membentuk varises esophagus. Penyebab peningkatan vena porta bisa diklasifikasikan berdasarkan prehepatik, intrahepatic dan posthepatic.
Varises esofagus biasanya merupakan komplikasi sirosis hati. Sirosis adalah penyakit yang ditandai dengan pembentukan jaringan parut di gati. Penyebabnya antara lain hepatitis B dan C atau konsumsi alkohol dalam jumlah besar. Penyakit lain yang dapat menyebabkan sirosis adalah tersumbatnya saluran empedu.
Beberapa keadaan lain yang juga dapat menyebabkan varises esofaghus antara lain:
1. Trombosis
Adanya bekuan darah di vena porta atau vena splenikus. Suatu bekuan darah dalam vena portal atau di vena lienalis yang feed ke dalam vena portal, bisa menyebabkan varises esophagus.
2. Sarkoidosis
Ini penyakit radang dimulai di paru – paru, tetapi dapat mempengaruhi hampir setiap organ dalam tubuh termasuk hati. Hal ini jarang menyebabkan sirosis.
3. Schistomiasis
Infeksi parasit ini mempengaruhi jutaan orang di negara berkembang, khususnya bagian Afrika, Amerika Selatan, Karibia, Timur Tengah dan Asia Tenggara. Hal ini dapat merusak hati serta paru-paru, usus dan kandung kemih.
4. Sindrom Budd – Chiari
Dalam kondisi yang jarang, gumpalan darah menyumbat pembuluh darah yang membawa darah keluar dari hati Anda.
5. Gagal jantung kongestif yang parah;
Hal ini terjadi ketika hati tidak dapat memompa cukup darah untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Pada gagal jantung kongestif, darah punggung sampai ke vena antara hati dan sisi kanan jantung anda, meningkatkan tekanan darah dalam vena portal.

C. PATOFISIOLOGI
Varises esofagus terjadi jika aliran darah menuju hati terhalang. Aliran tersebut akan mencari jalan lain yaitu ke pembuluh darah di esofagus, lambung atau rektum yang lebih kecil dan lebih mudah pecah. Tidak imbangnya antara tekanan aliran darah dengan kemampuan pembuluh darah mengakibatkan pembesaran pembuluh darah (varises).
Mayoritas darah dari kerongkongan yang dikeringkan melalui vena esofagus yang membawa terdeoksigenasi darah dari kerongkongan ke vena azigos yang pada gilirannya mengalir langsung ke dalam vena cava superior. Vena ini tidak memiliki bagian dalam pengembangan varises kerongkongan. Darah yang tersisa dari kerongkongan yang mengalir ke vena permukaan lapisan mukosa esofagus, yang mengalir ke pembuluh darah koroner (\kiri vena lambung) yang pada gilirannya mengalir langsung ke dalam vena portal. Vena superfisial (biasanya hanya sekitar 1mm diameter) menjadi buncit sampai dengan 1 – 2 cm diameter dalam hubungan dengan hipertensi portal. Tekanan normal portal adalah sekitar 9 mmHg dibandingkan dengan tekanan vena cava inferior dari 2-6 mmHg. Hal ini menciptakan gradien tekanan normal 3-7 mmHg. Jika naik tekanan portal diatas 12mmHg, gradien ini meningkat menjadi 7-10 mmHg. Sebuah gradien yang lebih besar dari 5 mmHg dianggap hipertensi portal . Pada gradien yang lebih besar dari 10 mmHg.
Aliran darah meskipun sistem portal hepatik yang diarahkan dari hati ke daerah dengan tekanan vena rendah. Ini berarti bahwa sirkulasi agunan berkembang di bawah kerongkongan , dinding perut, perut, dan rektum. Pembuluh darah kecil di daerah ini menjadi buncit, menjadi lebih tipis berdinding, dan muncul sebagai varicosities. Selain itu, kapal ini kurang didukung oleh struktur lain, karena mereka tidak dirancang untuk tekanan tinggi. Dalam situasi di mana portal tekanan meningkat, seperti dengan sirosis, ada pelebaran pembuluh darah di anastomosis, yang mengarah ke varises kerongkongan. Trombosis vena limpa adalah suatu kondisi yang jarang yang menyebabkan varises kerongkongan tanpa tekanan portal mengangkat. splenektomi dapat menyembuhkan pendarahan variceal karena trombosis vena limpa. Varises juga dapat terbentuk di daerah lain dari tubuh, termasuk perut ( varises lambung ), duodenum ( varises duodenum ), dan rektum ( varises dubur ). Pengobatan jenis varises mungkin berbeda.
D. KOMPLIKASI
Kompikasi utama varises esofaghus adalah perdarahan. Varises esofaghus biasanya rentan tejadi perdarahan ulang, terutama dalam 48 jam pertama. Kemungkinan terjadi perdarahan ulang juga meningkat pada penderita usia tua, gagal hati atau ginjal dan pada peminum alkohol.
Komplikas varises esofaghus adalah :
1. Syok hipovolemik
Karena adanya varises esophagus mengakibatkan terjadinya pendarahan, sehingga pasien akan mengalami syok hipovolemik yang mengakibatkan pasien kehilangan darah secara akut/kehilangan cairan.
2. Ensefalopati
Ensefalopati berarti penyakit pada otak.contohnya ensefalopati anoksik umumnya merujuk pada kerusakan otak permanen.
3. Infeksi, misalnya pneumonia aspirasi

E. TANDA dan GEJALA
Adapun tanda dan gejala dari perdarahan varises esofagus antara lain (buku panduan kerja mahasiswa STIK muhammadiyah pontianak) :
1. Syok;
2. Pusing;
3. Sangat haus;
4. Muntah darah;
5. Tinja hitam seperti ter;
6. Kencing menjadi sedikit.

F. PENATALAKSANAAN
Perdarahan pada varises esofagus harus segera diatasi, jika tidak dapat terjadi kematian. Hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi perdarahan antara lain :
1. Ligasi varises
Mengikat pembuluh darah yang sedang berdarah dengan pita elastis. Ini adalah pengobatan pilihan untuk perdarahan varices esophagus. Selama prosedur ini, dokter menggunakan endoskopi untuk menjerat varises dengan band elastis, yang pada dasarnya mencekik pembuluh darah. Ligasi Variceal biasanya menyebabkan komplikasi serius lebih sedikit daripada perlakuan lainnya. Ini juga kurang kemungkinan mengakibatkan pendarahan berulang.
2. Terapi injeksi endoskopi
Menyuntik pembuluh darah dengan larutan tertentu agar pembuluh darah tersebut berhenti berdarah. Pada prosedur ini, perdarahan varises yang disuntikkan dengan solusi yang menyusut mereka. Pendarahan biasanya dikendalikan setelah perawatan satu atau dua, namun komplikasi dapat terjadi, termasuk perforasi kerongkongan dan parut pada esofagus yang dapat menyebabkan gangguan menelan (disfagia).
3. Obat – obatan
Obat berjudul A octreotide (Sandostatin, Sandostatin LAR sering digunakan dalam kombinasi dengan terapi endoskopi untuk mengobati perdarahan dari varises kerongkongan. Octreotide bekerja dengan mengurangi tekanan di varises. Obat ini biasanya berlangsung selama lima hari setelah episode perdarahan.
4. Balon tamponade
Prosedur ini kadang-kadang digunakan untuk menghentikan pendarahan parah sambil menunggu prosedur yang lebih permanen. Tabung A dimasukkan melalui hidung dan ke dalam perut dan kemudian meningkat. Tekanan terhadap pembuluh darah sementara dapat menghentikan pendarahan.
5. Pintasan portosistemik intrahepatik transjugularis.
Shunt Dalam prosedur ini, disebut portosystemic shunt intrahepatik transjugular (TIPS), tabung kecil yang disebut shunt ditempatkan antara vena portal dan vena hati, yang membawa darah dari hati kembali ke jantung. Tabung ini tetap terbuka dengan stent logam. Dengan menyediakan jalur buatan untuk darah melalui hati, shunt sering dapat mengontrol perdarahan dari varises kerongkongan. Tapi TIPS dapat menyebabkan sejumlah komplikasi serius, termasuk gagal hati dan ensefalopati, yang dapat berkembang ketika racun yang biasanya akan disaring oleh hati dilewatkan melalui shunt langsung ke dalam aliran darah. TIPS terutama digunakan ketika semua pengobatan lain gagal atau sebagai tindakan sementara pada orang menunggu pencangkokan hati.




ASUHAN KEPERAWATAN VARISES ESOPAGHUS
A. Pengkajian
Pengkajian pada pasien dengan varises esofagus, meliputi pengkajian anamnesis, pemeriksaan fisik dan pengkajian diagnostik. Pada pengkajian anamnesis, keluhan utama pada pasien varises esofagus bervariasi sesuai dengan manifestasi klinik yang terjadi akibat dari varises esofagus yang mempengaruhi sistem organ. Pada varises esofagus tanpa perdarahan biasanya keluhan masih umum, tetapi biasa mendapatkan keluhan ketidaknyamanan abdomen, mual, muntah, serta anoreksia atau keram otot – otot abdomen. Pada pasien varises esofagus dengan perdarahan, keluhan utama yang sering ditemukan adalah hematemesis dan melena.
Pengkajian riwayat kesehatan dilakukan untuk menggali peremasalahan pada pasien varises esofagus. Pada riwayat keshatan didapatkan adanya keluhan utama lemah, malaise, penurunan berat badan, perubahan pada urin menjadi ikterik atau menjadi gelap, gatal – gatal (biasanya berhubungan dengan obstruksi kantung empedu atau sirosis hati), edema atau asites, dan impotensi atau gangguan seksual.
Penting bagi perawat untunk mengkaji penyakit masa lalu, riwayat dirawat dengan penyakit hati atau riwayat hematemeis atau melena serta riwayat pengguanan obat – obatan masa lalu yang baisa digunakan. Perawat juga mengkaji pola hidup tentang adanya kebiasaan penggunaan alkohol. Pengkajian riwayat keluarga dilakukan untuk mengidentifikasi adanya hubungan penyakit wilson pada generasi terdahulu (Azer,2009). Pengkajian psikososial didapatkan adanya kecemasan akan kondisi penyakit dan pada beberapa pasien perlu mendapat pemenuhaninformasi kesehatan.
Pada pemerikasaan fisik, perawat memulai dengan pemeriksaan keadaan umum dan tingkat zerkesadaran, khususnya apabila ada riwayat hematemesis-melena masif. Pemeriksaan TTV merupakan pemeriksaan penting yang harus dilakukan pada saat penemuan pertama kali. Hipotensi dan brakardia biasa didapatkan. Hal ini untuk mendeteksi adanya tanda-tanda syok hipovolemik akibat perdarahan masif. Pada kondisi kronis biasanya didapatkan pasien terlihat kurus dan penurunan berat badan.

Pemeriksaan fokus pada varises esofagus adalah:
1. Inspeksi
Pasien biasanya terlihat pucat (berhubungan dengan pengeluaran darah dari intravaskular secara progresif), ikterus (berhubungan dengan kegagalan fungsi hati), sianosis akibat penurunan saturasi oksigen. Peningkatan frekuensi napas dan usaha bernapas. Ketidaknyaman pada abdomen, ekspresi nyeri pada saat palpasi ringan abdomen, edema, asites, hematemesis, melena. Periksa adanya distensi vena abdominal. Didapatkan adanya perubahan urine menjadi kuning tua (ikterik) atau menjadi gelap dan dan atrofi dari testis(Azer,2009). Pada pemeriksaan rektal, lihat adanya perubahan warna feses menjadi lebih gelap menandakan perdarahan saluran gastroentestinal atas
2. Auskultasi
Peningkatan peristaltik usus
3. Perkusi
Nyeri ketuk abdomen
4. Palpasi
Nyeri tekan abdomen region hipokondrium kanan dan kiri atau dibawah iga (Azer,2009). Didapatkan adanya pembesaran kelenjar parotis (yang didapat pada pasien disertai alkoholisme dan malnutrisi), pembesaran limpa (splenomegali).
B. Diagnosa Keperawatan
o Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah akut;
o Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan kapasitas angkut oksigen dan faktor-faktor resiko aspirasi;
o Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan aliran intravena.
o Ketakutan (cemas) / ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
o Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit , prognosis, dan kebutuhan pengobatan b/d kurangnya terpapr informasi.
C. INTERVENSI
Intervensi Keperawatan
Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah akut
Pasien akan tetap tetap stabil secara hemodinamik
- Pantau volume cairan setiap jam
- Ukur output urine tiap jam
- Ukur I dan O dan kaji keseimbangan
- Berikan cairan pengganti dan produk darah sesuai instruksi. Pantau adanya reaksi yang merugikan terhadap komponen terapi
- Tirang baring total, baringkan pasien terlentang dengan kaki di tinggikan untuk meningkatkan preload jika pasien mengalami hipotensi. Jika terjadi normotensi tempatkan tinggi bagian kepala tempat tidur pada 450 untuk mencegah aspirasi isi lambung
- Pantau Hb dan Ht
- Pantau elektrolit
- Periksa feses terhadap darah untuk 72 jam setelah masa akut
Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan kapasitas angkut oksigen dan faktor-faktor resiko aspirasi
Pasien akan mempertahankan oksigenasi dan pertukaran gas yang adekuat
- Pantau S02 dengan menggunakan oksimetri atau ABGs
- Pantau bunyi napas dan gejala pulmoner


Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan aliran intravena.
Pasien tidak akan mengalami infeksi nasokomial
- Gunakan suplemen O2 sesuai instruksi
- Pantau suhu tubuh
- Pantau adanya distensi abdomen
- Baringkan pasien pada bagian kepala tempat tidur yang ditinggikan jika segalanya memungkinkan
- Pertahankan fungsi dan potensi NGT dengan tepat
- Atasi segera mual
- Pertahankan kestabilan selang intravena
- Ukur suhu setiap jam
- Pantau sistem intravena terhadap potensi infiltrasi dan tanda – tanda infeksi
- Ganti letak intravena setaip 48 – 72 jam dan jika perlu
- Ganti larutan intravena sedikitnya 24 jam
- Gunakan tekhnik aseptik saat mengganti balutan dan selang. Pertahankan balutan bersih dan steril
- Ukur sel darah putih
Ketakutan (cemas) / ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
Klien menunjukkan relaks dan laporan ansietas menurun sampai tingkat dapat ditangani
Mandiri :
- Catat petunjuk perilaku contoh gelisah, mudah terangsang, kurang kontak mata, perilaku melawan atau menyerang
- Dorong pernyataan takut dan ansietas; berikan umpan balik akui bahwa ini adalah situasi yang menakutkan dan lainya diekspreikan mirip dengan takut. Bantu pasien dalam menyatakan perasaan dengan mendengar dengan aktif
- Berikan informasi akurata nyata tentang apa yang dilakukan misalnya sensasi yang diharapkan, prosedur biasa
- Berikan lingkungan tenng untuk istirahat
- Tunjukkan tekhnik relaksasi contoh visualisasi, latihan napas dalam, bimbngan imajinasi
Kolaborasi :
- Berikan obat sesuai indikasi misal diazeapam (valium); klorazepat (tranxene); alprazolam (xanax)
- Rujuk keperawat psikiatrik penaseha/ agama
Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit , prognosis, dan kebutuhan pengobatan b/d kurangnya terpapr informasi.
Klien menyatakan pemahaman penyebab perdarahannya sendiri (bila tahu) dan penggunaan tindakan pengobatan
Mandiri :
- Tentukan persepsi pasien terhadap penyebab perdarahan
- Berika atau kaji ulang informasi tentang etiologi pada perdarahan, penyebab atau efek hubungan perilaku pola hidup, dan cara menurunkan resiko atau faktor pendukung. Dorong pasien untuk bertanya




DAFTAR PUSTAKA

 http://www.catatandokter.com/2008/02/varises-esofagus.html
 Robins.2007. Buku Ajar Patologi Volume 2. Jakarta :EGC.
 Doenges E Marilynn, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta :EGC.
CASE MAPPING
Penyebab Varises Esofagus : komplikasi dari sirosis hepatis yang tidak lain karena Hepatitis B

Di akibatkan pula karena pembesaran abnormal pembuluh darah vena di esophagus bagian bawah
Mengakibatkan aliran darah menuju hati terhalang

Sehingga darah akan mencari jalan lain misalnya : lambung, rectum atau organ yang lebih kecil dan akan mudah pecah
Tidak seimbangnya antara tekanan aliran darah dengan kemampuan pembuluh darah mengakibatkan varises
Darah yang dari esophagus dibawa ke vena cava superior
Pembuluh darah vena cava, vena portal dan pembuluh darah kecil akan pecah

Syok hipovolemik Kerusakan pertukaran gas
Devisit volume cairan pasang o2 dan cek AGD
Pantau volume cairan setiap jam pantau gejala bunyi nafas pulmoner
Ukur output urine setiap jam
Beri terapi cairan sesuai intruksi bedrest total
Pantau Hb dan Ht
Periksa feses terhadap darah untuk 72 jam
setelah masa akut


Analis jurnal Acute Disgetive Bleeding


Dilansir dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/25274156
Upper Gastrointestinal Bleeding Caused by Severe Esophagitis: A Unique Clinical Syndrome.
Guntipalli P1, Chason R, Elliott A, Rockey DC.
Author information
Abstract
BACKGROUND:

We have recognized a unique clinical syndrome in patients with upper gastrointestinal bleeding who are found to have severe esophagitis.
AIM:

We aimed to more clearly describe the clinical entity of upper gastrointestinal bleeding in patients with severe esophagitis.
METHODS:

We conducted a retrospective matched case-control study designed to investigate clinical features in patients with carefully defined upper gastrointestinal bleeding and severe esophagitis. Patient data were captured prospectively via a Gastrointestinal Bleeding Healthcare Registry, which collects data on all patients admitted with gastrointestinal bleeding. Patients with endoscopically documented esophagitis (cases) were matched with randomly selected controls that had upper gastrointestinal bleeding caused by other lesions.
RESULTS:

Epidemiologic features in patients with esophagitis were similar to those with other causes of upper gastrointestinal bleeding. However, hematemesis was more common in patients with esophagitis 86 % (102/119) than in controls 55 % (196/357) (p < 0.0001), while melena was less common in patients with esophagitis 38 % (45/119) than in controls 68 % (244/357) (p < 0.0001). Additionally, the more severe the esophagitis, the more frequent was melena. Patients with esophagitis had less abnormal vital signs, lesser decreases in hematocrit, and lesser increases in BUN. Both pre- and postRockall scores were lower in patients with esophagitis compared with controls (p = 0.01, and p < 0.0001, respectively). Length of hospital stay (p = 0.002), rebleeding rate at 42 days (p = 0.0007), and mortality were less in patients with esophagitis than controls. Finally, analysis of patients with esophagitis and cirrhosis suggested that this group of patients had more severe bleeding than those without cirrhosis.
CONCLUSIONS:

We have described a unique clinical syndrome in patients with upper gastrointestinal bleeding who have erosive esophagitis. This syndrome is manifest by typical clinical features and is associated with favorable outcomes.










ANALISA JURNAL
1. Apa
Jurnal ini membahas tentang hubungan perdarahan gastrointestinal dengan sindrom esophagus yang akut, jadi penelitian ini membahas tentang apakah perdarahan gastrointestinal di sebabkan oleh sindrom esophagus yang akut.
2. Siapa
Yang melakukan penelitian ini adalah Guntipalli P1, Chason R, Elliott A, Rockey DC responden yang di gunakan adalah para penderita esofagitis.
3. Kapan
Di terbitkan oleh Dig Dis Sci(disgetive disease and science) . 2014 Oct 2. [Epub ahead of print]
4. Mengapa
Penelitian ini patut di teliti karena banyak kasus pasien yang memiliki penyakit perdarahan saluran cerna memiliki esopagitis yang sangat parah, sehingga penelitian ini sangat penting untuk di teliti.
5. Bagaimana
Kami melakukan cocok studi kasus-kontrol retrospektif dirancang untuk menyelidiki gambaran klinis pada pasien dengan hati-hati didefinisikan perdarahan saluran cerna atas dan esophagitis parah. Data pasien ditangkap prospektif melalui gastrointestinal Pendarahan Kesehatan Registry, yang mengumpulkan data dari semua pasien yang dirawat dengan perdarahan gastrointestinal. Pasien dengan esophagitis endoskopi didokumentasikan (kasus) dicocokkan dengan kontrol yang dipilih secara acak yang memiliki perdarahan saluran cerna atas yang disebabkan oleh lesi lainnya.

HASIL:
Fitur epidemiologi pada pasien dengan esofagitis serupa dengan yang dengan penyebab lain dari perdarahan saluran cerna atas. Namun, hematemesis lebih umum pada pasien dengan esofagitis 86% (102/119) dibanding pada kontrol 55% (196/357) (p <0,0001), sedangkan melena kurang umum pada pasien dengan esofagitis 38% (45/119) dari pada kontrol 68% (244/357) (p <0,0001). Selain itu, semakin parah esophagitis, yang lebih sering adalah melena. Pasien dengan esophagitis memiliki tanda-tanda yang kurang normal vital, penurunan yang lebih rendah hematokrit, dan peningkatan yang lebih rendah di BUN. Kedua skor pra dan postRockall lebih rendah pada pasien dengan esofagitis dibandingkan dengan kontrol (p = 0,01, dan p <0,0001, masing-masing). Lama tinggal di rumah sakit (p = 0,002), tingkat perdarahan ulang pada 42 hari (p = 0,0007), dan mortalitas kurang pada pasien dengan esofagitis dibandingkan kontrol. Akhirnya, analisis pasien dengan esofagitis dan sirosis menyarankan bahwa kelompok pasien mengalami pendarahan yang lebih parah dibandingkan mereka yang tanpa sirosis.

KESIMPULAN:
Kami telah menggambarkan sindrom klinis yang unik pada pasien dengan perdarahan saluran cerna atas yang memiliki esophagitis. Sindrom ini terwujud dengan gambaran klinis yang khas dan berhubungan dengan hasil yang menguntungkan.








MAPPING

Askep Kritis Ventilator Accited Pneumonia (VAP)

Pengertian
Pneumonia adalah suatu proses peradangan di mana terdapat konsolidasi yang disebabkan pengisian rongga alveoli oleh eksudat. Pertukaran gas tidak dapat berlangsung pada daerah yang mengalami konsolidasi, begitupun dengan aliran darah di sekitar alveoli, menjadi terhambat dan tidak berfungsi maksimal. Hipoksemia dapat terjadi, bergantung pada banyaknya jaringan paru-paru yang sakit.
Pneumonia merupakan peradangan pada parenkim paru yang terjadi pada masa anak-anak dan sering terjadi pada masa bayi. Penyakit ini timbul sebagai penyakit primer dan dapat juga akibat penyakit komplikasi.“(A. Aziz Alimul : 2006)”
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan ganganguan pertukaran gas setempat“(Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Hal. 801)”
Pneumonia adalah kondisi peradangan akut pada paru-paru dimana alveolus dan bronkhus yang lebih kecil terisi oleh eksudat radang“(JM. Gibson, MD, Mikrobiologi dan Patologi Modern, hal. 111)”.

Patogenesis
Pneumonia di kelompokan berdasarkan sejumlah sistem yang berlainan. Salah satu di antaranya adalah berdasarkan cara diperolehnya, di bagi menjadi dua kelompok, yaitu community-acquired (di peroleh di luar sarana pelayanan kesehatan) dan hospital-acquired (di peroleh di rumah sakit atau sarana kesehatan lainnya). Streptococcus pneumoniae menjadi penyebab tersering terjadinya pneumonia yang di dapat di rumah sakit cenderung bersifat lebih serius karena pada saat menjalani perawatan di rumah sakit, sistem pertahanan tubuh penderita untuk melawan infeksi sering kali terganggu. Selain itu, kemungkinan terjadinya infeksi oleh bakteri yang resisten terhadap antibiotokmenjadi lebih besar.

Pneumonia bakteri di tandai oleh eksudat intraalveolar supuratif di sertai konsilidasi. Proses infeksi dapat diklasifikasikan berdasarkan anatomi. Jika terjadi pada satu atau lebih lobus disebut pneumonia lobaris, sedangkan pneumonia lobularis atau bronkopneumonia menunjukkan penyebaran daerah infeksi yang memiliki bercak dengan diameter sekitar 3-4 cm mengelilingi dan mengenai bronkus.
Penting juga diketahui tentang perbedaan antara pneumonia yang didapat dari masyarakat dengan pneumonia yang didapat dirumah sakit. Frekuensi relatif dari agen-agen penyebab pneumonia berbeda pada kedua sumber ini. Infeksi nasokomia sering disebabkan oleh bakteri gram negatif atau staphylococcus aureus. Stadium dari pneumonia karena pneumococcus adalah sebagai berikut :
1. Kongesti ( 4 – 12 jam pertama): eksodat masuk ke serosa masuk kedalam alveolus dari pembuluh darah yang bocor.
2. Hepatisasi merah ( 48 jam berikutnya): paru-paru tampak merah dan tampak bergranula karena sel darah merah, fibrin, dan leukosit PMN mengisi alveolus.
3. Hepatisasi kelabu ( 3-8 hari): paru-paru tampak abu-abu karena leukosit dan fibrin mengalami konsolidasi dalam alveolus yang terserang.
4. Resolusi (7 -11 hari): eksudat mengalami lilis dan di reabsorbsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali pada struktur semula.

Etiologi, Tanda, dan Gejala

Jenis pneumonia Etiologi Faktor resiko Tanda dan gejala
Sindroma tipikal • Sreptococcus pneumonia tanpa penyulit
• Sterptococcus pneumonia dengan penyulit • Sicklo cell diseases
• Hipogammaglobulinemia
• Multipel mieloma • Onset mendadak dingin, mengigil, demam (39-40°C)
• Nyeri dada pleuritis
• Batuk produktif, sputum hijau dan puluren serta mungkin mengandung bercak darah. Terkadang hidung kemerahan.
• Reaksi interkostal, penggunaan otot aksesorius, dan bisa timbul sianosis.


Sindroma atipik • Haemophilus influenzae
• Staphilococcus aureus • Usia tua
• COPD
• Flu • Onset bertahap dalam 3-5 hari
• Malaise, nyeri kepala,nyeri tenggorokan, dan batuk kering.
• Nyeri dada karena batuk
• Mycoplasma pneumonia
• Virus patogen • Anak-anak
• Dewasa muda
Aspirasi • Aaspirasi basil gram negatif, klebsiela, pseudomonas, enterobacter, escherchia proteus, basil gram positif
• Starfilococcus
• Aspirasi asam lambung • Alkoholismedebilitas
• Perawatan (misal infeksi nosokimial).
• Gangguan kesadaran • Pada kuman anaerob campuran, mulanya onset perlahan
• Demam rendah, batuk
• Produksi sputum/bau busuk
• Foto dada terlihat jaringan interstitial tergantung bagian yang parunya yang terkena.
• Infeksi gram negatif atau positif
• Gambaran klinik mungkin sama dengan pneumonia klasik.
• Disters respirasi mendadak, dispnea berat, sianosis, batuk, hipoksemia,dan di ikuti tanda infeksi sekunder
Hematogen • Terjadi bila kuman patogen menyebar ke paru-paru melalui aliran darah, seperti pada kuman stafilococcus, E. Coli, anaerob enteritik • Kateter IV yang terinfeksi
• Endokarditis
• Drug abuse
• Abses intraabdomen
• Pielonefritis
• Empiema kandung kemih • Gejala pulmonaltimbul minimal di banding gejala septikemi
• Batuk nonproduktif dan nyeri pleuritik sama seperti yang terjadipada emboli paru


Patofisiologi
Paru merupakan struktur komplek yang terdiri atas kumpulan unit yang di bentuk melalui percabangan progresif jalan napas. Saluran napas bagian bawah yang normal adalah steril, walaupun bersebelahan dengan sejumlah besar mikroorganisme yang menepati orofaring dan terpajang oleh mikroorganisme dari lingkungan di dalam udara yang di hirup. Sterilisasi saluran napas bagian bawah adalah hasil mekanisme penyaring dan pembersihan yang efektif.
Saat terjadi inhalasi-bakteri mikroorganisme penyebab pneumonia ataupun akibat dari penyebaran secara hematogen dari tubuh dan aspirasi melalui orofaring-tubuh pertama kali akan melakukan mekanisme pertahanan primer dengan meningkatkan respons radang.
Pneumonia dapat terjadi akibat menghirup bibit penyakit di udara, atau kuman di tenggorokan terisap masuk ke paru-paru. Penyebaran bisa juga melalui darah dari luka di tempat lain, misalnya di kulit. Jika melalui saluran napas, agen (bibit penyakit) yang masuk akan dilawan oleh pelbagai sistem pertahanan tubuh manusia. Misalnya, dengan batuk-batuk, atau perlawanan oleh sel-sel pada lapisan lendir tenggorokan, hingga gerakan rambut-rambut halus (silia) untuk mengeluarkan mukus (lendir) tersebut keluar. Tentu itu semua tergantung besar kecilnyaukuran sang penyebab tersebut.















PENATALAKSAAAN MEDIS dan KEPERAWATAN

 PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Pemberian antibiotic
Kepada penderita yang penyakitnya tidak terlalu berat, bias diberikan antibiotik per-oral (lewat mulut) dan tetap tinggal di rumah.seperti: penicillin, cephalosporin.
Penderita yang lebih tua dan penderita dengan sesak nafas atau dengan penyakit jantung atau paru-paru lainnya, harus dirawat dan antibiotic diberikan melalui infus. Mungkin perlu diberikan oksigen tambahan, cairan intravena dan alat bantu nafas mekanik.
2. Pemberian antipiretik, analgetik, bronchodilator
3. Pemberian O2
4. Pemberian cairan parenteral sesuai indikasi


Kebanyakan penderita akan memberikan respon terhadap pengobatan dan keadaannya membaik dalam waktu 2 minggu.
 PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
Penatalaksanaan untuk pneumonia bergantung pada penyebab, sesuai yang ditentukan oleh pemeriksaan sputum mencakup :
1. Oksigen 1-2 L/menit.
2. IVFD dekstrose 10 % :NaCl 0,9% = 3 : 1, + KCl 10 mEq/500 ml cairan.
3. Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu, dan status hidrasi.
4. Jika sesak tidak terlalu berat, dapat dimulai makanan enteral bertahap melalui selang nasogastrik dengan feeding drip.
5. Jika sekresi lender berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dan beta agonis untuk memperbaiki transport mukosilier.
6. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit
7. Antibiotik sesuai hasil biakan atau berikan :


 Untuk kasus pneumonia community base :
ü Ampisilin 100 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian.
ü Kloramfenikol 75 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian

 Untuk kasus pneumonia hospital base :
ü Sefatoksim 100 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian.
üAmikasin 10-15 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian.


KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN PNEUMONIA
Pengkajian
1. Biodata
Pneumonia lobularis sering terjadi secara primer pada orang dewasa, Ketika seorang dewasa mempunyai penyakit bronkopneumonia, kemungkanan besar ada penyakit yang mendahuluinya.
Pneumonia pada orang dewasa paling sering disebabkan oleh bakteri ( yang tersering yaitu bakteri streptococcus pneumoniae pneumococcus), Pneumonia sering kali menjadi infeksi terakhir( sekunder) pada orang tua dan orang yang lemah akibat penyakit tertentu.

2. Riwayat kesehatan
 Keluhan utama dan riwayat kesehatan sekarang
Keluhan utama yang sering timbul pada klien pneumonia adalah adanya awitan yang ditandai dengan keluhan mengigil, demam ≥ 40°C, nyeri pleuritik, batuk, sputum berwarna seperti karat, takipnea terutama setelah adanya konsilidasi paru.
 Riwayat kesehatan masa lalu
Pneumonia sering kali timbul setelah infeksi saluran nafas atas ( infeksi pada hidung dan tenggorokan). Resiko tinggi timbul pada klien dengan riwayat alkoholik, post – operasi, infeksi pernafasan, dan klien dengan imonosupresi ( kelemahan dalam sistem imun). Hampir 60% dari klien kritis di ICU dapat menderita pneumonia dan 50% (separuhnya) akan meninggal.

3. Pemeriksaan fisik
Presentasi bervariasi bergantung pada etiologi, usia dan keadaan klinis ( Sudoyo,2006).
o Awitan akut biasanya oleh kuman patogen seperti S. Pneumoniae, sterptococcus spp,dan Staphylococcus.
o Awitan yang tidak terlihat dan ringan pada orang tua atau orang dengan penurunan imunitas akibat kuman yang kurang patogen atau opertunistik.
o Tanda-tanda fisik pada pneumonia klasik yang biasa di jumpai adalah deman, sesak napas, tanda-tanda konsilidasi paru ( ronki nyaring serta suara pernapasan brokial.
o Ronki basah dan gesekan pleura dapat terdengar di atas jaringan yang terserang karena eksudat dan fibrin dalam alveolus.

4. Pemeriksaan diagnostik
a. Foto rontgen dada (chest x-ray): teridentifikasi penyebaran, misalnya lobus, bronkial; dapat juga menunjukan multipel abses atau infiltrat,empiema ( staphylococcus ); penyebaran atau lokasi infiltrasi ( bakterial ) ; atau penyebaran ekstensif nodul infiltrat ( sering kali viral ) ; pada pneumonia mycoplasma, gambaran chest x- ray mungkin bersih.
b. ABGs / pulse oximetry: abnormalitas mungkin timbul bergantung pada luasnya perusakan paru .
c. Kultur sputum dan darah atau gram stain: di dapatkan dengan needle boipsy, transtracheal aspiration, fiberopticf bronchoscopy atau biopsi paru terbuka untuk mengeluarkan organisme penyebab. Akan di dapatkan lebih dari satu jenis kuman, seperti diplococcus pneumoniae, staphylococcus aureus, A hemolitik steapthococcus dan haemophilus influenzae.
d. Hitung darah lengkap/ complete blood count ( CBC ): leukositosis biasanya timbul, meskipun nialai SDP rendah pada infeksi virus.
e. Tes serologik: membantu membedakan diagnosis pada organisme secara spesifik.
f. Laju endap darah ( LED ): meningkat.
g. Pemeriksaan fungsi paru: volume mungkin menurun ( kongesti dan kolaps alveolar ), tekanan saluran udara meningkat, compliance menurun, dan akhirnya dapat terjadi hipoksemia.
h. Elektrolit: sodium dan klorida mungkin rendah.
i. Bilirubin

Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang muncul pada pasien dengan gangguan sistem pernafasan : pneumonia, diantaranyaadalah :
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d inflamasi trakeobronkial, pembentukan udem, dan peningkatan produksi sputum.
b. Kerusakan pertukaran gas b.d perubahan membran alveolar kapiler (efek inflamasi).
c. Resiko tinggi penyebaran infeksi b.d tidak adekuatnya mekanisme pertahanan tubuh primer (penurunan aktivitas silia, sekret, stasis disaluran nafas).
d. Intoleransi aktivitas b.d tidak seimbangnya oksigen suplay dan deman
e. Nyeri akut b.d inflamasi pada parenkim paru


Rencana Keperawatan

Tindakan yang perlud ilaksanakan
1. Inefektif pola napas b/d dispnoe
Kriteria evaluasi : pola napas kembali normal
INTERVENSI RASIONALISASI
• Observasi pola napas dan catat frekuensi pernafasan, jarak antara pernafasan spontan dan napas ventilator.

• Tinggikan kepala tempat tidur atau letakkan pada kursi ortopedik bila mungkin.
• Pemberian O2 dipertahankan



• Bantu latihan napas efektif. • pasien pada ventilator dapat mengalami hyper ventilasi atau hypo ventilasi, dispnoe dan berupaya memperbaiki kekurangan O2.
• Peninggian kepala pasien mempemudah fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi.
• Dapat membantu mengurangi akibat yang ditimbulkan memenuhi O2 yang diperlukan oleh tubuh.
• Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnoe.








2. Inefektif clearance airway b/d konsolidasi paru atau eksudat
Kriteria evaluasi :mengidentifikasi perilaku mencapai bersihan jalan napas.
INTERVENSI RASIONALISASI
• Kaji frekuensi/kedalaman pernafasan dan gerakan dada.




• Bantu pasien latihan batuk efektif. Tunjukan/bantu pasien mempelajari melakukan batuk.

• Penghisapan sesuai indikasi



• Berikan cairan hangat.


• Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi : ekspektoran, bronkhodilator dan analgesik. • Takipnea, pernafasan dangkal dan gerakan dada tidak simetris sering terjadi karena ketidaknyamanan dinding dada/ cairan paru.

• Napas dalam memudahkan ekspansi maksimum paru-paru/ jalan napas lebih kecil. Batuk adalah mekanisme pembersihan jalan napas alami.
• Merangsang batuk atau pembersihan jalan napas secara mekanik pada pasien yang tak mampu melakukan sendiri.
• Cairan yang hangat dapat memobilisasi dan pengeluaran sekret.
• Obat untuk menurunkan spasme bronkus dengan mobilisasi sekret. analgesik diberikan untuk memperbaiki batuk dengan menurunkan ketidaknyamanan tetapi harus digunakan secara hati-hati karena dapat menurunkan upaya batuk.





3. Gangguan rasa nyaman : nyeri b/d peradangan pada pleura.
Kriteria evaluasi : menyatakan nyeri hilang/ terkontrol
INTERVENSI RASIONALISASI
• Tentukan karakteristik nyeri


• Pantau tanda vital


• Berikan tindakan nyaman dengan latihan napas

• Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama episode batuk.

• Kolaborasi pemberian obat analgesik dan antitusif sesuai indikasi. • Nyeri dada biasanya ada dalam beberapa derajat pada pneumonia.
• Perubahan frekuensi jantung atau TD menunjukkan bahwa pasien mengalami nyeri.
• Dengan relaksasi saraf tidak dipacu untuk bekerja secara aktif.
• Alat untuk mengontrol ketidaknyamanan dada sementara meningkatkan keefektifan upaya batuk.
• Obat ini dapat digunakan untuk menekan batuk non produktif/ menurunkan mukosa berlebihan.






4. Intoleransi aktivitas b/d hypoksemia
Kriteria evaluasi : peningkatan toleransi terhadap aktivitas
INTERVENSI RASIONALISASI
• Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama perawatan.
• Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlu keseimbangan aktivitas dan istirahat.

• Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat/tidur

• Bantu aktivitas perawatan diri dan berikan kemajuan peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan. • Menurunkan stress dan rangsangan berlebihan, meningkatkan istirahat.
• Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan metabolik, menghemat energi untuk penyembuhan.
• Pasien nyaman dengan kepala tinggi, tidur di kursi atau menunduk ke depan bantal.
• Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan O2.


2.9 Implementasi
Selama tahap implementasi perawat melaksanakan rencana asuhan keperawatan. Instruksi keperawatan diimplementasikan untuk membantu klien memenuhi criteria hasil. Implementasi keperawatan biasa dilakukan secara mandiri maupun berkolaborasi dengan tim medic lainnya.

3.0 Evaluasi
Tahap evaluasi adalah perbandingan hasil-hasil yang diamati dengan criteria hasil/ tujuan yang di buat pada tahap perencanaan. Klien keluar dari siklus proses keperawatan apabila criteria hasil/ tujuan telah tercapai. Klien akan masuk kembali kedalam siklus apabila criteria hasil belum tercapai.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Pneumonia adalah suatu penyakit pada system pernafasan yang merupakan proses peradangan di mana terdapat konsolidasi yang disebabkan pengisian rongga alveoli oleh eksudat. Pertukaran gas tidak dapat berlangsung pada daerah yang mengalami konsolidasi, begitupun dengan aliran darah di sekitar alveoli, menjadi terhambat dan tidak berfungsi maksimal. Hipoksemia dapat terjadi, bergantung pada banyaknya jaringan paru-paru yang sakit.Penyakit ini disebabkan oleh bakteri.
















DAFTAR PUSTAKA

Allen, Carol Vestal. 1998. Memahami Proses Keperawatan Dengan Pendekatan Latihan. Jakarta : EGC

Elly Nurrachmah, Dra, DNSC, Prosedur Keperawatan Medikal Bedah, EGC, 2000.

Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 2, 2001.

Somantri, Irman. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Pernafasan .Jakarta : Salemba Medika


Sudoyo, Aru W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid2.Jakarta :Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKU




(Mapping VAP)
Mikrorganisme
(bakteri, virus dan jamur)





Inhalasi mikrorganisme
Ke dalam paru-paru
Penyebaran hematogen dari
Fokus lain


Reaksi inflamasi pada parenkim paru
(sebagai upaya organ paru melawan mikroorganisme)





Pe­ permeabilitas kapiler
¯
Cairan dan protein keluar
¯
Eksudat
¯
Edema paru
¯
Membran respirasi >tebal
(alveolus)
¯
*Pe¯ kecepatan difusi
* Pe¯ compliance
¯
hipoksemia
¯
Pe¯ metabolisme
¯
Pe¯ produk energi
¯
Kelelahan
¯
Intoleransi aktivitas Nekrotik parenkim
¯
Pleura
¯
Pleuritis
¯
Nyeri dada
¯
Gangguan rasa nyaman

Konsolidasi paru
¯
Inefektif clearance airway




Dispnoe
Inefektif pola napas

Merangsang chemo reseptor
¯
RR ­
¯
Pasang oksigen sesuai kebutuhan

Nursing Pathway

Mapping Askep Kritis TIK
Cairan cranial meningkat akibat trauma kepala, hdrocefalus, perdarahan,hematoma,tumor infark dll


Kompensasi dengan menekan vena dan pemindahan cairan serebospinal

Gg.Perfusi Jaringan serebral
PaCo2 meningkat, Po2 menurun dan Ph menurun


Vasodilatasi dan edema serebri  pembuluh darah dan saraf pecah  bledding

Peningkatan Kompresi jaringan saraf Resiko Syok  kekurangan
Volume cairan
Penurunan Mekanisme kesadaran  GCS Menurun Peningkatan TD dan HR

Askep Gadar Peningkatan Tekanan Intrakranial

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA PASIEN PENINGKATAN CAIRAN TEKANAN INTRA KRANIAL
Dosen : Arif Adi Setiawan S.Kep,Ns









Nama : Amona Ratna Ayu Maya Sari
NIM : 04.11.2979
Kelas : E/KP/VII


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
SURYA GLOBAL YOGYAKARTA
2014



1. Pengertian
Peningkatan Tekanan Intra Karnial adalah suatu peningkatan di atas normal dari tekanan cairan sebrospinal di ruang sub arachnoid. Normal tekanan intra karnial antara 80- 180 mmHg, bila hal ini > 180 mmHg merupakan sebuah kegawat daruratan. (Lewis, Heitkemper &Dieksea 2000).
2. Etiologi
a. Edema serebri.
Hal ini dapat disebabkan karena penurunan tekanan sistemik yang akan menimbulkan penurunan cerebral perfusion pressure, selanjutnya akan menurunkan cerebral blood flow sehingga menimbulkan hipoksia jaringan otak. Jika hal ini berlanjut akan terjadi kerusakan otak kemudian kerusakan blood brain barrier sehingga edema serebri.
b. Obstruksi aliran CSS ( cairan serebro spinal ).
Hal ini dapat disebabkan karena efek massa, infeksi, perdarahan trauma, dan lain-lain.
c. Efek massa.
Hal ini dapat menimbulkan desakan dan peregangan mikrovaskuler akibatnya terjadi pergeseran jaringan otak dan kerusakan jaringan.
d. Penyebab yang lainnya adalah :
a. Neurisma pecah dan pendarahan subarachnoid
b. Tumor otak
c. Pendarahan otak hipertensi
d. Pendarahan
e. Cedera kepala parah
3. Manifestasi Klinis
a. Penurunan tingkat kesadaran.
Penurunan derajat kesadaran dikarenakan :
1. Sebagian besar otak terbenrtuk dari sel-sel tubuh yang sangat khusus, tetapi sensitif terhadap perubahan kadar oksigen. Respon otak terhadap tidak mencukupinya kebutuhan oksigen terlihat sebagai somnolen dan gangguan daya nalar (kognisi).
2. Fluktuasi TIK akibat perubahan fisik pembuluh darah terminal. Oleh karena itu gejala awal dari penurunan derajad kesadaran adalah somnolen, delirium dan letargi.
b. Perubahan pupil (pada awalnya akan konstriksi kemudian secara frogresif akan mengalami dilatasi dan tidak beraksi terhadap cahaya.
c. Perubahan tanda-tanda vital.pada awalnya tekanan darah akan meningkat sebagai respon terhadap iskhemik dari pusat motor di otak, kemudian akan menurun.denyut nadi akan cepat dan irregular, temperatur biasanya normal, kecuali infeksi.
d. Disfungsi motorik dan sensorik.
Pada tahap awal, monoparesis stau hemiparesis terjadi akibat penekanantraktus piramidalis kontra lateral pada massa. Pada tahap selanjutnya hemiplegia, dekortikasi dan deserebrasi dapat terjadi unilateral atau bilateral. Pada tahap akhir (terminal menjelangmati) penderita menjadi flasid bilateral. Secara klinis sering terjadi keracunan dengan respon primitif perkembangan manusia, yaitu reflek fleksi yang disebut trifleksi (triple fleksion). Trifleklsiterjadi akibat aktivasimotoneuron difus dengan hasil berupa aktivasi otot-otot fleksosr menjauhi rangsang nyeri (otot-otot fleksor dipergelangan lutut, kaki, dan panggul mengkontraksikankeempatanggota badan kearah badan). Trirefleks ini merupakan bentuk primitif refleks spinal.
Tanda fokal motor neuron dan sensoris hemipareses dan hemiplegi. Tanda Babinski, Hiperefleksia, rigiditas tanda penurunan fungsi motor. Kejang dapat terjadi. Herniasi di atas batang otak deserebrasi dan dekortikasi.
e. Kelainan pengelihatan,berupa menurunya ketajaman pengelihatan,pengelihatan kabur,dan diplopia.
f. Sakit kepala.
Nyeri kepala terjadi akibat pereganggan struktur intrakranial yang peka nyeri (duramater, pembuluh darah besar basis kranji, sinus nervus dan bridging veins). Nyeri terjadiakibat penekanan langsung akibat pelebaran pebuluh darah saat kompensasi. Nyeri kepala I pada kelainan ini sering dilaporkan sebagi nyeri yang bertambah hebat saat bangkit dari tidur di pagi hari. Hal ini dikarenakan secara normal terjadipeningkatan aktivitas metabolisme yang paling tinggi saat pagi hari, dimana pada saat tidurmenjelangbangun pagi fase REM mengaktifkan metabolisme dan produksi CO2. Dengan peningkatan kadar CO2 terjadilah vasodilatasi.
g. Muntah tanpa nausea dan proyektil.
Muntah Projectile vomiting akibat peningkatan ICP.Muntah akibat PTIK tidak selalu sering dijumpai pada orang dewasa.Muntahdisebabkan adanya kelainan di infratentorial atau akibat penekanan langsungpada pusat muntah.Kita belum mengerti secara lengkap bagaimana mekanismerefleks muntah terjadi. Muntah dapat didahului oleh mual / dispepsia atau tidak.Seandainya didahului oleh perasaan mual / dispepesia, berarti terjadi aktivasi saraf-saraf ke otot. Bantu pernafasan akibat kontraksi mendadak otot-otot abdomen dan thoraks.
h. Perubahan tekanan darah dan denyut nadi
Karena penekanan ke batang otak terjadi perubahan tekanan darah. Penekananke batang otak menyebabkan susasana iskemik di pusat vasomotorik di batangotak. Seiring dengan meningkatnya TIK, refleks rtespon Chusing teraktivasi agar tetap menjaga tekanan didalam pembuluh darah serebral tetap lebih tinggi daripada TIK.
Dengan meningginya tekanan darah, curah jantungpun bertambah dengan meningkatnyakegiatan pompa jantung yang tercermin dengan semakin memburuknya kondisipenderitaakan terjadi penurunan tekanan darah.Pada tahap awal denyut nadi masih relatif stabil dengan semakin meningkatnya TIK, denyut nadi akan semakin menurun kearah 60 kali permenit sebagai usahakompensasi. Menurunnya denyut nadi dan “isi“ denyut terjadi sebagai upaya jatung untuk memompa akan ireguler, cepat, “ halus“ dan akhirnya menghilang.
i. Perubahan pola pernafasan
Respirasi karena herniasi otak sering menyebabkan disrithmia pada respirasi.Cheyne - Stokes, Hiperventilasi, Apneustic, Cluster breathing, ataxic breathing, Gasping Breathing, Depressed breathing.
j. Perubahn suhu badan
Peningkatan suhu badan biasanya berhubungan dengan disfungsi hipothalamus. Pada fase kompensasi, suhu badan mungkin masih dalam batas normal. Padafase dekompensasi akan terjadi peningkatan suhu badan sangat cepat dan sangattinggi. Melonjaknya suhu badan dapat juga terjadi akibat infeksi sekunder, tetapi jarang yang mencapai sangat tinggi sebagaimana halnya akibat gangguan fungsi hipothalamus. Hipertermia akibat gagal pusat termoregulasi.
k. Hilangnya refleks – refleks batang otak
Pada tahap lanjut PTIK terjadi penekanan kebatang otak yang berakibat hilangnya atau disfungsi refleks-refleks batang otak. Refleks-refleks ini diantaranya Refleks kornea, Oukosefalik, dan Aukulovestibuler. Prognosis penderita akan menjadi buruk bila terjadi refleks-refleks tersebut.
Hiccuping (cegukan) kompresi nerves vagus kontraksi spasmodik diafragma akibat kompresi batang otak karena herniasi segera laporkan dokter.
l. Papiledema
Tergantung keadaan yang ada, pail oedema dapat terjadi akibat PTIK, atau memang sudah ada sejak awal. Papiloedema akibat PTIK tak akan terjadi seandainya belum menjadi tingkat yang sangat tinggi. Tetapi perlu diingat bahwa tak adanya papiloedema tak beraarti tak ada PTIK. Pada beberapa orang dapat ada jika PTIK terjadi secara bertahap. Papiledema perbesaran blindspot ketajaman penglihatan turun.
3. Patofisiologi
Peningkatan tekanan interakranial adalah suatu mekanisme yang di akibatkan oleh beberapa kondisi neurologi. Ini sering terjadi secara tiba-tiba dan memerlukan intervensi pembedahaan .
Isi dari tengkorak kepala, atau isi kranial adalah jaringan otak, pembuluh darah dan cairan serebrospinal. Bila terjadi peningkatan satu dari isi kranial mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial, sebab ruangan kranial keras, tertutup, tidak bisa berkembang.
Peningkatan satu dari beberapa isi kranial biasanya disertai dengan pertukaran timbal balik dalam satu volume yang satu dengan yang lain. Jaringan otak tidak bisa berkembang ,tanpa berpengaruh serius pada aliran dan jumlah cairan serebrospinal dan sirkulasi serebral.space accupying lesions (SOL) mengantikan dan merubah jaringan otak sebagai suatu peningkatan tekanan. Peningkatan tekanan dapat secara lambat (sehari/seminggu) atau secara cepat, hal ini tergantung pada penyebabnya.pada pertama kali satu hemisfere dari otak akan dipengaruhi, tetapi pada akhirnya kedua hemisfere akan dipengaruhi.
Peningkatan tekanan intrakranial dalam ruangan kranial pada pertama kali dapat dikompensasi dengan menekan vena dan pemindahan cairan serebrospinal. Bila tekanan makin lama makin meningkat, aliran darah keserebral akan menurun dan perfusi menjadi tidak adekuat, maka akan meningkatkan PCO2 dan menurunkan PO 2 dan PH. Hal ini akan menyebabkan vasodilatasi dan edema serebri. Edema lebih lanjut akan meningkatkan tekanan intrakranial yang berat dan akan menyebabkan kompresi jaringan saraf.
Pada saat tekanan melampaui kemampuan otak untuk berkompensasi, maka untuk meringankan tekanan, otak memindahkan ke bagian kaudal atau herniasi kebawah. Sebagai akibat dari herniasi, batang otak akan terkena pada berbagai tingkat, yang mana penekanannya bisa mengenai pusat vasomotor, arteri serebral posterior, sarafokulomotorik, traktus kortikospinal dan serabut-serabut saraf ascending reticular activating system. Akibatnya akan menggangu mekanisme kesadaran, peraturan tekanan darah, denyut nadi, pernapasan dan temperatur tubuh.
Volume intracranial = Volume aliran darah + Volume CSF
( 3 – 10 % ) ( 8 – 12 % )

Otak mempunyai kemampuan mengatur Cerebral Blood Flow ( CBF ) bila tekanan perfusi serebral berkisar antara 60-100 mmHg. Faktor yang bisa mempengaruhi kemampuan pembuluh darah otak dalam berkonstriksi / berdilatasi adalah :
1. Iskemi
2. Hipoksia
3. Hiperkapnia
4. Trauma otak
Normalnya otak dapat mengkompensasi adanya perubahan volume minimal yang disebabkan oleh adanya kolaps sisterna, koma ventikel, dan system pembuluh darah dengan cara menurunkan / meningkatkan reabsorpsi CSF. Mekanisme kompensasi terhadap peningkatan TIK menurut Hudak & Gallo (1998) adalah sebagai berikut :
1. Pemindahan CSF .
Ketika kompensasi ini terlampaui, TIK akan meningkat selanjutnya pasien akan memperlihatkan adanya tanda-tanda peningkatan TIK dan tentunya akan dilakukan upaya-upaya kompensasi lain untuk menurunkan tekanan tersebut.
2. Menurunkan volume darah otak
Ketika terjadi penurunan darah otak yang mencapai 40 % jaringan otak akan mengalami asidosis dan apabila penurunan tersebut mencapai 60 % maka akan telah tampak adanya kelainnan pada EEG. Kompensasi ini merubar metabolisme serebral dan umumnya akan menimbulkan hipoksia dan beberapa bagian dari jaringan otak akan mengalami nekrosis.
3. Pemindahan jaringan otak ke daerah tentorial sdibawal falk cerebri melalui foramen magnum ke dalam kanal medulla spinalis
Shunting dari darah vena keluar dari system otak. Kompensasi ini akan berjalan normal bila peningkatan volume tidak terlalu besar. Apabila peningkatan volume terlalu besar, maka kompensasi ini tidak adekuat sehingga memungkinkan terjadinya herniasi otak yang dapat berakibat fatal.
Kemampuan otak dalam mengkompensasi perubahan TIK dipengaruhi oleh:
1. Lokasi lesi
2. Kecepatan ekspansi / pengembangan otak
3. Kemampuan compliance / kapasitas penyeimbangan volume otak

4. Penanganan gawat darurat

Penata Laksanaan Medik
1. Pengobatan peningkatan TIK
• Pembedahan otak
• Terapi obat; diuresis (manitol, furosemid/lasix), kortikosteroid, antikonfuksi, antihipertrensi.
2. pembatasan cairan. Cairan biasa di beri antara 900-2500 ml/jam
3. Pegontrolan temperatur penuh
4. Pengaliran CSS dengan kateter drainase
5. Terapi koma

VIII. Pengakajian Keperawatan
1. Tingakat kesadaran; kaji adanya penurunan kesadaran, perubahan pupil, ptosis, pemapasan irreguler, & dapat terjadi henti napas, TTV
2. Riwayat penyebab tingaktan TIK, trauma kepala, tumor otak, abses, radang selaput otak.
3. Psikososila; mekanisme koping
4. Pengkajian pengetahuan

IX. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan serebral b/d peningkatan tekanan intrakranial.
Tujuan :
Klien memperlihatkan perfusi jaringan yang adeknat dengan kriteria hasil ;
Tekanan perfusi cerebral > 60 mmHg. Kesadaran normal,
Intervensi:
a. Observasi tingkat kesadaran klien, fungsi motorik/sensorik, kaji saraf kranial.
b. Monitor TTV, monitor AGDA
c. Monitor peningkatan TIK
d. Monitor intake dan Output
e. Berikan oabt-obatan sesuai kalibrasi.
2. Pola nafas inefektif b/d peningkatan TIK
3. Bersihan jalan nafas inefektif b/d peningkatan TIK
4. Gangguan pertukaran gas b/d peningkatan TIK
Tujuan :
Klien memperlihatkan petukaran gas yang baik dengan kriteria hasil nilai AGDA normal, napas normal.
Intervensi :
a. Kaji tingkat kesadaran kita
b. Pertahankan patensi jalan napas
c. Auskultasi suara napas
d. Monitor nilai analisa gas darah
e. Berikan oksigen sebagaimana instruksi
f. Anjurkan napas dalam
5. Perubahan volume cairan b/d terapi diuretik
Tujuan ;
Klien akan memperlihatkan keseimbangan cairan yang adekuat.
Intervensi :
• Monitor intake dan Output
• Monitor TTV
• Timbang BB klien setiap hari
• Kaji turgor kulit klien
• Berikan obat-obatan sesuai instruksi.
6. Gangguan integritas kulit b/d immobilisasi
Tujuan :
Klien akan mempertaruhkan keutuhan kulit dengan kriteria hasil mempertahankan keutuhan kulit, bebas dari kemerahan kulit, sirkulasi perifer adekuat.
Intervensi :
a. Kajian turgor kulit Klien
b. Kaji sirkulasi perifer
c. Lakukan perubahan posisi tiap 2 jam
d. Kaji status nutrisi klien


7. Resti cedera b/d aktifitas kejang, penurunan tingkat respon
Tujuan :
Klien akan bebas dari cedera fisik dengan kriteria hasil bebas dari aktifitas kejang, respon normal.
Intervensi :
a. Monitor aktifitas kejang
b. Berikan obat antikejang sesuai indikasi
c. Kaji status neurologi
d. Kaji GCS

MAPPING ASKEP GADAR























Quality Time with Friends @Balong Waterpark

Ketika kita sedih ingatlah ketika kita tersenyum dengan manis bersama teman-teman kita