BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Makan
merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang wajib di penuhi seorang
manusia untuk bertahan hidup. Keadaan ini dibuktikan denganadanya sistem
pencernaan atau traktus gastrointestinal yang merupakan salah satusistem yang
mendukung tubuh manusia. Sistem pencernaan atau gastrointestinalterdiri dari beberapa organ, yaitu mulut,
esofagus, gaster, colon dan anus.Sistem pencernaan akan terganggu
apabila salah satu atau beberapa organ pencernaan terjadi inflamasi,
kerusakan, maupun ketidaknormalan. Salah satugangguan pencernaan yang paling
sering dijumpai dan diderita masyarakat adalahgastritis atau di masyarakat umum
sering disebut dengan penyakit maag ataudalam istilah kesehatan dikenal dengan
gastritis.Gastritis merupakan penyakit yang sering kita jumpai dalam
masyarakatmaupun dalam bangsa penyakit dalam. Kurang tahunya dan cara
penanganan yangtepat merupakan salah satu penyebabnya. Gastritis adalah proses
inflamasi padalapisan mukosa dan sub mukosa pada lambung. Pada orang awam
seringmenyebutnya dengan penyakit maag. Gastritis merupakan salah satu yang
paling banyak dijumpai klinik penyakit dalam pada umumnya. Masyarakat
seringmenganggap remeh panyakit gastritis, padahal ini akan semakin besar dan
parahmaka inflamasi pada lapisan mukosa akan tampak sembab, merah, dan
mudah berdarah.Penyakit gastritis sering terjadi pada remaja, orang-orang
yang stres,karena stres dapat meningkatkan produksi asam lambung, pengkonsumsi
alkoholdan obat-obatan anti inflamasi non steroid. Gejala yang timbul pada
penyakit gastritis adalah rasa tidak enak pada perut, perut kembung, sakit
kepala, mual,lidah berlapis. Penyakit gastritis sangat menganggu aktifitas
sehari -hari, karena penderita akan merasa nyeri dan rasa sakit tidak enak
pada perut. Selain dapatmenyebabkan rasa tidak enak, juga menyebabkan peredaran
saluran cerna atas,ulkus, anemia kerena gangguan absorbsi vitamin B 12 Ada
berbagai cara untuk mengatasi agar tidak terkena penyakit gastritis dan
untuk menyembuhkan gastritis agar tidak menjadi parah yaitu dengan banyak
minumkurang lebih 8 gelas/hari,istirahat cukup, kurangi kegiatan fisik, hindari
makanan pedas dan panas danhindari stres
B.
TUJUAN
Tujuan
di buatnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari mata kuliah IDK III
Biostatistik yang di harapkan menjadi bekal untuk penelitian dari mahasiswa. Di
samping itu makalah ini di buat agar mahasiswa memahami tentang gastritis dan
bisa mengambil ilmu yang bermanfaat dari penulisan makalah ini.
C.
RUMUSAN
MASALAH
1. Bagaimana
penyakit gastritis bisa terjadi ?
2. Bagaimana
gejala yang terjadi pada penyakit gastritis ?
3. Bagiamana
cara mengobati dan mencegah gastritis ?
BAB II
DASAR TEORI DAN PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
Gastritis berasal dari kata gaster yang artinya lambung dan itis yang
berarti inflamasi/peradangan. Menurut
Hirlan dalam Suyono (2001: 127), gastritis adalah proses
inflamasi pada lapisan mukosa dan submukosa lambung, yang berkembang bila
mekanisme protektif mukosa dipenuhi dengan bakteri atau bahan iritan lain.Secara
hispatologi dapat dibuktikan dengan adanya infiltrasi sel-sel. Sedangkan,
menurut Lindseth dalam Prince (2005: 422), gastritis adalah suatu keadaan
peradangan atau perdarahan mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronis,
difus, atau lokal.
Gastritis
adalah suatu peradangan mukosa lambung paling sering diakibatkan oleh
ketidakteraturan diet misalnya makan terlalu banyak dan cepat atau makan
makanan yang terlalu berbumbu atau terinfeksi oleh penyebab yang lain seperti
alkohol, aspirin, refluks empedu atau terapi radiasi (Brunner, 2000 : 187).
Dari defenisi-defenisi
di atas, dapat disimpulkan bahwa gastritis adalah suatu peradangan atau
perdarahan pada mukosa lambung yang disebabkan oleh faktor iritasi, infeksi,
dan ketidakteraturan dalam pola makan, misalnya telat makan, makan terlalu
banyak, cepat, makan makanan yang terlalu banyak bumbu dan pedas. Hal tersebut
dapat menyebabkan terjadinya gastritis.
Gastritis berarti peradangan mukosa lambung. Peradangan dari
gastritis dapat hanya superficial atau
dapat menembus secara dalam ke dalam mukosa lambung, dan pada kasus-kasus yang
berlangsung lama menyebabkan atropi mukosa lambung yang hampir lengkap. Pada
beberapa kasus, gastritis dapat menjadi sangat akut dan berat, dengan
ekskoriasi ulserativa mukosa lambung oleh sekresi peptik lambung sendiri (Guyton, 2001).
Secara garis besar,
gastritis dapat dibagi menjadi beberapa macam berdasarkan pada manifestasi
klinis, gambaran hispatologi yang khas, distribusi anatomi, dan kemungkinan
patogenesis gastritis. Didasarkan pada manifestasi klinis, gastritis dapat
dibagi menjadi akut dan kronik. Harus diingat, bahwa walaupun dilakukan
pembagian menjadi akut dan kronik, tetapi keduanya tidak saling berhubungan.
Gastritis kronik bukan merupakan kelanjutan gastritis akut (Suyono, 2001).
B.
ANATOMI
FISIOLOGI LAMBUNG DAN PENCERNAAN
Anatomi Lambung
Lambung terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang di
abdomen atas tepat di daerah epigastrik, di bawah diafragma dan di depan
pankreas. Dalam keadaan kosong, lambung menyerupai tabung bentuk J, dan bila penuh, berbentuk seperti buah
pir raksasa. Kapasitas normal lambung adalah 1 samapi 2 L (Prince, 2005). Secara anatomis lambung terdiri
atas empat bagian, yaitu: cardia, fundus, bodyatau
corpus, dan pylorus. Adapun secara histologis, lambung terdiri atas beberapa
lapisan, yaitu: mukosa, submukosa, muskularis mukosa, dan serosa. Lambung
berhubungan dengan usofagus melalui orifisium atau kardia dan
dengan duodenummelalui orifisium pilorik (Ganong, 2001).
Mukosa lambung mengandung banyak kelenjar dalam. Di
daerah pilorus dan kardia, kelenjar menyekresikan mukus. Di korpus lambung,
termasuk fundus, kelenjar mengandung sel parietal (oksintik), yang
menyekresikan asam hidroklorida dan faktor intrinsik, dan chief cell (sel zimogen, sel peptik), yang mensekresikan
pepsinogen. Sekresi-sekresi ini bercampur dengan mukus yang disekresikan oleh
sel-sel di leher kelenjar. Beberapa kelenjar bermuara keruang bersamaan
(gastric pit) yang kemudian terbuka kepermukaan mukosa. Mukus juga disekresikan
bersama HCO3- oleh
sel-sel mukus di permukaan epitel antara kelenjar-kelenjar(Ganong, 2001).
Persarafan lambung sepenuhnya berasal dari sistem
saraf otonom. Suplai saraf parasimpatis untuk lambung dan duodenum dihantarkan
ke dan dari abdomen melalui saraf vagus. Persarafan
simpatis melalui saraf splanchnicus major dan ganglia seliaka. Serabut-serabut
aferen menghantarkan impuls nyeri yang dirangsang oleh peregangan, kontraksi
otot, serta peradangan, dan dirasakan di daerah epigastrium abdomen.
Serabut-serabut eferen simpatis menghambat motilitas dan sekresi lambung. Pleksus saraf mienterikus (auerbach) dansubmukosa (meissner) membentuk persarafan intrinsik dinding
lambung dan mengoordinasi aktivitas motorik dan sekresi mukosa lambung (Prince, 2005).
Seluruh suplai darah di lambung dan pankreas (serta
hati, empedu, dan limpa) terutama berasal dari arteri siliaka atau trunkus
seliakus, yang mempercabangkan cabang-cabang yang menyuplai kurvatura minor dan
mayor. Dua cabang arteri yang penting dalam klinis adalah arteria
gastroduodenalis danarteria
pankreatikoduodenalis (retroduodenalis)
yang berjalan sepanjang bulbus posterior duodenum (Prince, 2005).
Fisiologi Lambung
Lambung merupakan bagian dari
saluran pencernaan yang berbentuk seperti kantung, dapat berdilatasi, dan
berfungsi mencerna makanan dibantu oleh asam klorida (HCl) dan enzim-enzim
seperti pepsin, renin, dan lipase. Lambung memiliki dua fungsi utama, yaitu
fungsi pencernaan dan fungsi motorik. Sebagai fungsi pencernaan dan sekresi,
yaitu pencernaan protein oleh pepsin dan HCl, sintesis dan pelepasan gastrin
yang dipengaruhi oleh protein yang dimakan, sekresi mukus yang membentuk
selubung dan melindungi lambung serta sebagai pelumas sehingga makanan lebih
mudah diangkut, sekresi bikarbonat bersama dengan sekresi gel mukus yang
berperan sebagai barier dari asam lumen dan pepsin.Fungsi motorik lambung terdiri atas penyimpanan
makanan sampai makanan dapat diproses dalam duodenum, pencampuran makanan
dengan asam lambung, hingga membentuk suatu kimus, dan pengosongan makanan dari
lambung ke dalam usus dengan kecepatan yang sesuai untuk pencernaan dan
absorbsi dalam usus halus (Prince, 2005).
Lambung akan mensekresikan
asam klorida (HCl) atau asam lambung dan enzim untuk mencerna makanan. Lambung
memiliki motilitas khusus untuk gerakan pencampuran makanan yang dicerna dan
cairan lambung, untuk membentuk cairan padat yang dinamakan kimus kemudian dikosongkan ke duodenum. Sel-sel lambung
setiap hari mensekresikan sekitar 2500 ml cairan lambung yang mengandung
berbagai zat, diantaranya adalah HCl dan pepsinogen. HCl membunuh sebagian besar bakteri yang masuk, membantu pencernaan
protein, menghasilkan pH yang diperlukan pepsin untuk mencerna protein, serta
merangsang empedu dan cairan pankreas. Asam lambung cukup pekat untuk
menyebabkan kerusakan jaringan, tetapi pada orang normal mukosa lambung tidak
mengalami iritasi atau tercerna karena sebagian cairan lambung mengandung
mukus, yang merupakan faktor perlindungan lambung (Ganong, 2001).
Sekresi asam lambung
dipengaruhi oleh kerja saraf dan hormon. Sistem saraf yang bekerja yatu saraf
pusat dan saraf otonom, yakni saraf simpatis dan parasimpatis. Adapun hormon
yang bekerja antara lain adalah hormon gastrin, asetilkolin, dan histamin. Terdapat
tiga fase yang menyebabkan sekresi asam lambung. Pertama, fase sefalik, sekresi
asam lambung terjadi meskipun makanan belum masuk lambung, akibat memikirkan
atau merasakan makanan. Kedua, fase gastrik, ketika makanan masuk lambung akan
merangsang mekanisme sekresi asam lambung yang berlangsung selama beberapa jam,
selama makanan masih berada di dalam lambung. Ketiga, fase intestinal, proses
sekresi asam lambung terjadi ketika makanan mengenai mukosa usus. Produksi asam
lambung akan tetap berlangsung meskipun dalam kondisi tidur. Kebiasaan makan
yang teratur sangat penting bagi sekresi asam lambung karena kondisi tersebut
memudahkan lambung mengenali waktu makan sehingga produksi lambung terkontrol
(Ganong, 2001).
C.
KLASIFIKASI
1.
Gastritis
Akut
Gastritis akut merupakan penyakit yang sering
ditemukan, biasanya bersifat jinak dan sembuh sempurna (Prince, 2005: 422). Gastritis akut terjadi akibat
respons mukosa lambung terhadap berbagai iritan lokal. Inflamasi akut
mukosa lambung pada sebagian besar kasus merupakan penyakit yang ringan.
Bentuk
terberat dari gastritis akut disebabkan oleh mencerna asam atau alkali kuat,
yang dapat menyebabkan mukosa menjadi ganggren atau perforasi. Pembentukan
jaringan parut dapat terjadi yang mengakibatkan obstruksi pylorus (Brunner, 2000).
Salah satu bentuk gastritis akut yang manifestasi klinisnya dapat berbentuk
penyakit yang berat adalah gastritis erosif atau gastritis hemoragik. Disebut
gastritis hemoragik karena pada penyakit ini akan dijumpai perdarahan mukosa
lambung dalam berbagai derajat dan terjadi drosi yang berarti hilangnya
kontinuitas mukosa lambung pada beberapa tempat, menyertai inflamasi pada
mukosa lambung tersebut (Suyono, 2001: 127).
1.1 Gastritis Akut
Erosif
Menurut Hirlan dalam Suyono (2001: 127),
gastritis akut erosif adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung yang
akut dengan kerusakan-kerusakan erosi. Disebut erosi apabila kerusakan yang
terjadi tidak lebih dalam dari pada mukosa muskularis. Penyakit ini dijumpai di
klinik, sebagai akibat efek samping dari pemakaian obat, sebagai penyulit
penyakit-penyakit lain atau karena sebab yang tidak diketahui.
Perjalanan penyakitnya biasanya ringan, walaupun demikian kadang-kadang
dapat menyebabkan kedaruratan medis, yakni perdarahan saluran cerna bagian
atas. Penderita gastritis akut erosif yang tidak mengalami pendarahan sering
diagnosisnya tidak tercapai (Suyono, 2001).
Untuk menegakkan diagnosis tersebut
diperlukan pemerisaan khusus yang sering dirasakan tidak sesuai dengan keluhan
penderita yang ringan saja. Diagnosis gastritis akut erosif, ditegakkan dengan
pemeriksaan endoskopi dan dilanjutkan dengan pemeriksaan histopatologi biopsi
mukosa lambung (Suyono, 2001).
1.2 Gastritis Akut Hemoragik
Ada dua penyebab utama gastritis akut hemoragik; Pertama
diperkirakan karena minum alkohol atau obat lain yang menimbulkan iritasi pada
mukosa gastrik secara berlebihan (aspirin atau NSAID lainnya). Meskipun
pendarahan mungkin cukup berat, tapi pendarahan pada kebanyakan pasien akan
berhenti sendiri secara spontan dan mortalitas cukup rendah. Kedua adalah stressgastritis
yang dialami pasien di Rumah Sakit, stress gastritis dialami pasien yang
mengalami trauma berat berkepanjangan, sepsis terus menerus atau penyakit berat
lainnya (Suyono, 2001).
Erosi stress merupakan lesi hemoragika pungtata majemuk pada lambung
proksimal yang timbul dalam keadaan stress fisiologi parah dan tak berkurang.
Berbeda dengan ulserasi menahun yang lebih biasa pada traktus
gastrointestinalis atas, ia jarang menembus profunda ke dalam mukosa dan tak
disertai dengan infiltrasi sel radang menahun. Tanpa profilaksis efektif, erosi
stress akan berlanjut dan bersatu dalam 20% kasus untuk membentuk beberapa
ulserasi yang menyebabkan perdarahan gastrointestinalis atas dari keparahan yang
mengancam nyawa. Keadaan ini dikenal sebagai gastritis hemoragika akuta
(Sabiston, 1995: 525).
1.2 Gastritis Kronik
Disebut
gastritis kronik apabila infiltrasi sel-sel radang yang terjadi pada lamina
propria dan daerah intra epitelial terutama terdiri atas sel-sel radang kronik,
yaitu limfosit dan sel plasma. Gastritis kronis
didefenisikan secara histologis sebagai peningkatan jumlah limfosit dan sel
plasma pada mukosa lambung. Derajat paling ringan gastritis kronis adalah
gastritis superfisial kronis, yang mengenai bagian sub epitel di sekitar
cekungan lambung. Kasus yang lebih parah juga mengenai kelenjar-kelenjar pada
mukosa yang lebih dalam, hal ini biasanya berhubungan dengan atrofi kelenjar (gastritis atrofi
kronis) dan metaplasia intestinal(Chandrasoma, 2005 : 522).
Sebagian
besar kasus gastritis kronis merupakan salah satu dari dua tipe, yaitu tipe A
yang merupakan gastritis autoimun yang terutama mengenai tubuh dan berkaitan
dengan anemia pernisiosa; dan tipe B yang terutama meliputi antrum dan
berkaitan dengan infeksi Helicobacter
pylori. Terdapat beberapa kasus gastritis kronis yang tidak
tergolong dalam kedua tipe tersebut dan penyebabnya tidak diketahui (Chandrasoma,
2005 : 522).
Gastritis kronik dapat dibagi dalam berbagai
bentuk tergantung pada kelainan histologi, topografi, dan etiologi yang menjadi
dasar pikiran pembagian tersebut(Suyono, 2001).
Menurut Hirlan dalam Suyono (2001: 128), klasifikasi
histologi yang sering digunakan membagi gastritis kronik menjadi :
1. Gastritis kronik superficial
Apabila
dijumpai sebukan sel-sel radang kronik terbatas pada lamina propria mukosa
superfisialis dan edema yang memisahkan kelenjar-kelenjar mukosa, sedangkan
sel-sel kelenjar tetap utuh. Sering dikatakan gastritis kronik superfisialis
merupakan permulaan gastritis kronik.
2. Gastritis kronik atrofik
Sebukan
sel-sel radang kronik menyebar lebih dalam disertai dengan distorsi dan
destruksi sel kelenjar mukosa lebih nyata. Gastritis atrofik dianggap sebagai
kelanjutan gastritis kronik superfisialis.
3. Atrofi lambung
Atrofi lambung
dianggap merupakan stadium akhir gastritis kronik. Pada saat itu struktur
kelenjar menghilang dan terpisah satu sama lain secara nyata dengan jaringan
ikat, sedangkan sebukan sel-sel radang juga menurun. Mukosa menjadi
sangat tipis sehingga dapat menerangkan mengapa pembuluh darah menjadi terlihat
saat pemeriksaan endoskopi.
4. Metaplasia intestinal
Suatu
perubahan histologis kelenjar-kelenjar mukosa lambung menjadi kelenjar-kelenjar
mukosa usus halus yang mengandung sel goblet. Perubahan-perubahan tersebut
dapat terjadi secara menyeluruh pada hampir seluruh segmen lambung, tetapi
dapat pula hanya merupakan bercak-bercak pada beberapa bagian lambung.
Menurut
Hirlan dalam Suyono (2001: 129), distribusi
anatomis pada gastritis
kronik dapat dibagi menjadi tifa bagian, yaitu :
1. Gastritis Kronis Tipe A
Gastritis kronis tipe A merupakan suatu penyakit
autoimun yang disebabkan oleh adanya autoantiboditerhadap sel parietal kelenjar
lambung dan faktor intrinsik, dan berkaitan dengan tidak adanya sel parietal dan chief cell,
yang menurunkan sekresi asam dan menyebabkan tingginya kadar gastrin. Dalam keadaan sangat berat, tidak terjadi produksi
faktor intrinsik. Anemia pernisiosa seringkali dijumpai pada pasien karena
tidak tersedianya faktor intrinsik untuk mempermudah absorpsi vitamin B12 dalam ileum(Prince, 2005: 423).
Jadi, anemia
pernisiosa itu disebabkan oleh kegagalan absorpsi
vitamin B12 karena kekurangan faktor intrinsik akibat
gastritis kronis autoimun. Autoimunitas secara langsung menyerang sel parietal
pada korpus dan fundus lambung yang menyekresikan faktor intrinsik dan asam(Chandrasoma, 2005 : 522).
Reaksi autoimun bermanifestasi sebagai sebukan limfo-plasmasitik
pada mukosa sekitar sel parietal, yang secara progresif berkurang jumlahnya.
Netrofil jarang dijumpai dan tidak didapati Helicobacter pylori. Mukosa fundus dan korpus menipis dan kelenjar-kelenjar dikelilingi
oleh sel mukus yang mendominasi. Mukosa sering memperlihatkan metaplasia
intestinal yang ditandai dengan adanya sel goblet dan sel paneth. Pada stadium
akhir, mukosa menjadi atrofi dan sel parietal menghilang (gastritis
kronis tipe A) (Chandrasoma, 2005 : 522).
2. Gastritis Kronis Tipe B
Gastritis
kronis tipe B disebut juga sebagai gastritis antral karena umumnya mengenai daerah
antrum lambung dan lebih sering terjadi dibandingkan dengan gastritis kronis
tipe A. Gastritis kronis tipe B lebih sering terjadi pada penderita yang berusia tua. Bentuk gastritis
ini memiliki sekresi asam yang normal dan tidak berkaitan dengan anemia
pernisiosa. Kadar gastrin yang rendah sering terjadi. Penyebab utama gastritis
kronis tipe B adalah infeksi kronis oleh Helicobacter pylori. Faktor
etiologi gastritis kronis lainnya adalah asupan alkohol yang berlebihan,
merokok, dan refluks empedu kronis dengan kofaktor Helicobacter pylori (Prince, 2005: 423).
Gastritis
kronis tipe B secara maksimal melibatkan bagian antrum, yang merupakan tempat predileksi Helicobacter pylori. Kasus-kasus dini memperlihatkan sebukan limfoplasmasitik pada mukosa
lambung superfisial. Infeksi aktif Helicobacter
pylori hampir selalu berhubungan
dengan munculnya nertrofil, baik pada lamina propria ataupun pada kelenjar
mukus antrum. Pada saat lesi berkembang, peradangan meluas yang meliputi mukosa
dalam dan korpus lambung. Keterlibatan mukosa bagian dalam menyebabkan
destruksi kelenjar mukus antrum dan metaplasia intestinal (gastritis atrofik
kronis tipe B) (Chandrasoma, 2005 : 523).
Pada 60-70%
pasien, didapatkan Helicobacter pylori pada pemeriksaan histologis atau kultur biopsi. Pada
banyak pasien yang tidak didapati organisme ini, pemeriksaan serologisnya
memperlihatkan antibodi terhadap Helicobacter
pylori, yang menunjukkan sudah ada
infeksiHelicobacter pylori sebelumnya (Suyono, 2001).
Helicobacter pylori adalah organisme yang kecil dan melengkung, seperti vibrio, yang muncul
pada lapisan mukus permukaan yang menutupi permukaan epitel dan lumen kelenjar. Bakteri ini merupakan bakteri gram negatif yang menyerang sel permukaan, menyebabkan
deskuamari sel yang dipercepat dan
menimbulkan respon sel radang kronis pada mukosalambung. Helicobacter pylori ditemukan lebih dari 90% dari hasil biopsi
yangmenunjukkan gastritis kronis. Organisme ini dapat dilihat pada irisan
rutin, tetapi lebih jelas dengan pewarnaan perak Steiner atau Giemsa.
KeberadaanHelicobacter pylori berkaitan erat
dengan peradangan aktif dengan netrofil. Organisme dapat tidak ditemukan pada
pasien gastritis akut inaktif, terutama bila terjadi metaplasia intestinal (Chandrasoma,
2005 : 524).
3. Gastritis kronis tipe AB
Gastritis kronis tipe AB merupakan gastritis kronik yang distribusi anatominya menyebar
keseluruh gaster. Penyebaran ke arah korpus tersebut cendrung meningkat
dengan bertambahnya usia (Suyono, 2001: 130).
D.
GEJALA
1. Keluhan
utama dari gastritis (Sujono Hadi, 2002)
a. Gastritis Akut
Keluhan yang sering diajukan pasien adalah : rasa pedih, kadang – timbul rasa berdenyut-denyut perut atas yang ada hubungan dengan makanan. Keluhan ini timbul mendadak setekah makan atau minum-minuman yang iritatif atau korosif
b. Gastritis kronik
Keluhan yang sering diajukan oleh penderita pada umumnya bersifat ringan dan dirasakan sudah berbulan-bulan bahkan sudah bertahun-tahun.
Pada umumnya mengeluh rasa tidak enak diperut atas,lekas kenyang, mual, rasa pedih sebelum atau sesudah makan dan kadang mulut terasa masam.
2. Menurut Diane C. Baughman dan Joann C. Heckly, 2000 manifestasi klinis pada :
Gastritis akut
- Dapat terjadi ulserasi superfisal dan mengarah pada hemoragi
- Rasa tidak nyaman pada abdomen dengan sakit kepala kelesuan, mual, anoreksia mungkin terjadi mual dan muntah serta cegukan.
- Beberapa pasien menunjukkan asimtomatik
- Dapat terjadi lokil dan diare apabika tidak dimuntahkan tetapi malah mencapai usus
- Pasien biasanya mulai pulih kembali sekitar sehari meskipun nafsu makan mungkin akan hilang selama 2-3 hari
b. Gastritis Kronis
1) Gastritis tipe A pada dasarnya asimtomatik kecuali untuk gejala–gejala defisiensi vitamin B 12
2) Gastritis tipe B pasien mengeluh anoreksia nyeri ulu hati setelah makan berdahak , rasa asam dalam mulut atau mual dan muntah.
a. Gastritis Akut
Keluhan yang sering diajukan pasien adalah : rasa pedih, kadang – timbul rasa berdenyut-denyut perut atas yang ada hubungan dengan makanan. Keluhan ini timbul mendadak setekah makan atau minum-minuman yang iritatif atau korosif
b. Gastritis kronik
Keluhan yang sering diajukan oleh penderita pada umumnya bersifat ringan dan dirasakan sudah berbulan-bulan bahkan sudah bertahun-tahun.
Pada umumnya mengeluh rasa tidak enak diperut atas,lekas kenyang, mual, rasa pedih sebelum atau sesudah makan dan kadang mulut terasa masam.
2. Menurut Diane C. Baughman dan Joann C. Heckly, 2000 manifestasi klinis pada :
Gastritis akut
- Dapat terjadi ulserasi superfisal dan mengarah pada hemoragi
- Rasa tidak nyaman pada abdomen dengan sakit kepala kelesuan, mual, anoreksia mungkin terjadi mual dan muntah serta cegukan.
- Beberapa pasien menunjukkan asimtomatik
- Dapat terjadi lokil dan diare apabika tidak dimuntahkan tetapi malah mencapai usus
- Pasien biasanya mulai pulih kembali sekitar sehari meskipun nafsu makan mungkin akan hilang selama 2-3 hari
b. Gastritis Kronis
1) Gastritis tipe A pada dasarnya asimtomatik kecuali untuk gejala–gejala defisiensi vitamin B 12
2) Gastritis tipe B pasien mengeluh anoreksia nyeri ulu hati setelah makan berdahak , rasa asam dalam mulut atau mual dan muntah.
E.
PENYEBAB
Faktor-faktor Penyebab Gastritis
3.1 Pola Makan
Menurut Yayuk
Farida Baliwati (2004), terjadinya
gastritis dapat disebabkan oleh pola makan yang tidak baik dan tidak teratur, yaitu frekuensi makan, jenis, dan jumlah makanan, sehingga
lambung menjadi sensitif bila asam lambung meningkat.
1. Frekuensi Makan
Frekuensi
makan adalah jumlah makan dalam sehari-hari baik kualitatif dan
kuantitatif. Secara alamiah makanan diolah dalam tubuh melalui alat-alat
pencernaan mulai dari mulut sampai usus halus. Lama makanan dalam lambung
tergantung sifat dan jenis makanan. Jika rata-rata, umumnya lambung kosong
antara 3-4 jam. Maka jadwal makan ini pun menyesuaikan dengan kosongnya lambung (Okviani, 2011).
Orang yang
memiliki pola makan tidak teratur mudah terserang penyakit gastritis. Pada saat
perut harus diisi, tapi dibiarkan kosong, atau ditunda pengisiannya, asam
lambung akan mencerna lapisan mukosa lambung, sehingga timbul rasa nyeri (Ester, 2001).
Secara alami
lambung akan terus memproduksi asam lambung setiap waktu dalam jumlah yang
kecil, setelah 4-6 jam sesudah makan biasanya kadar glukosa dalam darah telah
banyak terserap dan terpakai sehingga tubuh akan merasakan lapar dan pada saat
itu jumlah asam lambung terstimulasi. Bila seseorang telat makan sampai 2-3
jam, maka asam lambung yang diproduksi semakin banyak dan berlebih sehingga
dapat mengiritasi mukosa lambung serta menimbulkan rasa nyeri di seitar
epigastrium (Baliwati, 2004).
Kebiasaan
makan tidak teratur ini akan membuat
lambung sulit untuk beradaptasi. Jika hal itu berlangsung lama, produksi asam lambung akan berlebihan sehingga dapat
mengiritasi dinding mukosa pada lambung dan dapat berlanjut menjadi tukak
peptik. Hal tersebut dapat menyebabkan rasa perih dan mual. Gejala tersebut
bisa naik ke kerongkongan yang menimbulkan rasa panas terbakar (Nadesul, 2005).
Produksi asam lambung diantaranya dipengaruhi oleh pengaturan sefalik, yaitu
pengaturan oleh otak. Adanya makanan dalam mulut secara refleks akan merangsang
sekresi asam lambung. Pada manusia, melihat dan memikirkan makanan dapat
merangsang sekresi asam lambung (Ganong 2001).
2. Jenis Makanan
Jenis makanan
adalah variasi bahan makanan yang kalau dimakan, dicerna, dan diserap akan
menghasilkan paling sedikit susunan menu sehat dan seimbang. Menyediakan
variasi makanan bergantung pada orangnya, makanan tertentu dapat
menyebabkan gangguan pencernaan, seperti halnya makanan pedas (Okviani, 2011).
Mengkonsumsi makanan pedas secara berlebihan akan merangsang sistem pencernaan,
terutama lambung dan usus untuk berkontraksi.
Hal ini akan mengakibatkan rasa panas dan nyeri di uluhati yang disertai dengan mual dan muntah. Gejala tersebut membuat
penderita makin berkurang nafsu makannya. Bila kebiasaan mengkonsumsi makanan
pedas lebih dari satu kali dalam seminggu selama
minimal 6 bulan dibiarkan terus-menerus dapat menyebabkan iritasi pada lambung
yang disebut dengan gastritis (Okviani, 2011).
Gastritis dapat disebabkan pula dari
hasil makanan yang tidak cocok. Makanan tertentu yang dapat menyebabkan
penyakit gastritis, seperti buah yang masih mentah, daging mentah, kari, dan
makanan yang banyak mengandung krim atau mentega. Bukan berarti makanan ini
tidak dapat dicerna, melainkan karena lambung membutuhkan waktu yang labih lama
untuk mencerna makanan tadi dan lambat meneruskannya kebagian usus selebih-nya.
Akibatnya, isi lambung dan asam lambung tinggal di dalam lambung untuk waktu
yang lama sebelum diteruskan ke dalam duodenum dan asam yang dikeluarkan
menyebabkan rasa panas di ulu hati dan dapat mengiritasi (Iskandar, 2009).
3. Porsi Makan
Porsi atau
jumlah merupakan suatu ukuran maupun takaran makanan yang dikonsumsi pada tiap
kali makan. Setiap orang harus makan makanan dalam jumlah benar sebagai bahan bakar
untuk semua kebutuhan tubuh. Jika konsumsi makanan berlebihan, kelebihannya
akan disimpan di dalam tubuh dan menyebabkan obesitas (kegemukan). Selain itu, Makanan dalam
porsi besar dapat menyebabkan refluks isi lambung, yang pada akhirnya membuat kekuatan dinding lambung menurun. Kondisi seperti ini dapat menimbulkan peradangan atau luka pada lambung (Baliwati, 2004).
3.2 Kopi
Menurut Warianto (2011), kopi adalah minuman yang terdiri dari berbagai
jenis bahan dan senyawa kimia; termasuk lemak, karbohidrat, asam amino, asam nabati yang disebut dengan
fenol, vitamin dan mineral.
Kopi
diketahui merangsang lambung untuk memproduksi asam lambung sehingga
menciptakan lingkungan yang lebih asam dan dapat mengiritasi lambung. Ada dua
unsur yang bisa mempengaruhi kesehatan perut dan lapisan lambung, yaitu kafein
dan asam chlorogenic.
Studi yang
diterbitkan dalam Gastroenterology menemukan bahwa berbagai faktor seperti
keasaman, kafein atau kandungan mineral lain dalam kopi bisa memicu tingginya
asam lambung. Sehingga tidak ada komponen tunggal yang harus bertanggung jawab (Anonim, 2011).
Kafein dapat
menimbulkan perangsangan terhadap susunan saraf pusat (otak), sistem
pernapasan, serta sistem pembuluh darah dan jantung. Oleh sebab itu tidak heran
setiap minum kopi dalam jumlah wajar (1-3 cangkir), tubuh kita terasa segar,
bergairah, daya pikir lebih cepat, tidak mudah lelah atau mengantuk.Kafein
dapat menyebabkan stimulasi sistem saraf pusat sehingga dapat meningkatkan
aktivitas lambung dan sekresi hormon gastrin pada lambung dan pepsin. Hormon
gastrin yang dikeluarkan oleh lambung mempunyai efek sekresi getah lambung yang
sangat asam dari bagian fundus lambung. Sekresi asam yang meningkat dapat
menyebabkan iritasi dan inflamasi pada mukosa lambung(Okviani, 2011).
Jadi, gangguan
pencernaan yang rentan dimiliki oleh orang yang sering minum kopi adalah
gastritis (peradangan pada lapisan lambung). Beberapa orang yang memilliki gangguan
pencernaan dan ketidaknyamanan di perut atau lambung biasanya disaranakan untuk
menghindari atau membatasi minum kopi agar kondisinya tidak bertambah parah (Warianto, 2011).
3.3 Teh
Hasil penelitian Hiromi Shinya, MD.,
dalam buku “The Miracle of Enzyme”menemukan
bahwa orang-orang Jepang yang meminum teh kaya antioksidan lebih dari dua gelas
secara teratur, sering menderita penyakit yang disebut gastritis. Sebagai
contoh Teh Hijau, yang mengandung banyak antioksidan dapat membunuh bakteri dan
memiliki efek antioksidan berjenis polifenol yang mencegah atau menetralisasi
efek radikal bebas yang merusak. Namun, jika beberapa antioksidan bersatu akan
membentuk suatu zat yang disebut tannin. Tannin inilah yang menyebabkan
beberapa buah dan tumbuh-tumbuhan memiliki rasa sepat dan mudah teroksidasi (Shinya, 2008).
Tannin merupakan suatu
senyawa kimia yang memiliki afinitas tinggi terhadap protein pada mukosa dan
sel epitel mukosa (selaput lendir yang melapisi lambung). Akibatnya terjadi
proses dimana membran mukosa akan mengikat lebih kuat dan menjadi kurang
permeabel. Proses tersebut menyebabkan peningkatan proteksi mukosa terhadap
mikroorganisme dan zat kimia iritan. Dosis tinggi tannin menyebabkan efek
tersebut berlebih sehingga dapat mengakibatkan iritasi pada membran mukosa usus (Shinya, 2008).
Selain itu
apabila Tannin terkena air panas atau udara dapat dengan mudah berubah menjadi
asam tanat. Asam tanat ini juga berfungsi membekukan protein mukosa lambung. Asam tanat akan mengiritasi mukosa lambung perlahan-lahan sehingga
sel-sel mukosa lambung menjadi atrofi. Hal inilah yang menyebabkan orang
tersebut menderita berbagai masalah lambung, seperti gastritis atrofi, ulcus
peptic, hingga mengarah pada keganasan lambung (Shinya, 2008).
3.4 Rokok
Rokok adalah
silinder kertas yang berisi daun tembakau cacah. Dalam sebatang rokok,
terkandung berbagai zat-zat kimia berbahaya yang berperan seperti racun. Dalam
asap rokok yang disulut, terdapat kandungan zat-zat kimia berbahaya seperti gas
karbon monoksida, nitrogen oksida, amonia, benzene, methanol, perylene,
hidrogen sianida, akrolein, asetilen, bensaldehid, arsen, benzopyrene,
urethane, coumarine, ortocresol, nitrosamin,
nikotin, tar, dan lain-lain. Selain nikotin, peningkatan paparan hidrokarbon,
oksigen radikal, dan substansi racun lainnya turut bertanggung jawab pada
berbagai dampak rokok terhadap kesehatan (Budiyanto, 2010).
Efek rokok pada saluran gastrointdstinal antara
lain melemahkan katup esofagus dan pilorus, meningkatkan refluks, mengubah
kondisi alami dalam lambung, menghambat sekresi bikarbonat pankreas,
mempercepat pengosongan cairan lambung, dan menurunkan pH duodenum. Sekresi
asam lambung meningkat sebagai respon atas sekresi gastrin atau asetilkolin.
Selain itu, rokok juga mempengaruhi kemampuan cimetidine (obat penghambat asam
lambung) dan obat-obatan lainnya dalam menurunkan asam lambung pada malam hari,
dimana hal tersebut memegang peranan penting dalam proses timbulnya peradangan pada mukosa lambung. Rokok dapat
mengganggu faktor defensif lambung (menurunkan sekresi bikarbonat dan aliran
darah di mukosa), memperburuk peradangan, dan berkaitan erat dengan komplikasi
tambahan karena infeksi H. pylori. Merokok juga dapat menghambat penyembuhan spontan dan
meningkatkan risiko kekambuhan tukak peptik (Beyer, 2004).
Kebiasaan merokok menambah sekresi asam lambung,
yang mengakibatkan bagi perokok menderita penyakit lambung (gastritis) sampai
tukak lambung. Penyembuhan berbagai penyakit di saluran cerna juga lebih sulit
selama orang tersebut tidak berhenti merokok (Departemen Kesehatan RI, 2001).
3.5 AINS ( Anti
Inflamasi Non Steroid)
Obat-obatan
yang sering dihubungkan dengan gastritis erosif adalah aspirin dan sebagian
besar obat anti inflamasi non steroid (Suyono, 2001).
Asam asetil
salisilat lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin. Asam asetil salisilat
merupakan obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) turunan asam karboksilat
derivat asam salisilat yang dapat dipakai secara sistemik. Golongan aspirin ini
dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 2.1. Obat Analgetik Anti Inflamasi Non Steroid (obat AINS) (Arifa, 2008)
Obat AINS
adalah salah satu golongan obat besar yang secara kimia heterogen menghambat
aktivitas siklooksigenase, menyebabkan penurunan sintesis prostaglandin dan prekursor
tromboksan dari asam arakhidonat.Siklooksigenase merupakan
enzim yang penting untuk pembentukkan prostaglandin dari asam arakhidonat.
Prostaglandin mukosa merupakan salah satu faktor defensive mukosa lambung yang
amat penting, selain menghambat produksi prostaglandin mukosa, aspirin dan obat
antiinflamasi nonsteriod tertentu dapat merusak mukosa secara topikal,
kerusakan topikal terjadi karena kandungan asam dalam obat tersebut bersifat
korosif sehingga dapat merusak sel-sel epitel mukosa. Pemberian aspirin dan
obat antiinflamasi nonsteroid juga dapat menurunkan sekresi bikarbonat dan
mukus oleh lambung, sehingga kemampuan faktor defensif terganggu.
Jika pemakaian obat-obat tersebut hanya sesekali maka kemungkinan terjadinya
masalah lambung akan kecil. Tapi jika pemakaiannya dilakukan secara terus
menerus atau berlebihan dapat mengakibatkan gastritis dan ulkus peptikum. Pemakaian setiap hari selama minimal 3
bulan dapat menyebabkan gastritis(Rosniyanti, 2010).
Stress
Stress merupakan reaksi fisik, mental, dan kimia dari tubuh terhadap situasi yang
menakutkan, mengejutkan, membingungkan, membahayakan dan merisaukan seseorang.
Definisi lain menyebutkan bahwa stress merupakan ketidakmampuan mengatasi
ancaman yang dihadapi mental, fisik, emosional, dan spiritual manusia, yang
pada suatu saat dapat mempengaruhi kesehatan fisik manusia tersebut (Potter, 2005).
1. Stress Psikis
Produksi asam lambung akan meningkat pada keadaan
stress,misalnya pada beban kerja berat, panik dan
tergesa-gesa. Kadar asam lambung yang meningkat dapat mengiritasi mukosa
lambung dan jika hal ini dibiarkan, lama-kelamaan dapat menyebabkan terjadinya gastritis. Bagi sebagian
orang, keadaan stres umumnya tidak dapat dihindari. Oleh karena itu, maka
kuncinya adalah mengendalikannya secara efektif dengan cara diet sesuai dengan kebutuhan nutrisi, istirahat cukup, olah
raga teratur dan relaksasi yang cukup (Friscaan, 2010).
2. Stress Fisik
Stress fisik akibat pembedahan besar, luka trauma,
luka bakar, refluks empedu atau infeksi berat dapat menyebabkan gastritis dan
jugaulkus serta pendarahan pada lambung. Perawatan terhadap kanker seperti kemoterapi dan
radiasi dapat mengakibatkan peradangan pada dinding lambung yang selanjutnya
dapat berkembang menjadi gastritis dan ulkus peptik. Ketika tubuh terkena sejumlah kecil radiasi, kerusakan
yang terjadi biasanya sementara, tapi dalam dosis besar akan mengakibatkan
kerusakan tersebut menjadi permanen dan dapat mengikis dinding lambung serta
merusak kelenjar-kelenjar penghasil asam lambung (Anonim, 2010).
Refluks dari empedu juga dapat menyebabkan gastritis. Bile (empedu) adalah cairan yang membantu mencerna lemak-lemak dalam
tubuh. Cairan ini diproduksi oleh hati. Ketika dilepaskan, empedu akan melewati
serangkaian saluran kecil dan menuju ke usus kecil. Dalam kondisi normal,
sebuah otot sphincter yang berbentuk seperti cincin (pyloric valve) akan
mencegah empedu mengalir balik ke dalam lambung. Tapi jika katup ini tidak
bekerja dengan benar, maka empedu akan masuk ke dalam lambung dan mengakibatkan
peradangan dan gastritis.
3.7 Alkohol
Alkohol sangat berperangaruh terhadap makhluk hidup,
terutama dengan kemampuannya sebagai pelarut lipida. Kemampuannya melarutkan
lipida yang terdapat dalam membran sel memungkinkannya cepat masuk ke dalam
sel-sel dan menghancurkan struktur sel tersebut. Oleh karena itu alkohol
dianggap toksik atau racun. Alkohol yang terdapat dalam minuman seperti bir,
anggur, dan minuman keras lainnya terdapat dalam bentuk etil alkohol atau
etanol (Almatsier, 2002).
Organ tubuh yang berperan besar dalam metabolisme
alkohol adalah lambung dan hati, oleh karena itu efek dari kebiasaan
mengkonsumsi alkohol dalam jangka panjang tidak hanya berupa kerusakan hati
atau sirosis, tetapi juga kerusakan lambung. Dalam jumlah sedikit, alkohol
merangsang produksi asam lambung berlebih, nafsu makan berkurang, dan mual,
sedangkan dalam jumlah banyak, alkohol dapat mengiritasi mukosa lambung dan
duodenum. Konsumsi alkohol berlebihan dapat merusak mukosa lambung, memperburuk
gejala tukak peptik, dan mengganggu penyembuhan tukak peptik. Alkohol
mengakibatkan menurunnya kesanggupan mencerna dan menyerap makanan karena
ketidakcukupan enzim pankreas dan perubahan morfologi serta fisiologi mukosa
gastrointestinal (Beyer 2004).
3.8 Helicobacter pylori
Helicobacter pylori adalah kuman Gram negatif, basil yang berbentuk kurva dan batang. Helicobacter pylori adalah suatu bakteri yang menyebabkan peradangan
lapisan lambung yang kronis (gastritis) pada manusia. Sebagian besar populasi di dunia terinfeksi oleh
bakteri Helicobacter pylori yang hidup di bagian dalam lapisan mukosa yang
melapisi dinding lambung. Walaupun tidak sepenuhnya dimengerti bagaimana
bakteri tersebut dapat ditularkan, namun diperkirakan penularan tersebut
terjadi melalui jalur oral atau akibat memakan makanan atau minuman yang
terkontaminasi oleh bakteri ini. Infeksi Helicobacter pylori sering
terjadi pada masa kanak-kanak dan dapat bertahan seumur hidup jika tidak
dilakukan perawatan. Infeksi Helicobacter
pylori ini sekarang diketahui
sebagai penyebab utama terjadinya ulkus
peptikum dan penyebab tersering
terjadinya gastritis (Prince, 2005).
3.9 Usia
Usia tua memiliki resiko
yang lebih tinggi untuk menderita gastritis dibandingkan dengan usia muda. Hal
ini menunjukkan bahwa seiring dengan bertambahnya usia mukosa gaster cenderung
menjadi tipis sehingga lebih cenderung memiliki infeksi Helicobacter Pylory atau gangguan autoimun daripada orang yang lebih muda.
Sebaliknya,jika mengenai usia muda biasanya lebih berhubungan dengan pola hidup
yang tidak sehat.
Kejadian gastritis kronik, terutama gastritis kronik
antrum meningkat sesuai dengan peningkatan usia. Di negara Barat, populasi yang
usianya pada dekade ke-6 hampir 80% menderita gastritis kronik dan menjadi 100%
pada saat usia mencapai dekade ke-7. Selain mikroba dan proses imunologis,
faktor lain juga berpengaruh terhadap patogenesis Gastritis adalah refluks
kronik cairanpenereatotilien, empedu dan lisolesitin (Suyono, 2001).
4 Patofisiologi
Patofisiologi dasar dari gastritis adalah gangguan
keseimbangan faktor agresif (asam lambung dan pepsin) dan faktor defensif
(ketahanan mukosa). Penggunaan aspirin atau obat anti inflamasi non steroid (AINS) lainnya, obat-obatan kortikosteroid, penyalahgunaan alkohol, menelan
substansi erosif, merokok, atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut dapat
mengancam ketahanan mukosa lambung. Gastritis dapat menimbulkan gejala berupa nyeri, sakit, atau ketidaknyamanan yang
terpusat pada perut bagian atas (Brunner, 2000).
Gaster memiliki lapisan epitel mukosa yang secara
konstan terpapar oleh berbagai faktor endogen yang dapat mempengaruhi
integritas mukosanya, seperti asam lambung, pepsinogen/pepsin dan garam empedu.
Sedangkan faktor eksogennya adalah obat-obatan, alkohol dan bakteri yang dapat
merusak integritas epitel mukosa lambung, misalnya Helicobacter pylori. Oleh karena itu, gaster memiliki dua faktor yang
sangat melindungi integritas mukosanya,yaitu faktor defensif dan faktor
agresif. Faktor defensif meliputi produksi mukus yang didalamnya terdapat
prostaglandin yang memiliki peran penting baik dalam mempertahankan maupun
menjaga integritas mukosa lambung, kemudian sel-sel epitel yang bekerja
mentransport ion untuk memelihara pH intraseluler dan produksi asam bikarbonat serta
sistem mikrovaskuler yang ada dilapisan subepitelial sebagai komponen utama
yang menyediakan ion HCO3- sebagai penetral asam lambung dan memberikan
suplai mikronutrien dan oksigenasi yang adekuat saat menghilangkan efek toksik
metabolik yang merusak mukosa lambung. Gastritis terjadi sebagai akibat dari mekanisme pelindung ini hilang atau rusak, sehingga dinding lambung tidak memiliki pelindung terhadap asam lambung (Prince, 2005)
Menurut Brunner dan Suddart (2000 : 187), perjalanan
penyakit gastritis bisa dilihat dari skema gambar di bawah ini :
F.
PENATALAKSANAAN
Bila
seseorang didiagnosa terkena gastritis, biasanya dilanjutkan dengan pemeriksaan
tambahan untuk mengetahui secara jelas penyebabanya. Pemeriksaan tersebut
meliputi :
· Pemeriksaan darah
Tes ini digunakan untuk memeriksa
adanya antibakteri H.pylori dalam darah. Hasil tes yang positif menunjukkan bahwa pasien pernah
kontak dengan bakteri pada suatu waktu dalam hidupnya, tapi itu tidak
menunjukkan bahwa pasien tersebut terkena infeksi. Tes darah dapat juga
dilakukan untuk memeriksa anemia, yang terjadi akibat pendarahan lambung akibat
gastritis.
· Pemeriksaan
pernapasan
Tes ini dapat menentukan apakah
pasien terinfeksi H.pylori atau tidak.
· Pemeriksaan
feces
Tes ini memeriksa apakah terdapat H.pylori dalam feces atau tidak. Hasil yang positif
dapatmengindikasikan terjadinya infeksi. Pemeriksaan juga dilakukan terhadap
adanya darah dalam feces. Hal ini menunjukkan adanya perdarahan pada lambung.
· Endoskopi
saluran cerna bagian atas
Dengan tes ini dapat terlihat
adanya ketidaknormalan pada saluran cerna bagian atas yang mungkin tidak
terlihat dari sinar-X. tes ini dilakukan dengan cara memasukkan sebuah selang
kecil yang fleksibel (endoskop) melalui mulut dan masuk ke dalam esophagus,
lambung dan bagian atas usus kecil. Tenggorokan akan terlebih dahulu
dimatirasakan (anestesi) sebelum endoskop dimasukkan untuk memastikan pasien
merasa nyaman menjalani tes ini. Jika ada jaringan dalam saluran cerna
yang terlihat mencurigakan, dokter akan mengambil sedikit sampel (biopsy) dari
jaringan tersebut. Sampel itu kemudian akan dibawa ke laboratorium untuk
diperiksa. Tes ini memakan waktu lebih kurang 20 sampai 30 menit. Pasien
biasanya tidak langsung disuruh pulang ketika tes ini selesai, tetapi harus
menunggu sampai efek dari anestesi menghilang, lebih kurang satu atau dua jam.
Hampir tidak ada resiko akibat tes ini. Komplikasi yang sering terjadi adalah
rasa tidak nyaman pada tenggorokan akibat menelan ondoskop.
· Ronsen saluran
cerna bagian atas
Tes ini akan melihat adanya
tanda-tanda gastritis atau penyakit pencernaan lainnya. Biasanya akan diminta
menelan cairan barium terlebih dahulu sebelum dilakukan ronsen. Cairan ini akan
melapisi saluran cerna dan akan terlihat lebih jelas ketika dironsen.
Penatalaksanaan
Gastritis
Menurut Hirlan dalam Suyono (2001: 129), penatalaksanaan
medikal untuk gastritis akut adalah dengan menghilangkan etiologinya, diet
lambung dengan posisi kecil dan sering. Obat-obatan ditujukan untuk mengatur
sekresi asam lambung berupa antagonis reseptor H2 inhibition pompa proton, antikolinergik dan antasid juga ditujukan
sebagai sifoprotektor berupa sukralfat dan prostaglandin.
Penatalaksanaan sebaiknya meliputi pencegahan
terhadap setiap pasien dengan resiko tinggi, pengobatan terhadap penyakit yang
mendasari dan menghentikan obat yang dapat menjadi kuasa dan pengobatan
suportif. Pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian antasida dan antagonis H2sehingga
mencapai pH lambung 4.
Meskipun hasilnya masih jadi perdebatan, tetapi pada umumnya tetap dianjurkan.
Pencegahan ini terutama bagi pasien yang
menderita penyakit dengan keadaan klinis yang berat. Untuk pengguna aspirin
atau anti inflamasi nonsteroid pencegahan yang terbaik adalah dengan Misaprostol, atau Derivat
ProstaglandinMukosa.
Pemberian antasida, antagonis H2 dan sukralfat tetap dianjurkan walaupun efek teraupetiknya masih
diragukan. Biasanya perdarahan akan segera berhenti bila keadaan si pasien
membaik dan lesi mukosa akan segera normal kembali, pada sebagian pasien biasa
mengancam jiwa. Tindakan-tindakan itu misalnya dengan endoskopi skleroterapi,
embolisasi arteri gastrika kiri atau gastrektomi. Gastrektomisebaiknya
dilakukan hanya atas dasar abolut (Suyono, 2001).
Penatalaksanaan untuk gastritis kronis adalah
ditandai oleh progesif epitel kelenjar disertai sel parietal dan chief cell.
Dinding lambung menjadi tipis dan mukosa mempunyai permukaan yang rata,
Gastritis kronis ini digolongkan menjadi dua kategori tipe A (altrofik atau
fundal) dan tipe B (antral).
Pengobatan gastritis kronis bervariasi,
tergantung pada penyakit yang dicurigai. Bila terdapat ulkus duodenum, dapat
diberikan antibiotik untuk membatasiHelicobacter Pylory. Namun demikian, lesi tidak selalu muncul dengan gastritis kronis alkohol dan obat yang
diketahui mengiritasi lambung harus dihindari. Bila terjadi anemia defisiensi
besi (yang disebabkan oleh perdarahan kronis), maka penyakit ini harus diobati,
pada anemia pernisiosa harus diberi pengobatan vitamin B12 dan terapi yang sesuai (Chandrasoma, 2005 : 522).
Gastritis kronis diatasi dengan memodifikasi
diet dan meningkatkan istirahat,mengurangi
dan memulai farmakoterapi. Helicobacter
Pylory dapat diatasi dengan
antibiotik (seperti Tetrasiklin atau Amoxicillin) dan garam bismut (Pepto bismol). Pasien dengan
gastritis tipe A biasanya mengalami malabsorbsi vitamin B12(Chandrasoma, 2005 : 522).
G. CARA MENCEGAH DAN MENGOBATI
Penderita
gastritis dianjurkan untuk menghindari atau tidak mengonsumsi makanan dan
minuman tertentu yang dapat merusak lapisan mukosa lambung (sawi, kedondong,
pisang, keju, nangka, dll) sehingga secara tidak langsung penderita akan
kekurangan beberapa zat gizi tertentu seperti kalsium, vitamin A. untuk
mengatasinya, penderita dianjurkan untuk mengonsumsi multivitamin (vitamin B,
A, E, C).
Panderita
gastritis sebaiknya tidak mengonsumsi makanan yang terlalu banyak serat,
padahal seperti serat baik untuk pencernaan. Sehingga penderita gastritis
secara tidak langsung akan terkena konstipasi atau sembelit.
Terapi
§ Medikamentosa
- Bila
diakibatkan oleh mencerna makanan yang sangat asam atau alhlli, pengobatan
terdiri dari pengenceran dan penetralisasian agen penyebab. Untuk menetralisasi
asam, digunakan antasida umum (misalnya aluminium hidroksida); untuk
menetralisasi alkali, digunakan jus lemon encer atau cuka encer. Bila korosi
luas atau berat, anetik dan lafase dihindari karena bahaya perforasi. Pemberian
obat-obat H2 bloking,
antasid atau obat-obat ulkus lambung yang lain.
- Terapi yang
lain mencakup intubas, analgesik dan sedatif, anatasida serta cairan intravena.
Endoskopi fiberoptik dapat digunakan apabila diperlukan.
§ Gizi
Menghindari
makanan dan minuman yang dapat memperparah kerusakan pada mukosa lambung,
seperti :
§ Makanan dan
minuman yang banyak mengandung gas dan terlalu banyak serat, antara lain
sayuran tertentu (sawi, kol), buah-buahan tertentu (nangka, pisang ambon)
§ Makanan yang
sulit dicerna yang dapat memperlambat pengosongan lambung. Karena hal ini dapat
meningkatkan asam lambung, seperti makanan berlemak, kue tart, coklat dan keju.
Menghindari
minuman yang mengandung kafein karena kafein adalah stimulan sistem saraf pusat
yang meningkatkan aktivitaas lambung dan sekrisi pepsin. Penggunaan alkohol
juga dihindari demikian pula dengan rokok, karena nikotin akan mengurangi
sekresi bikarbonat pankreas dan karenanya menghambat netralisasi asam lambung
dalam duodenum. Selain itu nikotin juga meningkatkan stimulasi parasimpatis,
yang menigkatkan aktivitas otot dalam usus dan dapat menyebabkan mual dan
muntah.
F. Path Way Gastritis
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Gastritis
dibedakan menjadi gastritis akut dan gastritis kronik. Gastritis akut
disebabkan oleh penggunaan obat-obatan seperti antasida, AINS (anti inflamasi
non steroid), mencerna makanan/minuman yang terlalu asam atau basa. Sedangkan
gastritis kronik disebabkan oleh infeksi bakteri Heliobacter pylori.
Gejala yang
ditimbulkan antara lain perih atau sakit terbakar pada perut bagian atas, mual,
muntah, kehilangan selera makan, kembung, kehilangan berat badan.
Diagnosa gastritis
diberikan setelah penderita melakukan serangkaian pemeriksaan seperti
pemeriksaan darah, pemeriksaan pernapasan, pemeriksaan feces, endoskopi saluran
cerna bagian atas, hingga ronsen saluran cerna bagian atas.
Terapi gastritis
dilakukan dengan pemberian obat antasida, analgesik dan sedatif. Menghindari
makanan/minuman yang dapat merusak lapisan mukosa lambung seperti kopi,
makanan/minuman beralkohol, makanan/minuman bergas dan bersoda, dan lain-lain.
B.
SARAN
1.
Menambah lebih bayak
refernsi guna memberikan pengetahuan yang lebihmendalam mengenai
penyakit gastritis ini
2.
Berdasarkan isi dari
makalah kebiasaan makan dan minuk yang tidak sehatdapat mempengaruhi kesehatan lambung, untuk itu perlu perhatian khususterhadap
pola makan untuk menjaga kesehatan lambung.
DAFTAR PUSTAKA